Kaum muslim di Indonesia memang yang jumlahnya yang terbesar di dunia. Tetapi bukan berarti jumlah yang banyak itu menjamin bahwa mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama Islam itu sendiri dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, adalah persoalan Zakat dan Wakaf.
Kenapa bisa begitu? Persoalan utama adalah orang Indonesia pada umumnya malas membaca. Apalagi sekarang mereka keranjingan media sosial, yang 'dipantengin' hanya status di media sosial, tetapi tidak mau membaca buku atau literasi lainnya. Padahal untuk mendapatkan ilmu yang benar melalui literasi yang benar.
Karena itulah banyak persoalan yang menjadi 'gagap' dalam penyelesaiannya karena ketidakmengertian dan ketidakpahaman mereka akan persoalan tersebut. Hal itulah yang menimbulkan rentannya masyarakat terhadap konflik horisontal, mengandalkan informasi yang salah tanpa mencoba menggali melalui literasi.
Begitu pula dengan masalah zakat dan wakaf. Banyak yang mengira bahwa Zakat hanya dikeluarkan pada bulan Ramadan. Ini terkait dengan perintah tentang zakat fitrah. Padahal cakupan tentang zakat sangat luas. Ada zakat harta, ada zakat mal, zakat emas dsb.Â
Sedangkan pengertian Wakaf lebih sering dianggap sebagai tanah yang diberikan untuk kegiatan sosial. Padahal wakaf juga bisa berbentuk macam-macam, termasuk uang tunai. Baik zakat  (kecuali zakat fitrah) dan wakaf, dapat diberikan di luar bulan suci Ramadan.
Satu hal yang tidak disadari oleh umat muslim Indonesia, ada potensi hebat yang terkandung dalam zakat dan wakaf. Hal ini pula yang ingin disosialisasikan oleh Ditjen Bimas Islam, Kementerian Agama RI melalui Lokalatih Pengembangan  Literasi Zakat dan Wakaf untuk para penyuluh non PNS dari seluruh Indonesia.
Kegiatan lokalatih ini diikuti para penyuluh non PNS dari 34 provinsi, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Sejatinya mereka adalah ujung tombak kementerian agama di pelosok pelosok terpencil dan menjangkau masyarakat hingga level terbawah. Jika mereka mendapatkan pemahaman yang benar tentang zakat dan wakaf, maka baik pula informasi yang didapat masyarakat.
Acara ini dibuka langsung oleh Prof Muhammadiyah Amin M.Ag, Dirjen Bimas Islam yang sekaligus menjadi narasumber pertama kegiatan ini. Â Pak Amin ini menguraikan tentang 80 % penduduk Indonesia yang beragama Islam, tetapi sangat sedikit yang mengetahui zakat dan wakaf dengan baik.
Tahukah kalian bahwa potensi zakat dan wakaf bisa mencapai 217 Triliun pertahun? Â atau 3.4 % dari total PDB. Sayangnya penghimpunan zakat ini belumlah maksimal. Sementara potensi tanah wakaf ada 4.359. 443.170. m persegi, yang berarti lima kali luas negara tetangga Singapura.
Nah, dari sini kita bisa melihat bahwa zakat dan wakaf merupakan pilar ekonomi syariah  dan intrumen ekonomi umat yang sangat potensial.Karena itu zakat dan wakaf menjadi kebijakan strategis Ditjen Bimas Islam dalam mengembangkan ekonomi umat Islam.
Hal itu perlu disebarkan dan disosialisasikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, melalui lokalatih Pengembangan Literasi Zakat dan Wakaf ini, diharapkan para penyuluh mampu menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat yang selama ini dibina mereka.
Tujuannya adalah, pertama meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban membayar zakat dan wakaf. Kedua, menyebarluaskan regulasi kebijakan pemerintah tentang pengelolaan zakat dan wakaf. Ketiga, zakat dan wakaf diharapkan menajdi bagian dari tema sentral dalam setiap kesempatan berdakwah.
Anak Muda Penggerak Zakat dan Wakaf
Ada hal yang membanggakan dari para mahasiswa yang sudah terjun langsung menghimpun dana zakat dan wakaf dari untuk membangun negeri. Mereka adalah mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Indonesia, calon generasi penerus bangsa. Dalam usia yang masih muda ini, mereka sudah tertarik untuk melakukan hal yang bermanfaat bagi sesama.
Pada mulanya, dana yang dihimpun berasal dari para alumni Universitas Indonesia. Biasanya, mereka yang sudah berhasil mencapai karir, akan selalu memberikan kontribusi kepada almamaternya dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk memberikan zakat dan wakaf.
Anak-anak muda ini sudah pandai mengelola zakat dan wakaf menjadi sesuatu yang produktif. Misalnya, di atas tanah wakaf didirikan bangunan yang dapat disewakan. Hasil sewa tersebut bisa diputar lagi untuk pengembangan ekonomi sektor lainnya.Â
Jika zakat dan wakaf ini bisa dihimpun sesuai dengan jumlah penduduk, sebenarnya Indonesia tak perlu berhutang lagi ke luar negeri. Potensi zakat dan wakaf dapat membangun infrastruktur dan industri-industri yang membuka lapangan pekerjaan. Karena itu perlu penyadaran bagi masyarakat melalui para penyuluh agama.
Media Sosial
Kita menghadapi era modern dimana media sosial menjadi alat utama penyebaran informasi. Daripada masyarakat memakan hoax, lebih baik menyebarkan informasi yang bermanfaat seperti tentang zakat dan wakaf ini. Meski dunia media sosial identik dengan dunia anak muda, selayaknya para penyuluh agama menguasai hal ini agar lebih maksimal dalam berdakwah.
Kekurangan generasi terdahulu tentang teknologi media sosial harus dipangkas. Bagaimana bisa menyampaikan persoalan zakat dan wakaf secara maksimal jika tidak mengerti media sosial? Padahal, orang-orang yang memiliki ponsel pintar cenderung memilih media sosial dalam emncari informasi.
Dalam lokalatih Pengembangan Literasi Zakat dan Wakaf ini, ditekankan pula bagaimana penggunaan media sosial untuk menyampaikan tentang zakat dan wakaf. Hadir pula selebriti yang dikenal dalam acara religius salah satu televisi swasta "Damai Indonesiaku", yaitu David Chalik.
Saya sebagai blogger juga berkewajiban menyampaikan informasi yang bermanfaat, termasuk zakat dan wakaf melalui tulisan. Namun tidak hanay itu, sebagai influencer, saya juga menggunakan media sosial seperti instagram, twitter dan facebook. Media sosial memang sangat ampuh dalam menyebarkan informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H