Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Instruksi Putihkan TPS, Gas-Pol Jokowi yang Kebablasan

29 Maret 2019   15:49 Diperbarui: 29 Maret 2019   16:08 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari gambar paslon di medsos

Dalam sebuah kampanye beberapa hari yang lalu, Capres Jokowi meminta kepada para pendukungnya untuk berbaju putih saat pemungutan suara di TPS. Seruan untuk memutihkan TPS ini menurut saya sudah kebablasan.

Semakin dekat dengan hari pencoblosan, kedua Paslon memang tak salah jika kemudian Gas-Pol, memaksimalkan kampanye untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya. Dalam hal ini tampak Paslon nomor satu teramat semangat.

Namun jangan karena itu segala jargon, janji dan langkah yang diambil membabi buta. Sehingga dampaknya tidak dipikirkan dengan baik. Terutama untuk kemaslahatan bangsa dan negara.

Instruksi Jokowi untuk berbaju putih pada hari pencoblosan, sudah berlebihan. Lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Padahal, hal ini tidak berpengaruh pada hasil suara kelak.

Bagaimana saya menyimpulkan seperti itu? Marilah kita pikirkan dengan hati dan kepala dingin. Berikut ini dampak yang bisa ditimbulkan dari pelaksanaan berbaju putih.

Pertama, berbaju putih untuk para pendukung Paslon tertentu, telah melanggar asas luber dalam pemilu. Ingat bahwa pada prinsipnya pemilu seharusnya rahasia. Mana yang dicoblos hanya diketahui dia dan Tuhan.

Jika pendukung Paslon tertentu memakai'seragam', maka semua orang akan menduga bahwa dia mencoblos di  'A'. Ini jelas bukan menjadi rahasia lagi. Ia ketahuan memilih siapa.

Apa perlunya menunjukkan dia memilih siapa?  Di mana pun di dunia ini, yang namanya pemilu, tidak diperlihatkan secara terang terangan siapa mendukung siapa.

Kedua, mengundang bully dari kelompok pendukung lawan. Bayangkan jika anda berada dalam lingkungan yang di sekitar anda adalah pendukung Paslon  sebelah.

Anda akan menerima resiko untuk dibully, dikucilkan hingga dizalimi. Ini berlaku untuk kedua kelompok pendukung. Anda pasti merasa tidak nyaman dan kehidupan anda terusik. 

Begitu pula yang terjadi pada orang lain yang berada dalam kelompok minoritas yang mendukung Paslon di wilayah lain. Mereka akan kehilangan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari jika ketahuan memilih Paslon yang didukung mayoritas penduduk setempat.

Ketiga, mengkotak-kotakkan masyarakat, dan ini akan memicu perpecahan. Sudahlah cukup bahwa masalah SARA menjadi rentan untuk diadu domba.

Ini sama saja memecahkan masyarakat dalam dua katagori, pendukung si 'A' dan  pendukung si "B'. Hal ini bisa menimbulkan pergesekan di antara mereka, mengarah pada konflik horizontal.

Bagaimana pertanggungjawaban kita pada para pendiri bangsa, jika memecah belah masyarakat untuk meraih kemenangan menjadi penguasa? Padahal mereka sudah bersusah payah menyatukan bangsa dan negara ini.

Pemakaian baju putih ketika di TPS bisa mendorong pergesekan itu. Bagaimana nanti sikap yang kalah? Jika satu kelompok tidak menerima dan mengamuk, maka teridentifikasi siapa yang menjadi musuh dengan bajunya.

Karena itu, demi kelancaran penyelenggaraan pilpres dan keutuhan bangsa dan negara, saya mengimbau agar Presiden mencabut instruksi ini. Ingatlah pesan Bung Karno, 'apapun bayarannya persatuan dan kesatuan harus tetap dipertahankan'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun