Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biarawati dari Sumela

9 Desember 2020   18:03 Diperbarui: 9 Desember 2020   18:11 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya sampai juga aku di Trabzon, provinsi ini terkenal dengan keindahan lembah, bukit dan gunung. Trabzon termasuk wilayah Laut Hitam, Turki Timur. Untuk menuju ke sini, bisa menggunakan bus dari Istanbul.

Aku telah menyewa penginapan ala backpacker yang berada di kaki bukit. Beruntung wisatawan sedang tak banyak. Hanya ada sepasang kekasih yang aku yakin ingin mengambil foto mesra di puncak bukit, menghadap lembah. Foto seperti ini menjadi favorit para turis mancanegara.

Kabut turun menjelang senja. Aku menikmati udara yang secara perlahan berubah menjadi dingin. Dengan jaket tebal, aku berkeliling melihat pemandangan sekitar. Dari bawah, tampak sebuah biara menempel di tebing. Itulah biara Sumela yang telah berusia berabad-abad. Masih tampak kukuh dan anggun.

"Mau lihat ke atas sana?" Tetiba suara lembut terdengar dari belakang. Seketika aku berbalik.

Seorang biarawati, kira-kira usianya sudah sebaya, tersenyum kepadaku. Pakaiannya khas biarawati, seperti gaun panjang dengan kerudung penutup kepala bergaris putih.

"Maaf, Suster. Saya dengar biara itu tidak boleh didatangi," kataku sambil mengingat-ingat berita bahwa biara itu sedang direnovasi.

"Siapa bilang?. Kami tetap menjalankan ritual ibadah di sana," jawabnya tenang.

Terus terang aku tertarik dan penasaran dengan biara yang seakan tergantung di tebing itu. Apalagi akses ke sana sangat menantang, harus menaiki anak tangga batu yang cukup terjal. 

Biarawati itu seperti menyihir aku untuk mengikutinya. Heran, dalam usia itu langkahnya cepat dan ringan. Aku terengah-engah kehabisan nafas. Duh, ini akibat jarang berolahraga.

Dia tersenyum memperhatikan aku yang kelelahan dari puncak tangga. Lalu masuk melalui pintu besi yang lebar dan berat.  Aku tak mau ketinggalan, memompa tenaga agar bisa menyusulnya.

Di dalam aku memandang takjub. Di bawah tangga ada aula yang cukup luas dengan berbagai hiasan antik. Di depan ada altar megah, patung Yesus Kristus yang juga besar.  Aku mengikuti biarawati tadi turun. Dia berjalan ke tengah aula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun