"Maaf, saya harus segera pulang ke rumah. Ibu saya telah menunggu. Terima kasih atas makan sahurnya, masakan anda lezat," katanya sambil melangkah ke pintu.
"Memangnya rumah anda di mana?" Tanyaku penasaran.Â
"Di distrik sebelah," jawabnya lugas, lalu menyebut nama sebuah jalan di desa.
Setelah mengucapkan salam, ia berlalu begitu saja. Mobil tentara itu melaju dengan kecepatan tinggi. Aku segera menutup pintu dan melanjutkan makan sahur.
Aku baru terbangun sekitar pukul sebelas siang ketika mendengar hiruk-pikuk di luar. Dengan malas aku melangkah ke jendela untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata ada serombongan tentara lewat. Herannya, ada satu grup marching band yang mengiringi. Di belakang grup itu, sebuah mobil jenazah berjalan pelan.
Orang-orang melihat sambil menangis. Ada juga yang berteriak,"Hidup Pahlawan," atau "Selamat jalan pahlawan Turki,"Â
Karena penasaran aku keluar apartemen. Kulihat ada salah satu tetangga, seorang ibu yang menangis melihat iring-iringan itu.
"Ada apa, Bu?" Aku bertanya hati-hati.
"Ada satu prajurit kita gugur melawan teroris PKK di perbatasan Suriah. Dia berasal dari desa sebelah, karena itu mau dimakamkan di sana."
"Desa sebelah?" Aku teringat tentara yang makan sahur bersamaku. "Siapa dia?"