Dalam 10 bulan itu, biaya berobat sangat tinggi. Saya kewalahan karena sudah tidak memiliki penghasilan. Sementara sumbangan dari kakak-kakak juga tidak memadai. Di situlah saya memutuskan mulai menjual apa yang saya miliki.
Gelang permata yang dahulu menjadi hadiah ulangtahun juga harus dilepaskan. Saya meminta kakak ipar untuk membawanya ke pasar. Hasilnya untuk  biaya berobat  dan ke rumah sakit ibunda.Â
Kemudian ibunda tahu bahwa saya menjual gelang tersebut. Beliau menangis kayitu merupakan hadiah ulang tahun. Â Saya tidak lagi memiliki barang berharga.
Saya menghibur ibunda,"Tidak apa-apa Man, gelang itu berasal dari Mami, kembali lagi untuk Mami. Jangan pikirkan saya, Insya Allah, suatu saat Allah akan menggantinya."
Ibunda terpaksa menerima kenyataan bahwa saat itu gelang harus dijual. Tapi hatinya sangat sedih karena sakitnya membuat saya susah. Padahal saya ikhlas merelakan gelang tersebut. Apalah artinya pengorbanan saya dibandingkan dengan seorang ibu yang merawat saya sejak dalam kandungan?
10 bulan kemudian, Januari 2010, Ibunda dipanggil menghadap Allah SWT. Untuk terakhir kalinya saya berusa melakukan yang terbaik dalam mengantar ibunda ke tempat peristirahatan yang terakhir.
Saya sangat kehilangan ibunda. Hingga kini jika saya teringat beliau airmata selalu bercucuran. Sungguh, tiada kasih sayang yang tulus kecuali dari ibunda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H