Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Fenomena Ular Merajalela adalah Bentuk Bencana Ekologi

20 Desember 2019   15:21 Diperbarui: 21 Desember 2019   09:04 3291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu malam, saya pulang hendak menggunakan ojek online dari stasiun Citayam. Di pangkalan, saya sudah mendapat ojek yang saya butuhkan. Tetiba kerumunan ojek menjadi gaduh karena kemunculan seekor ular dari parit.

Ular itu tidak besar, hanya sekitar dua jari dengan panjang 30 cm, warnanya hijau. Satu orang segera mengambil kayu berusaha memukul ular tersebut. Tapi ular itu begitu gesit menghindar.

Eh, tetiba ular itu menyusup ke motor ojek yang akan saya tumpangi. Diuprek-uprek tidak juga mau keluar. Kalau motor dipukuli, kasihan nanti motor ojek hancur. Ditunggu beberapa lama, ia tetap berdiam entah di sebelah mana.

Akhirnya saya dan tukang ojek memutuskan untuk berjalan saja. Saya waspada memperhatikan kaki, siapa tahu ular itu tiba-tiba membelit dari bawah.

Ternyata ular itu muncul di setang motor dan merambat ke pegangan tangan. Untunglah driver saya dengan sigap berani menangkap ular itu dan segera melemparkannya ke rerumputan.

Di wilayah Citayam memang yang pertama heboh dengan kemunculan ular. Pada tanggal 8 Desember yang lalu, ditemukan anak ular kobra sebanyak 31 ekor. Menurut ketua komunitas reptil dari Action (Animal Education and Sozialtetion) Rizky Maulana, ular itu jenis kobra Jawa (Naza Spataterix).

Jenis ular ini tidak ditunggui induknya, karena itu otomatis menyebar ketika menetas. Rizky mengatakan ular ini lebih berbahaya daripada king kobra sebab langsung menyemburkan bisa saat bertemu manusia. Sedangkan king kobra hanya menyembur jika merasa terancam.

Ular kobra tidak hanya muncul di Citayam, tapi juga di sekitar Grand Depok City. Bahkan ada juga yang muncul di Pasar Kemiri Muka, dekat Stasiun Depok Baru.

Kemudian berita lainnya, ular-ular juga bermunculan di Bekasi, Tangerang, bahkan juga di daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengapa bisa begitu?

Para ahli mengatakan, memang sekarang merupakan bulan menetasnya telur-telur ular. Jadi antara November dan Desember adalah waktunya mereka lahir dan tumbuh.

Namun sekarang menjadi fenomena yang menghebohkan karena jumlahnya terdengar sangat banyak. Ini sebenarnya pertanda adanya bencana ekologi. Apa yang terjadi adalah kerusakan ekosistem, atau ketidakseimbangan alam.

Perlu kita ingat bahwa predator ular atau binatang yang menjadi pemangsa ular senakin langka. Binatang-binatang seperti elang, burung hantu, musang, dan luwak yang suka memakan bayi ular.

Mereka terlalu banyak ditangkap manusia. Ada yang diperjualbelikan di pasar gelap karena dilarang oleh pemerintah. Alhasil, hewan-hewan pemangsa ular hanya bisa ditemukan di dalam kandang, menjadi tontonan. 

Maka tidak heran jika ular-ular menjadi merajalela. Mereka bebas hidup dan berkeliaran karena tidak ada ancaman alami yang menyeimbangkan jumlah dengan memakannya.

Tetapi, banyaknya ular yang bermunculan bukan berarti manusia bisa membunuh dengan seenaknya sehingga ular-ular itu habis terbasmi. Ingat, sekali lagi ada ekosistem yang harus dijaga. 

Keberadaan ular adalah menjadi pemangsa tikus dan sejenisnya. Kalau manusia membabi-buta membunuh ular, bisa dipastikan akan ada bencana ekologi berikutnya yaitu wabah tikus.

Oleh sebab itu, apa yang harus kita lakukan adalah menjaga ekosistem, menjaga keseimbangan alam. Tapi saya pesimis juga, orang Indonesia rendah kesadarannya soal lingkungan. Buktinya, banjir setiap tahun semakin besar karena mereka merusak alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun