Hutang menjadi hal yang rumit dalam kehidupan ketika  telah membudaya. Orang yang biasa berhutang, akan terus menerus mengulangi tanpa merasa bersalah.
Padahal orang yang senang berhutang, memiliki potensi besar menzalimi orang lain, terutama orang yang meminjamkan uang. Fenomena yang terjadi, Â semakin banyak penghutang yang 'ngemplang'. Ia bukan hanya sulit ditagih, tapi malah bersikap galak kepada si pemberi hutangÂ
Betulkah orang berhutang karena dalam keadaan terjepit atau karena kepepet dengan kebutuhan mendesak? Faktanya sekarang banyak orang berhutang karena sudah menjadi gaya hidup. Ia senang berhutang.
Tanpa disadari gaya hidup itu tercipta karena sekeliling kita yang mendorong  untuk hidup konsumtif. Misalnya, membeli kendaraan dengan kredit dan cicilan murah. Ini adalah hutang.
Gaya hidup di kota besar juga menjebloskan kita dalam pola hidup konsumtif. Nongkrong di kafe, beli barang branded dll. Supaya tidak kalah gengsi, maka berhutang untuk memenuhi gaya hidup tersebutÂ
Contoh kasus adalah ketika ada teman yang ingin menikah, menyewa gedung, catering, busana pengantin dll. Sementara itu, sebenarnya ia tidak memiliki kind kedua yang cukup. Teman ini berusaha berhutang ke bank dengan menjaminkan sesuatu.
Benar bahwa pesta pernikahan itu sukses dan meriah. Tapi sayangnya setelah itu hidup mereka kembang kempis, tinggal di rumah kontrakan dan makan minimalis. Sebab, penghasilan mereka digunakan untuk membayar hutang di bank.
Kasus yang lebih parah misalnya meminjam uang kepada teman lain untuk pesta pernikahan. Ia meminjam dengan memaksa, jika temannya menolak, dikatakan pelit, tida mau menolong. Lho, ini kan pernikahan dia, kenapa menyusahkan orang lain?
Kalau tidak sanggup membuat pesta pernikahan yang besar, tidak perlu memaksakan diri hanya demi gengsi. Dalam agama Islam, pernikahan seharusnya dipermudah, bukan mempersulit diri.Â
Kasus lain adalah kegemaran berhutang ini untuk memenuhi gaya hidup sehari-hari. Misalnya membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan hanya karena ia sangat menginginkan barang itu.
Belum lagi kebiasaan hutang di warung untuk rokok, makanan dsb. Dan kemudian selalu mengelak dengan berbagai alasan ketika ditagih.
Bahkan tak jauh, orang yang berhutang tidak malu marah-marah kepada orang yang meminjamkan uang. Seolah-olah orang yang menagih adalah orang yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Padahal si penghutanglah yang berbuat zalim sama dia.
Beberapa hal ini perlu dicamkan kepada si penghutang;
1. Orang yang meminjamkan uang belum tentu karena ia banyak uang. Ia mengira bahwa si peminjam betul-betul membutuhkan uang untuk masalah yang urgent. Ia mengalah untuk membantu dahulu.
2. Jika orang menagih, belum tentu berarti dia pelit. Tapi dia sedang membutuhkan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.
3. Jangan menganggap remeh hutang. Tidak mau membayar hutang bukan saja menzalimi orang yang meminjamkan. Tapi ada pertanggungjawaban di alam kubur nanti. Roh orang yang berhutang akan digantung oleh malaikat Munkar dan Nakir.
4. Dengan tidak mau membayar, kredibilitasmu akan hilang. Orang-orang tidak akan mau percaya lagi dalam hal apapun. Mereka memandang rendah kepada kamu.
Karena itu, hilangkan kebiasaan berhutang. Biarlah miskin asal tidak memiliki hutang. Dengan demikian kehormatanmu akan terjaga.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI