Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Memacu Adrenalin dengan Panjat Tebing Gunung Parang, Purwakarta

28 Desember 2018   19:11 Diperbarui: 28 Desember 2018   22:47 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
difoto dari puncak (dok.pri)

Sekitar 100 meter memanjat, perut saya mulai mual. Mungkin karena perut tertekan ketika memanjat. Akhirnya saya minta permen pada salah satu anggota yang kebetulan membawanya. Permen itu berhasil menghilangkan rasa mual tadi, saya lanjutkan perjalanan ke atas.

di tengah tebing (dok.pri)
di tengah tebing (dok.pri)
Saya sempat mengeluh juga dalam hati karena teman-teman mendaki lebih cepat sehingga saya tertinggal, meski masih ada dua laki-laki di belakang saya. Untunglah si 'Aa' sangat sabar dan turun menemani saya serta memberi semangat. Ia juga yang mengambil foto saya ketika memanjat.

Pada ketinggian 300 meter ada spot berhenti, dimana semua anggota difoto satu persatu. Spot itu cukup aman karena kami diikat dengan dua kaitan besi yang menahan kami dari berat badan. Kami bisa foto dengan lepas tangan, dengan latar belakang jurang yang dalam. 

Setelah itu kami memanjat lagi sekitar seratus meter. haduh, rasanya tenaga ini terkuras habis. Kaos dan jilbab sudah basah kuyup karena keringat. kaki dan tangan sudah terasa kebas. Kalau sampai puncak, jelas saya tidak kuat. Gunung ini tingginya sekitar 900 meter.

memutari tebing (dok.pri)
memutari tebing (dok.pri)
Kebetulan sebagian besar anggota juga setuju kalau cukup separuh gunung, setelah itu kami berjalan di sisi tebing, memutar. tetap saja ini cukup berat dan mencekam, karena hanya dengan satu pijakan dan jurang menganga di bawah. Tapi saya justru menikmati jantung yang berdetak cepat.

Di tengah tebing, Si 'Aa' mengabadikan kami dari atas. Saya kagum sama dia, begitu lincahnya tanpa merasa takut terjatuh. Dia mengingatkan saya pada kambing gunung yang bisa memanjat ke bagian ekstrim tanpa pengaman dan tidak pernah jatuh.

difoto dari puncak (dok.pri)
difoto dari puncak (dok.pri)
Perjalanan ke bawah, jelas harus mundur di sisi yang lain. Ini juga terasa sangat berat karena kaki dan tangan sudah sangat pegal dan kebas. Seringkali saya berhenti untuk tarik nafas dan melonggarkan otot.  Posisi saya betul-betul paling belakang. Anggota yang lain begitu cepat turun.

Akhirnya dengan nafas lega, saya berhasil menyelesaikan turun tebing. Meski dengan langkah yang gontai dan gemetar, kembali ke tempat pos pertama. Si pemandu yang baik, menuntun saya sehingga tidak terjatuh kelelahan. Di pos, teman-teman sudah tergeletak istirahat.

Saya minum untuk menyegarkan diri sambil meluruskan kaki. Kami beristirahat sampai lepas Maghrib, setelah itu bersiap-siap turun. Sebelum kembali ke Jakarta, kami makan malam di daerah Plered.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun