"Oh ya, kebetulan. Aku ingin membuat siluet dengan latar belakang sunset," kataku ringanÂ
Ia tersenyum. Aku mengulurkan gawai di tanganku. Ia mempelajari sejenak lalu mengangguk.
"Tak, siap. Sebaiknya mbak di sebelah sana agar siluetnya sempurna."Â
Ah, ternyata dia tahu betul bagaimana membuat siluet yang aku inginkan. Hasilnya betul betul bagus. Aku puas.
"Mbak sendiri saja?" Tanya dia.
"Iya, kebetulan lagi tugas kantor ke sini," jawabku.
Lalu kami berkenalan. Dia bernama  Bagas. Seumur hidup Bagas tinggal di tepi pantai. Rumahnya yang ditinggali bersama ibunya, tak jauh dari tempat itu.
Bagas mengaku sebagai nelayan. Tapi sebenarnya dia memiliki beberapa perahu yang disewakan kepada orang lain. Selain itu, ia memiliki toko yang menjual souvernir dan oleh oleh makanan khas daerah setempat.
Perkenalan kami tak berhenti di situ. Meski aku telah kembali ke Jakarta, ia tetap senang menghubungi via WA. Cara pendekatan dia yang menyenangkan membuat aku merasa nyaman.
Hubungan kami pun semakin akrab. Kadang dia sengaja berkunjung ke Jakarta sewaktu akhir pekan, sekedar mengajak makan atau nonton bioskop.
Dan aku juga sering kembali ke pantai itu, meski tidak ada tugas dari kantor. Â Hanya untuk menikmati matahari terbenam bersamanya. Semua terasa mengalir begitu saja.