Sekitar 100 meter memanjat, perut saya mulai mual. Mungkin karena perut tertekan ketika memanjat. Akhirnya saya minta permen pada salah satu anggota yang kebetulan membawanya. Permen itu berhasil menghilangkan rasa mual tadi, saya lanjutkan perjalanan ke atas.
Pada ketinggian 300 meter ada spot berhenti, dimana semua anggota difoto satu persatu. Spot itu cukup aman karena kami diikat dengan dua kaitan besi yang menahan kami dari berat badan. Kami bisa foto dengan lepas tangan, dengan latar belakang jurang yang dalam.Â
Setelah itu kami memanjat lagi sekitar seratus meter. haduh, rasanya tenaga ini terkuras habis. Kaos dan jilbab sudah basah kuyup karena keringat. kaki dan tangan sudah terasa kebas. Kalau sampai puncak, jelas saya tidak kuat. Gunung ini tingginya sekitar 900 meter.
Di tengah tebing, Si 'Aa' mengabadikan kami dari atas. Saya kagum sama dia, begitu lincahnya tanpa merasa takut terjatuh. Dia mengingatkan saya pada kambing gunung yang bisa memanjat ke bagian ekstrim tanpa pengaman dan tidak pernah jatuh.
Akhirnya dengan nafas lega, saya berhasil menyelesaikan turun tebing. Meski dengan langkah yang gontai dan gemetar, kembali ke tempat pos pertama. Si pemandu yang baik, menuntun saya sehingga tidak terjatuh kelelahan. Di pos, teman-teman sudah tergeletak istirahat.
Saya minum untuk menyegarkan diri sambil meluruskan kaki. Kami beristirahat sampai lepas Maghrib, setelah itu bersiap-siap turun. Sebelum kembali ke Jakarta, kami makan malam di daerah Plered.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H