Tentara Belanda berhasil menemukan persembunyian keluarga Adinda dan teman-teman lain yang bergerilya. Mereka menembak  para pejuang tersebut hingga tewas di tempat. Nyawa Adinda melayang, tubuhnya terbujur kaku di samping jenazah ayahnya.
Saidjah datang terlambat. Ia menangis melihat sang kekasih pergi untuk selamanya. Kain yang dibeli untuk pernikahan mereka, diselimutkan ke tubuh Adinda.
Saidjah mengamuk kepada tentara Belanda yang membunuh kekasihnya. Ia menembaki pasukan Belanda sejadi-jadinya. Setelah itu Saidjah bunuh diri dengan menggunakan sebuah bayonet yang ditikamkan ke dadanya. Â Ia tewas menyusul Adinda.
Kisah cinta yang tragis ini kemudian diabadikan di museum Multatuli Rangkasbitung, Lebak.  Ada sebuah perpustakaan yang diberi nama  Perpustakaan Saidjah dan Adinda.  Di sisi kiri museum terdapat beberapa patung yang menggambarkan kisah tersebut.
Patung utama adalah patung Multatuli yang sedang membaca buku di perpustakaan. Beberapa meter di sebelah kanan ada patung Adinda yang sedang menunggu kedatangan Saidjah. Sedangkan patung Saidjah ada di bawah, di kiri depan patung Multatuli.
Saya pun akan merasakan penderitaan yang sama jika saya menjadi Adinda. Sungguh kejam para penjajah, baik itu orang Belanda ataupun dari pribumi yang membantu mereka. Â Orang-orang yang haus kekuasan dan tak peduli pada nasib orang lain.