Aku mengepak bawaan ke dalam ransel. Yup, tidak ada yang lebih praktis dari ransel untuk bepergian. Kapasitas besar asalkan pandai mengatur. Aku membawa peralatan lengkap, dari pakaian hingga obat-obatan.
Hari ini aku berangkat dengan menggunakan bus menuju Bolu. Di sana terdapat danau-danau yang indah. Memang Turki menyimpan keindahan alam, termasuk danau yang luas dan menakjubkan. Aku telah melihat danau yang panjang di provinsi Van. Sekarang giliran danau di Bolu.
Aku tidak mengajak siapapun. Sejatinya aku adalah 'solo traveller', lebih suka jalan sendiri daripada bersama teman, apalagi rombongan. Karena aku sangat menikmati perjalanan dalam kesunyian. Toh di dalam bus, nanti bisa berkenalan dengan teman sebangku.
Bus melaju dari Otogar, terminal bus besar di Istanbul. Aku mendapat tempat sebangku seorang gadis manis. Di Turki, ada peraturan tak tertulis bahwa penumpang perempuan yang bepergian sendiri, harus ditempatkan bersama perempuan juga. Supaya tidak ada gangguan dari lawan jenis.
Kami pun cepat menjadi akrab, meski gadis ini tidak pandai berbahasa Inggris. Aku berusaha memahami dengan pengetahuan yang terbatas bahasa Turki, disertai bahasa isyarat. Nah, perjalanan terasa menyenangkan. Gadis itu bahkan memberikan sebagian bekal makanan kepadaku.
Sayangnya si gadis manis sudah turun sebelum aku mencapai tujuan. Ia turun di sebuah kota kecil, dijemput seorang lelaki tampan yang tampaknya adalah kekasihnya. Ia pun melambaikan tangan melalui jendela mobil.
Senja menjelang ketika aku tiba di kota yang aku tuju. Supaya cepat, aku menggunakan taksi mencapai sebuah villa yang telah aku pesan melalui online. Di sana aku di sambut perempuan pengurus rumah. Ia telah menyiapkan hidangan beragam masakan Turki.
Namun aku belum lapar. Aku justru bergegas ke tepi danau untuk berburu foto matahari terbenam. Ya, sebagai pecinta 'sunset', aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini.
Danau biru terbentang di hadapan ku. Sangat indah, menyerupai laut. Di tepian danau terdapat pohon-pohon rindang, ada juga pinus-pinus yang tampak menjulang tinggi.Â
Aku mencari posisi dengan memanjat sebuah batu yang kebetulan ada di tepi danau. Semburat jingga mulai tampak di langit. Aku menanti sang Surya yang mulai bergulir ke tempat peraduan.
Entah darimana datangnya, sebuah perahu melintasi danau. Seorang lelaki mendayung perlahan, matanya memperhatikan kedalaman air danau seakan tidak melihat keberadaan ku.
Perhatianku terbagi antara matahari dan lelaki itu. Dalam waktu singkat aku mendapatkan foto-foto matahari terbenam, sekaligus juga foto lelaki yang mendayung perahu. Mungkin karena fokus kepada dia, aku kurang hati-hati. Tetiba aku terpeleset dari batu.
Aku menjerit minta tolong. Telepon genggam yang digunakan memotret telah terlempar tak tahu kemana. Byur aku terjatuh ke dalam air yang sangat dingin.
Aku berusaha berenang tapi kali terasa ada yang menarik dari bawah. Aku panik. Ini justru membuat aku tambah tenggelam.
"Tenang. Aku ada di sini," sebuah suara bariton terdengar. Aku merasa sepasang tangan yang kuat mengangkat dari dalam air.
Ternyata lelaki tadi yang menolongku. Kini aku berada di dalam perahunya. Ia tersenyum. Alamak, baru kusadari bahwa dia adalah lelaki tampan.
"Seharusnya jangan keluar sore-sore begini. Sebentar lagi kan Maghrib,"tegur lelaki itu.
"Iya. Saya salah. Tapi saya ingin sekali mengabadikan sunset di danau ini," jawabku.
Dia pun tersenyum,"Begitulah kelakuan turis,"
Aku jadi tersipu-sipu. Ia pun mendayung perahu hingga ke tepian.
"Lebih baik kamu pulang dan bersiap sholat," katanya. Aku mengangguk.
Lelaki itu meminggirkan perahu. Aku pun melompat turun setelah mengucapkan terima kasih. Â Dia kembali mendayung tanpa menoleh lagi.
Dalam hati aku menyesal tidak menanyakan nama dan tempat tinggalnya. Ah sudahlah, barangkali besok bisa bertemu lagi.
Aku makan malam sendirian. Ibu pengurus rumah sudah pulang ke rumahnya sendiri. Biarlah, aku sudah biasa mengurus segalanya seorang diri.
Paginya, aku menceritakan pengalaman kemarin kepada si ibu. Dia terlihat heran, lalu menanyakan ciri-ciri lelaki tersebut. Aku menggambarkan dengan detail.
Ibu pengurus rumah menghela nafas panjang,"Lelaki itu telah meninggal beberapa tahun yang lalu,"
"Haah?" Aku terkejut hingga cangkir kopi nyaris terlepas dari genggaman.
"Tapi dia nyata, menarik aku dari dalam air dan membawaku pulang," aku tak percaya.
"Dia meninggal ketika sedang berperahu bersama putranya. Waktu itu juga sore hari menjelang Maghrib. Mendadak ada hujan badai yang menyebabkan mereka tenggelam. Konon, dia terlihat untuk mencari putranya," cerita perempuan itu.
Aku terpaku. Hilang selera makan. Ibu pengurus rumah melanjutkan pekerjaannya bebersih, meninggalkan aku yang terbengong-bengong.
Penasaran, aku ke tempat kemarin dekat batu. Untunglah aku menemukan telepon genggam masih utuh di antara bebatuan kecil. Aku memeriksa foto-foto di dalamnya. Dan, aku tak mendapati foto lelaki itu bersama perahunya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H