Alhamdulillah, semua berakhir dengan lancar. Kami diperbolehkan melanjutkan perjalanan. Dengan perasaan lega aku memandang deretan bukit-bukit yang tampak berlarian dalam gelap. Kami menyusuri jalan sepi dengan pepohonan cemara di kanan kiri.
Daerah ini memang sangat sepi, maklum provinsi yang paling ujung ke Timur. Banyak padang rumput dan hutan kecil. Desa-desa ada di balik bukit, penduduknya menjadi petani atau peternak.
Pukul dua dini hari kami membelah kesunyian. Udara dingin mulai terasa. Jalan berkelok-kelok memutari bukit. Sebentar lagi waktunya sahur, karena itu harus segera tiba di tempat tujuan. Kecepatan mobil ditambah, tetapi mataku terasa berat.
Tengah aku terkantuk-kantuk, aku merasa mobil berhenti. Aku membuka mata dan menguap.
"Apa kita sudah sampai?" Tanyaku pada Zaenab.
"Belum," Zaenab menjawab perlahan. Ada nada cemas yang tertahan. "Sepertinya kita kesasar".
Aku terhenyak. Spontan memperhatikan sekeliling. Kami berada di tepi jalan yang asing, rasanya aku belum pernah lewat sini. Kanan kiri adalah padang rumput yang luas. Beberapa pohon tampak sangat jauh di kaki bukit.
"Kok bisa kesasar?" Aku bingung.
"Entahlah, tadi aku agak mengantuk, mungkin salah belok di perempatan," jawab suami Zaenab.
Nah lho, bisa jadi begitu yang terjadi. Sebab dia kelelahan membawa mobil sendirian. Aku menyesal kenapa tidak pernah berusaha belajar menyetir.
"Sudah lihat google map?"