Malam itu di balai desa berkumpul beberapa orang, kebanyakan laki-laki. Pak Kades duduk di depan dengan meja kursi, sedangkan warga di hadapannya berderet empat ke belakang.Â
Salah seorang warga bertumbuh tambun dan berjenggot berdiri dari kursinya. Ia berkata keras.
"Jangan sampai kita menerima jenazah yang mati karena Corona, Pak Kades," teriaknya. "Nanti kita semua ketularan."
"Betul, betul," timpal beberapa warga yang lain.
"Kita tidak boleh menolak. Ini aturan dari pemerintah," kata Pak Kades.
"Kita lawan saja. Kalau dibiarkan, nanti kita mati semua," seru si Tambun.
"Tidak bisa, nanti kita kena sanksi dari pemerintah,"
"Jangan mau kalah Pak. Ini wilayah kita, bukan milik pemerintah. Benar kan bapak-bapak?" Si Tambun memprovokasi.
"Benar, benar," teriak yang lain.
"Besok kita hadang saja jenazah si Fulan yang mau dimakamkan di desa ini," tambah si Tambun untuk membakar emosi warga.
"Ayo, ayo kita hadang," sambut warga.