Munculnya program sahur on the road adalah karena adanya semangat berbagi. Orang orang yang memiliki kelebihan rejeki, Â membagi makanan untuk sahur di jalan jalan, Â dimana banyak tunawisma berkeliaran. Â Jadi lebih dari bersedekah kepada pengemis.Â
Selama beberapa tahun program ini menjadi primadona di televisi nasional setiap bulan Ramadhan. Kemudian program ini banyak diikuti berbagai organisasi. Bahkan juga ada yang perorangan.Â
Sekilas program ini tampak bagus. Berbagi rejeki adalah anjuran dalam agama. Kita wajib menolong orang miskin. Ada ganjaran pahala untuk orang yang memberi makan orang lain.Â
Dalam kitab suci Alquran dan hadits Rasulullah ditegaskan bahwa dalam setiap rejeki yang kita dapatkan terdapat hak kaum dhuafa. Maka sahur on the road tidak menyalahi aturan agama. Hanya menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya.Â
Namun mari kita telaah, apakah sahur on the road memiliki banyak manfaat bagi orang lain. Atau justru mengandung mudharat yang seharusnya kita hindari. Baik bagi kita maupun bagi kaum dhuafa.Â
Pertama, sahur on the road hanya berbagi makanan dan kemudian di tinggal pergi. Setelah makanan habis, tidak ada yang meninggalkan bekas, apakah itu berupa peningkatan iman, Â ilmu agama atau pengentasan kemiskinan.Â
Kalau hal itu terjadi setiap tahun nyaris tidak ada dampak positif yang bisa dilihat. Hanya begitu begitu saja, tidak ada peningkatan. Kaum dhuafa masih berkeliaran di jalan, Â mengharap pemberian orang lain.Â
Itu berarti kita menciptakan masyarakat pengemis. Mereka menanti kedatangan orang lain yang bisa memberi sesuatu. Â Begitu terus menerus setiap hari.Â
Padahal apa yang diajarkan Rasulullah adalah memberi kail, Â bukan ikan. Sebagaimana kisah Rasulullah yang memberi kapak kepada seorang lelaki agar menjadi tukang kayu untuk menghidupi keluarganya.Â
Kedua, bagi orang orang yang melakukan sahur on the road kemungkinan akan lebih banyak menghabiskan waktu di jalan. Malah ada juga yang mampir ke kafe atau restoran. Padahal malam malam Ramadhan lebih tepat untuk menyelami firman firman Allah.Â
Dilihat dari sisi ini  jelas tak banyak manfaat sahur on the road bagi mereka. Bisa menjadi mudharat jika sisa waktu sahur digunakan untuk nongkrong dan ngobrol bersama teman teman. Pahala memang didapat dari berbagi,  tapi bisa juga terjerumus ke dalam dosa jika salah penempatan.Â
Lantas apakah sahur on the road harus dihentikan? Â Tidak juga. Tapi kita bisa memperbaiki dan menyempurnakan agar berkah bagi orang yang berbagi dan kaum dhuafa.Â
Berbagi sahur tidak perlu turun ke jalan. Â Ajak lah mereka yang berkeliaran itu masuk ke dalam masjid terdekat. Â Di sana mereka tidak hanya makan untuk sahur.Â
Ada beberapa hal yang bisa disasar.  Antara lain, mendekatkan hati mereka ke masjid agar tergugah untuk  beribadah.  Jika mereka sudah merasa nyaman di dalam masjid,  mereka tidak akan berkeliaran di jalan n
Lalu beri mereka ilmu agama. Tidak perlu disampaikan dengan gaya ceramah. Tetapi dengan cara bincang bincang akrab sebagai teman atau saudara. Â Dengan begitu mereka lebih mudah menerimanya.Â
Terakhir, Â ajak lah mereka beribadah bersama sama. Â Misalnya shalat Tahajud, Â berjamaah, bertadarus Alquran hingga menunggu waktu Subuh.Â
Dengan demikian sahur on the road lebih efektif dam memberi dampak positif. Â Secara tidak langsung menjadi program yang membangun mental masyarakat menjadi masyarakat beriman, Â khususnya kaum dhuafa. Â Kita sendiri juga yang akan mendapatkan keuntungannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H