Selama ini saya 'under estimate' terhadap ekspor Indonesia. Â Bagaimana tidak, kita selalu dalam keadaan defisit karena impor jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor. Saya pikir, apa yang bisa dibanggakan dari produk Indonesia karena produk luar negeri lebih bagus dari segi kualitas dan kuantitas.
Namun pandangan saya berubah ketika menghadiri forum Bakohumas yang diselenggarakan Kementrian Perindustrian, Kamis 26 Juli 2018. Dalam acara tersebut, Kemenperin memaparkan potensi industri makanan dan minuman  dalam negeri yang sedang mengacu ke industri 4.0
Forum diskusi ini membuka mata saya terhadap potensi industri makanan dalam negeri untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekspor makanan-makanan produksi Indonesia telah merambah ke berbagai negara.Â
 Bahkan produk makanan yang biasa kita temui sehari-hari sudah dikenal hingga lebih dari 50 negara. Wow, ini berarti ekspor makanan dan minuman memberi pendapatan yang cukup tinggi kepada negara. Tak salah jika saya memprediksi bahwa industri makanan bisa menjadi primadona ekspor Indonesia dalam waktu dekat.
Niken menyampaikan harapan Presiden Jokowi,"Rakyat jangan sampai menunggu informasi dari Pemerintah.".
Oleh sebab itu Bakohumas harus menjalankan perannya menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat. Infromasi tersebut mencakup apa yang telah, sedang dan akan dilakukan pemerintah dalam menjalankan program-programnya. hal ini sejalan dengan kepentingan nasional dan kepentingan global.
Menurut Niken, ada dua strategi yang harus dilaksanakan. Pertama adalah ATL (Above The Line), yaitu semua kementrian, lembaga dan daerah menyampaikan informasi melalui media arus utama seperti TV, Radio, media cetak, media online hingga media sosial. Sedangkan strategi kedua BTL (Below The Line) adalah menyampaikan informasi melalui forum diskusi, dialog publik atau konferensi pers.
Industri 4.0
Bagaimana industri makanan bisa mengarah pada industri 4.0? Ada beberapa hal yang membuat industri makanan menjadi hebat. Antara lain:
1. Mendatangkan banyak modal melalui investasi.
2. Menciptakan lapangan pekerjaan
3. Semakin banyak orang yang bisa berjualan produk olahan makanan
4. Memacu pertumbuhan daerah agar lebih sejahtera
Nilai ekspor industri makanan Indonesia pada tahun 2017 mencapai 49,60 Miliar Dolar, sedangkan impor makanan hanya senilai 14 Miliar Dolar. Luar biasa, ternyata produk makanan Indonesia disukai penduduk manca negara. Produk makanan yang berlimpah ini juga telah mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Investasi datang dari dalam dan luar negeri. Pemasukan investasi dari dalam negeri sejumlah 31 Miliar Rupiah pada tahun lalu. Sementara investasi yang berasal dari luar negeri mencapai 1.545.47 USD, atau senilai 22 Miliar Rupiah. Cukup tinggi bukan?
Dengan tingginya investasi, maka industri makanan ini menyerap 1.041.266 pekerja. Di samping itu juga menciptakan 8.507 unit usaha yang mencakup jajanan enak yang biasa kita makan sehari-hari.
Hal yang menggembirakan tersebut harus diimbangi dengan menjaga kualitas agar selalu memenuhi standar internasional. Terutama menjaga agar industri makanan terjamin sehat untuk konsumen.
Kebijakan pemerintah seperti:
1. Keringanan pajak (Tax holiday dan Tax Allowance)
2. Memberikan bantuan peralatan, mesin, dan promosi ke luar negeri.
3. Memberi pelatihan desain, teknologi dan keterampilan bau pegawai di perusahaan
4. Peraturan dan standarisasi agar kualitas produk Indonesia tidak kalah dengan negara lain.
PT Mayora
Kami diajak melakukan kunjungan ke pabrik PT Mayora yang berada di kawasan Tangerang. Dengan menggunakan bis, kami tiba di pabrik PT Mayora Jatake dua. Â Kami langsung disambut pihak manajemen PT Mayora.
 PT Mayora tbk  adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1977 ini menjadi perusahaan publik pada tahun 1990. Ada enam divisi yang masing masing menghasilkan produk yang berbeda, tetapi tetap terintegrasi.
Satu hal yang membuat saya takjub adalah bahwa PT Mayora telah mengekspor produk makanan hingga ke 80 negara. Luar biasa, padahal menembus pasaran negara-negara Barat, terutama Eropa cukup sulit karena standar mereka yang tinggi.
Pabrik yang kami datangi ini menghasilkan biskuit Roma, Sari Gandum, Slai O'lai, Much Better, Royal Choice, Coffee Joy, Cheese'kress. Saya baru tahu kalau minuman Le Mineral dan teh Pucuk Harum juga produksi PT Mayora. Boleh dikatakan, makanan dan minuman ini yang saya konsumsi sehari-hari.
Kami diberi kesempatan meninjau langsung pembuatan biskuit. Sebelum masuk pabrik, kami menggunakan pakaian khusus, masker dan penutup kepala. Lalu mencuci tangan dan membersihkan sepatu di tempat yang telah disediakan.
Kami menyaksikan proses pembuatan biskuit. Ada jalur yang menyalurkan dan mencetak coklat sebagai isi dari biskuti. Ingat lho, biskuit Better dalamnya coklat. Lalu mesin-mesin mencetak bsikuit itu dengan cepat.
Biskuit-biskuit selalu diperiksa ukuran dan beratnya. Bahkan diteliti apakah ada yang retak atau tidak. Para keryawan bekerja dengan cepat dan seksama, menjaga kualitas biskuit yang dihasilkan.
Di bagian packing, ada penggunaan robot yang mengangkat biskuit yang telah dikemas dan dimasukkan ke dalam kardus. Kami menyaksikan tumpukan kardus yang menjulang tinggi di atas rak-rak besi. Kardus-kardus itu telah dikelompokkan sesuai dengan jenis biskuit.
Di belakang pabrik telah berderet angkutan truk dan kontainer yang siap memasarkan biskuit-biskuit itu ke seluruh daerah. Begitu pula kardus-kardus yang disipakan untuk ekspor menuju pelabuhan-pelabuhan. Sungguh pemandangan yang menumbuhkan semangat.
Hari itu, saya mendapat banyak pelajaran tentang industri makanan dalam negeri yang luar biasa. Saya berharap bahwa industri ini mampu menjadi primadona ekspor di masa  mendatang. Jika industri ini terus meningkat, maka kesejahteraan masyarakat Indonesia juga meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H