Beberapa hari lagi hari raya kaum Tionghoa, Imlek akan tiba. Wilayah Pecinan di Glodok mulai menampakkan kemeriahannya.
Jumat pagi saya pun menyusuri jalan dan gang sempit di Glodok. Aroma Imlek semakin kuat terasaÂ
Kopi es Tak Kie
Saya memasuki gang Gloria, dimana terdapat kedai kopi es Tak Kie yang legendaris itu. Waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi, kedai itu hampir penuh dengan orang sarapan.
Tadinya saya berniat memesan nasi tim yang tersedia di sini. Gerobak di depan mencantumkan daftar makanan nasi tim dan nasi campur.
Kemudian pelayan lelaki yang tampaknya berasal dari Jawa berbisik agar tidak memesan makanan di situ karena mengandung babi. Sebab saya muslim tentu tidak boleh memakan makanan sejenis itu.
Namun karena saya lapar, saya memesan soto Betawi yang ada di kedai sebelah. Â Pelayan itu yang menyarankan. Lebih aman karena penjualnya orang Betawi asli.
Sebagian pengunjung adalah langganan setiap hari. Sedangkan sebagian lainnya adalah turis yang ingin tahu seperti saya. Bahkan ada orang asing yang juga ambil foto di sana.
Ada banyak pigura foto yang dipajang, bukan hanya kliping berita tentang kedai ini. Saya melihat juga ada foto Presiden Jokowi yang pernah mencicipi kopi es iniÂ
Petak Sembilan
Setelah puas dan kenyang, saya lanjutkan perjalanan untuk melihat persiapan Imlek. Kios kios kecil  dari depan kedai kopi sampai kios di pinggir jalan telah menjajakan perlengkapan Imlek.
Kemudian saya memasuki gang Petak Sembilan untuk mencari kelenteng atau Vihara yang terkenal di sini dengan sebutan Vihara Dharma Bakti. Â Gang ini juga dipenuhi pedagang perlengkapan Imlek, termasuk baju baju berwarna merah keemasan.
Kelenteng atau Vihara
Nama asli dari Vihara ini adalah Kim Tek Ie. Seperti pada umumnya, kelenteng ini didominasi warna merah. Sayangnya Vihara ini lagi direnovasi di beberapa bagian.
Ada sepotong taman dengan pohon beringin di tengah. Cukup menyenangkan duduk di bangku taman karena banyak angin yang menyejukkan.
Saya sempat melongok ke dalam. Ada seorang gadis yang sedang berdoa dengan khusyuk. Saya tidak ingin menganggunya.
Ada spanduk di dinding yang menyatakan menolak segala bentuk radikalisme. Vihara juga menolak jika dijadikan tempat untuk kampanye pemilu.
Setelah puas melihat lihat, saya pun keluar dari kelenteng tersebut. Saya mengambil gang lain untuk menuju jalan raya Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H