Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Biarkan Rakyat Berimajinasi, Lebih Penting Berantas Korupsi

24 Januari 2020   10:33 Diperbarui: 24 Januari 2020   10:35 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, keraton kasepuhan Cirebon (dok.pri)

Kemunculan beberapa 'kerajaan' baru, bagi saya bukan sesuatu yang harus dirisaukan. Apalagi jika sampai banyak yang ditangkap dan dipenjarakan. Justru yang membuat saya sangat cemas adalah perilakunya korupsi berjamaah yang lolos dari jerat hukuman.

Fenomena kerajaan adalah hal yang biasa. Berdasarkan sejarah, Indonesia terbentuk dari sekian ratus kerajaan besar dan kecil. Kita hanya mengenal kerajaan-kerajaan terbesar seperti Majapahit dan Sriwijaya. Padahal di seluruh bumi Nusantara ini terdapat begitu banyak kerajaan.

Perlu diketahui, bahwa sampai sekarang kerajaan- kerajaan itu masih eksis. Dalam Persatuan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, ada lebih dari 250 anggota. Mereka setiap tahun menyelenggarakan kegiatan yang memperkuat persatuan dan kesatuan NKRI.

Jadi, sebenarnya tidak perlu mempersoalkan munculnya kerajaan-kerajaan fiktif. Ini hanya sebuah refleksi kecintaan masyarakat terhadap kerajaan, yang sebenarnya tidak akan pernah hilang.

Biarkan rakyat berimajinasi. Karena pada dasarnya mereka yang mendirikan kerajaan tidak menimbulkan kerugian pada masyarakat secara keseluruhan. Mereka hanya memiliki pengikut yang dapat dihitung dengan jari.

Keberadaan kerajaan baru disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, ketiadaan figur kepemimpinan yang adil, bijak bestari. Sedangkan dalam dunia khayalan, banyak disebutkan negeri yang gemah Ripah loh jinawi dipimpin oleh Raja yang bijaksana.

Kedua, kemerosotan ekonomi. Nah dalam kerajaan ada harapan untuk hidup sejahtera dengan raja yang selalu memperhatikan rakyatnya. Ini sebenarnya sentilan untuk para pemimpin agar lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Seharusnya para petinggi politik bisa bercermin dari peristiwa semacam ini.

Ketiga, mereka bukan kriminal berbahaya yang merugikan banyak orang. Adapun para pengikutnya tidak menjadi korban penipuan, mereka hanya mempunyai khayalan yang sama. Mereka merindukan negeri yang gemah Ripah loh jinawi tersebut.

Lebih penting berantas korupsi

Lantas, tak ada faedahnya media terlalu membesar-besarkan fenomena kerajaan ini. Akibat pemberitaan yang berlebihan, masalah yang krusial seperti pemberantasan korupsi menjadi tertelan.

Gaes, korupsi jauh lebih penting untuk diselesaikan daripada sekedar kerajaan. Korupsi yang dilakukan para petinggi di jajaran eksekutif, yudikatif dan legislatif telah beranjak pinak, merambah di segala sektor, dari hulu sampai hilir.

Kalau kerajaan fiktif hanya memengaruhi sekelompok kecil dari masyarakat yang ingin hidup dalam imajinasi. Tapi kalau korupsi, telah merugikan bangsa dan negara ini.

Korupsi tak ubahnya seperti lintah yang terus menghisap darah korban sampai puas. Para koruptor itu menghisap darah rakyat hingga kurus kering. Seluruh rakyat kecil yang merasakan penderitaannya.

Bayangkan, uang rakyat yang untuk membangun dan menyediakan fasilitas menjadi raib. Baik itu fasilitas pendidikan, kesehatan dan fasilitas sosial lainnya. Tak heran jika semakin banyak rakyat yang kekurangan gizi, tidak bisa sekolah atau mati karena penyakit yang tak bisa diobati akibat mahalnya biaya.

Pemerintah terkesan tidak serius dengan pemberantasan korupsi. Hukum tebang pilih, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Para koruptor banyak yang masih menghirup udara bebas, menikmati hasil jarahannya dengan tenang.

Hukum sulit ditegakkan karena lembaga-lembaga tinggi negara dikuasai partai yang memiliki banyak pelaku korupsi. Ini disebabkan kontrak politik, atau politik balas budi yang mengabaikan kepentingan rakyat. 

Malah seakan korupsi adalah dianggap sesuatu lumrah dan bukan kriminal. Hanya di Indonesia korupsi dijadikan sebagai gaya hidup. Hanya di negeri ini preman Tanjung Priok dianggap lebih kriminal dari para koruptor. Jika terus seperti ini, kapan kita bisa bangkit dari keterpurukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun