Kehidupan itu seperti naik roller coaster, kadang naik turun, kadang terguncang, kadang juga penuh tekanan. Ada saatnya kita berada di titik terendah, dengan tingkat depresi tinggi sehingga kepala rasanya mau pecah.
Namun sebagai manusia beriman, tentu kita tidak boleh putus asa, apalagi sampai bunuh diri. Kita harus berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari zona terburuk. Caranya bisa bermacam-macam, asal jangan yang negatif.
Biasanya saya tidak mudah terguncang oleh ujian kehidupan. Kalau ada suatu masalah, maka yang paling penting adalah mencari ketenangan dan mengadukan hal itu kepada Tuhan.
Memperkuat ibadah adalah yang paling utama. Perbanyak sholat sunnah, tambah zikir, sholawat dan puasa. Dengan sendirinya hati dan kepala menjadi dingin dan bisa menghadapi kondisi yang terjadi.
Tetapi ketika berbagai masalah menyerbu secara bersamaan, saat itulah kita menghadapi tekanan yang luar biasa. Karena itu harus memulihkan diri dengan cara yang tidak biasa. Saya memilih cara yang anti mainstream.
Begini cara saya melepaskan tekanan:
1. Naik gunung. Ketika kopi tak lagi cukup untuk meringankan stress, maka saya harus pergi jauh. Pergi ke tempat yang penuh tantangan, misalnya naik gunung.
Saya lebih suka pergi sendiri dan kemudian bergabung dengan kelompok atau orang-orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Berkenalan dengan orang-orang baru akan membawa semangat tersendiri.
Sifat pendaki gunung, saling menyemangati teman-teman, apalagi yang sudah kelihatan letih. Hal itulah yang membuat saya yakin akan bisa tiba di tempat tujuan. Baik muda maupun tua, saling memberikan dukungan.
Perjalanan yang berat, terus mendaki dengan medan yang terjal bagi saya seperti kehidupan ini. Kita memang harus menjalani kehidupan yang penuh dengan perjuangan. Yakinlah bahwa kita sanggup, karena Tuhan pasti memberi kemampuan untuk itu.
Naik gunung juga untuk refleksi diri, apakah telah melakukan kesalahan. Misalnya sombong karena merasa lebih dari yang lain. Di gunung akan terasa bahwa kita bukan apa-apa. Jadi naik gunung adalah jalan untuk menaklukkan keangkuhan diri sendiri.
2. Ke pantai. Saya menyukai pantai, terutama yang masih sepi, jarang ada pengunjung. Saya menikmati debur ombak dan memandang batas langit di kejauhan.
Irama ombak yang berlarian ke pantai membuat saya terhibur dan merasa tenang. Hal yang paling indah adalah menyaksikan matahari terbenam. Ini mengingatkan saya akan kebesaran Tuhan.
Jika tak ada orang kita bisa berteriak sekencang mungkin untuk melepaskan beban di dada. Toh suara itu akan tertelan oleh suara debur ombak. Lalu lemparkan beberapa batu ke arah laut, membayangkan melempar segala sesuatu yang membuat kita merasa kesal.
3. Melakukan perjalanan jauh dengan cara berbeda. Nah, baik pesawat bukan pilihan untuk hal seperti ini. Saya senang naik kereta dari ujung ke ujung.
Jika saya naik kereta dari Jakarta ke Surabaya, maka yang saya nikmati adalah perjalanan. Tidak jadi soal kemana tujuan saya. Bahkan saya pernah tiba di suatu kota pagi hari, lalu kembali naik kereta sore hari.
Namun lebih asyik lagi jika naik kapal laut, pergilah ke pulau yang jarang didatangi. Â Saya pernah naik kapal Pelni selama lima hari untuk tujuan terjauh. Di sini juga saya menikmati perjalanan, bukan mementingkan tujuan.
Di atas kapal saya juga suka menunggu matahari terbit. Setelah sholat Subuh di masjid kapal, saya akan duduk di anjungan untuk berburu foto sunrise. Ini menimbulkan semangat tersendiri.
Malam hari, saya senang melihat langit bertabur bintang dari atas anjungan sambil menikmati angin laut. Tapi hati-hati, jangan lupa pakai jaket atau syal agar tidak masuk angin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H