Dalam beberapa hari terakhir, mantan presiden kelima, Megawati Soekarnoputri ikut aktif berkampanye. Ia menyerukan agar masyarakat berbondong-bondong datang ke TPS pada tanggal 27 April nanti.
Namun dalam kampanye tersebut, Megawati selalu  melarang dan mencela orang yang ingin memilih golput. Jelas dia tidak menyukai golput. Megawati berharap agar orang orang tersebut memilih Paslon nomor satu.
Dari hari ke hari, tampaknya Megawati semakin lebay menyoroti golput. Pernyataan pernyataan yang dikeluarkan semakin tajam dan menghina.
Megawati mengatakan bahwa golput adalah orang orang yang pengecut. Bahkan golput disarankan untuk keluar dari WNI.
Menurut dia, orang yang mencari makan di Indonesia tidak boleh golput. "Kamu makannya darimana?Â
Pantaskah Megawati mengatakan hal hal seperti itu? Sebenarnya hal itu tidak layak dikatakan seorang pemimpin.
Pertama harus diingat, bahwa soal memilih adalah merupakan hak asasi manusia, termasuk memilih golput. Maka tidak ada alasan bagi Megawati untuk memaksa orang lain.
Kedua, soal makan dan mencari rejeki itu juga merupakan hak asasi manusia. Selama dia tidak mengemis kepada manusia lainnya, biarkan dia bebas.
Lagipula persoalan rejeki adalah urusan Tuhan. Kalau Tuhan saja membebaskan hambaNya mencari rejeki dimana saja, mengapa Megawati yang hanya manusia melarang.
Ingat lho, tanah air Indonesia ini bukan milik perorangan. Ini milik Tuhan yang dititipkan, diamanatkan kepada orang orang tertentu. Jadi jangan pongah seakan kalian yang memberi makan manusia lain.
Golput bukan pengecut. Mereka adalah orang-orang yang memiliki hati nurani. Mereka memilih golput karena mengetahui kebusukan yang ada di kedua kubu.
Bayangkan jika hati tidak sreg terhadap sesuatu, kalau dipaksakan rasanya mau muntah. Begitu pula dengan pendapat orang lain, harus dihargai dan dihormati.Â
Sebenarnya golput adalah bagian dari kebhinekaan, bagian dari kebebasan berpendapat. Ini adalah cermin demokrasi.
Di setiap negara, golput juga ada. Bahkan untuk negara negara super power, mereka juga eksis. Tetapi tokoh tokoh di negara lain tidak sampai memaksa dan mencela seperti itu.Â
Jika ingin mengambil hati untuk swing voters, tidak perlu mencela dan menghina. Justru itu akan mendorong mereka semakin kekeuh memilih golput.
Mereka tidak suka dipaksa oleh orang lain. Semakin ditekan, maka mereka semakin memberontak.
Dalam agama saja tidak ada paksaan, apalagi dalam berpolitik. Ini hanya memperlihatkan bahwa ia seorang otoriter.
Seharusnya Megawati membujuk dengan pidato agitasi yang dicontohkan bapaknya. Bung Karno mampu menggerakkan hati pemuda pemudi tanpa paksaan.
Misalnya dengan menggugah bahwa masa depan bangsa dan negara ini ada di tangan rakyat. Karena itu rakyat memiliki tanggung jawab untuk memilih pemimpin yang baik.
Belajarlah dari pidato pidato Bung Karno. Terutama yang ada di buku DBR (Di bawah Bendera Revolusi). Atau Megawati tidak pernah lagi membuka buku keramat tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H