Kami bermaksud ke tiga tempat, dan pulang setelah maghrib. Dua tujuan adalah kelenteng yang cukup terkenal, setelah itu berakhir di tepi laut Tanjung Pinang. Maka kami melaju dengan sepeda motor di jalan raya yang tidak terlalu sibuk.
Kami berdua senang ngebut (jangan ditiru lho). Meski jalanan berlubang, enggan untuk menginjak rem. Kadang-kadang terloncat-loncat dari sadel. Kami hanya menikmatinya sambil tertawa-tawa. Begitulah kelakuan pemotor yang norak.
Kelenteng Avalokitesvara Graha
Tujuan pertama adalah kelenteng Avalokitesvara Graha, yang lokasinya hanya 14 km dari pusat kota Tanjung Pinang. Terletak di jalan raya WR Supratman yang menuju Tanjung Uban. Kelenteng ini adalah termasuk yang terbesar di Asia Tenggara, luas dan megah.
Vihara atau kelenteng ini menjadi pusat belajar biksu dari Malaysia, Singapura dan Thailand. Bahkan ada juga yang datang dari Tiongkok. Â Saya melihat beberapa biksu yang sedang merawat tanaman, dan ada juga yang sedang membersihkan halaman.
Di hari-hari libur, banyak wisatawan yang datang dari dalam dan luar negeri. Tetapi karena saya datang pada hari kerja, maka kelenteng ini cukup sepi. Ada sih yang datang beberapa orang lagi, mereka adalah pasangan muda yang sedang berpacaran.
Ada taman dan kolam kecil di depan bangunan vihara. Banyak juga patung-patung di sini. Berhubung saya tidak begitu hafal dewa dan dewi dari  etnis Tionghoa, saya hanya berfoto dengan salah satu patung yang tidak saya kenal.
Di dalam bangunan utama ada patung Dewi Kuan Yin Phu Sha dalam ukuran sangat besar, terbuat dari tembaga seberat 40 ton dan dilapisi emas. Berhubung lagi ada peribadatan, saya tidak berani masuk, kuatir mengganggu para biksu. Saya hanya memperhatikan dari luar.
Puas menikmati vihara yang diresmikan Menteri Agama pada tahun 2009 ini, saya mengajak keponakan untuk meninggalkan tempat tersebut. Kami pun kembali menyusuri jalan raya, menuju Senggarang. Ada vihara tua yang sangat terkenal, jaraknya sekitar satu jam naik motor dari pusat kota.