Suatu malam, saya pulang hendak menggunakan ojek online dari stasiun Citayam. Di pangkalan, saya sudah mendapat ojek yang saya butuhkan. Tetiba kerumunan ojek menjadi gaduh karena kemunculan seekor ular dari parit.
Ular itu tidak besar, hanya sekitar dua jari dengan panjang 30 cm, warnanya hijau. Satu orang segera mengambil kayu berusaha memukul ular tersebut. Tapi ular itu begitu gesit menghindar.
Eh, tetiba ular itu menyusup ke motor ojek yang akan saya tumpangi. Diuprek-uprek tidak juga mau keluar. Kalau motor dipukuli, kasihan nanti motor ojek hancur. Ditunggu beberapa lama, ia tetap berdiam entah di sebelah mana.
Akhirnya saya dan tukang ojek memutuskan untuk berjalan saja. Saya waspada memperhatikan kaki, siapa tahu ular itu tiba-tiba membelit dari bawah.
Ternyata ular itu muncul di setang motor dan merambat ke pegangan tangan. Untunglah driver saya dengan sigap berani menangkap ular itu dan segera melemparkannya ke rerumputan.
Di wilayah Citayam memang yang pertama heboh dengan kemunculan ular. Pada tanggal 8 Desember yang lalu, ditemukan anak ular kobra sebanyak 31 ekor. Menurut ketua komunitas reptil dari Action (Animal Education and Sozialtetion) Rizky Maulana, ular itu jenis kobra Jawa (Naza Spataterix).
Jenis ular ini tidak ditunggui induknya, karena itu otomatis menyebar ketika menetas. Rizky mengatakan ular ini lebih berbahaya daripada king kobra sebab langsung menyemburkan bisa saat bertemu manusia. Sedangkan king kobra hanya menyembur jika merasa terancam.
Ular kobra tidak hanya muncul di Citayam, tapi juga di sekitar Grand Depok City. Bahkan ada juga yang muncul di Pasar Kemiri Muka, dekat Stasiun Depok Baru.
Kemudian berita lainnya, ular-ular juga bermunculan di Bekasi, Tangerang, bahkan juga di daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengapa bisa begitu?
Para ahli mengatakan, memang sekarang merupakan bulan menetasnya telur-telur ular. Jadi antara November dan Desember adalah waktunya mereka lahir dan tumbuh.
Namun sekarang menjadi fenomena yang menghebohkan karena jumlahnya terdengar sangat banyak. Ini sebenarnya pertanda adanya bencana ekologi. Apa yang terjadi adalah kerusakan ekosistem, atau ketidakseimbangan alam.