Iba jika melihat seorang anak menangis karena tidak mendapat hadiah yang sangat dihargai. Apalagi dia telah memiliki prestasi yang sangat baik, dengan bakat dan usaha yang keras.
Inilah yang terjadi pada Asmarani Dongku, siswi SD di Poso, Sulawesi Tengah ini berhasil memenangkan lomba lari yang diselenggarakan Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Tengah. Dia meraih juara satu dalam lomba tersebut.Â
Adalah wajar jika seorang peserta lomba mengharapkan hadiah sebagai juara. Apalagi dia seorang anak yang masih duduk di sekolah dasar. Hadiah menjadi pemacu untuk terus berprestasi. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tergolong dari keluarga sederhana.
Karena itu betapa sedih dan kecewanya Asmarani Dongku ketika diberitahu bahwa ia tidak mendapat hadiah. Ia menangis pilu. Beritanya kemudian viral di media massa dan media sosial.
Menurut panitia, sejak awal sudah diumumkan bahwa lomba itu tidak menyediakan hadiah. Lomba lari tersebut merupakan rangkaian kegiatan syukuran dengan selesainya peningkatan kualitas jalan Lowanga-Toyado.
Secara logika, agak mustahil jika panitia tidak memiliki anggaran untuk memberikan hadiah untuk lomba. Ini bukan lomba ringan lho, melainkan lari maraton 21 km. Orang dewasa saja jarang yang mampu melakukannya.
Pada umumnya setiap penyelenggaraan lomba dalam bentuk apapun, pasti menyediakan hadiah. Besarnya relatif, tidak sama tergantung alokasi dana yang ada. Hal ini merupakan bentuk apresiasi terhadap upaya peserta.
Sayapun, selalu menyediakan hadiah untuk lomba dalam komunitas yang saya kelola. Meskipun lomba itu bukan lomba besar-besaran. Minimal ada benda yang dijadikan hadiah, syukur-syukur jika ada tambahan uang tunai.
Nah, tidak masuk di akal saya jika lembaga pemerintah seperti Dinas Pekerjaan Umum tidak memiliki dana untuk menyediakan hadiah lomba. Biasanya, lembaga-lembaga pemerintah, BUMN atau bahkan swasta, sudah mengalokasikan dana untuk hadiah jika menyelenggarakan sebuah lomba yang diikuti masyarakat.
Jadi terbersit pertanyaan dan prasangka negatif dalam pikiran saya, betulkah panitia tidak menyediakan hadiah? Ataukah sebenarnya ada alokasi anggaran untuk hadiah lomba tapi kemudian digunakan untuk hal lain?
Dinas Pekerjaan Umum sarat dengan proyek yang menggunakan dana dalam skala besar. Di sini juga terbuka peluang tindak korupsi bagi para pegawainya. Saya kuatir, alokasi anggaran untuk hadiah masuk ke kantong panitia.
Padahal, apalah artinya mengeluarkan uang satu atau dua juta untuk hadiah lomba lari tersebut dibandingkan dengan pengeluaran proyek peningkatan jalan. Toh, ini juga dapat  mengangkat nama dan kinerja Dinas Pekerjaan Umum.
Untunglah banyak netizen yang tergerak menyumbangkan hadiah bagi Asmarani Dongku. Salah satunya dari komunitas pecinta lari (runners club) Poso yang memberikan kaos dan sejumlah uang tunai.
Kekecewaan seperti ini bisa mematikan semangat seorang anak untuk meraih prestasi. Dia adalah anak yang berbakat dan rajin berlatih. Asmarani Dongku adalah bibit unggul atlet bidang atletik. Semoga KONI bisa melihat potensi anak ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H