Masih ingat insiden  wartawan yang melemparkan sepatunya kepada Presiden Amerika Serikat, George Bush pada tahun 2008 di Irak? Saat itu George Bush sedang mengadakan konferensi pers bersama pemimpin Irak, Nouri Al Maliki.  Wartawan itu bernama Muntazir Al Zaidi.Â
Muntazir tak dapat menahan kemarahannya kepada Presiden Amerika Serikat tersebut. Irak menjadi porak poranda karena ulah Amerika Serikat. Tetapi Bush memberi pernyataan seolah-olah Amerika Serikat tidak bersalah.  Karena itu Muntazir melepas sepatu serta melemparkannya  dan nyaris mengenai wajah George Bush.
"Ini adalah ciuman perpisahan dari rakyat Irak. Kamu an'''g," teriak Muntazir geram.Â
Peristiwa pelemparan sepatu ini menggemparkan seluruh dunia karena disiarkan oleh semua televisi internasional. Banyak orang yang memuji keberanian Muntazir. Dia satu-satunya orang yang tidak takut mempermalukan pemimpin dari negara adidaya. Muntazir menjadi simbol perlawanan kaum jurnalis terhadap kebohongan Amerika Serikat.
Namun akibat kenekadannya tersebut, Muntazir langsung ditangkap para pengawal. Ia dijebloskan ke dalam penjara selama sembilan bulan. Setelah keluar dari sel tahanan pada tahun 2009, Muntazir meninggalkan Irak. Walau begitu, rakyat Irak tetap menganggap dia sebagai pahlawan.
Untuk mengenang keberanian Muntazir Al Zaidi melempar sepatu kepada Presiden Amerika Serikat, masyarakat membuat monumen khusus berbentuk sepatu yang mirip dengan sepatu Muntazir. Tidak tanggung-tanggung, monumen itu dibuat dari perunggu. Lokasinya ada di kota Tikrit, Irak Utara. Sayangnya monumen itu akhirnya ditarik, tidak boleh dipajang oleh pemerintah Irak.
Muntazir kembali ke negaranya dan melihat kehidupan yang semrawut. Amerika Serikat menciptakan pemerintahan boneka yang tunduk kepada Paman Sam. Ladang-landang minyak dikelola oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Ironinya, orang Irak yang diangkap menjadi pejabat, justru melakukan korupsi dimana-mana.
Muntazir akhirnya memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Ia ingin menjadi anggota parlemen Irak yang sekarang tidak karuan. Menurut Muntazir, ia harus masuk ke dalam sistem agar dapat memperbaikinya.
Pemilu Irak akan digelar pada tanggal 12 Mei mendatang. Muntazir Al Zaidi telah berkeliling melakukan kampanye agar masyarakat memilihnya menjadi anggota DPR Irak. Â Selama 10 tahun Muntazir menulis tentang korupsi. Ia tahu telah terjadi pencurian aset-aset publik secara besar-besaran.
Muntazir menilai bahwa ia tidak akan bisa mengubah keadaan jika hanya berdiam diri. Para koruptor begitu bebas bergentayangan membuat rakyat Irak semakin miskin. Muntazir ingin memerangi korupsi dengan turut aktif dalam parlemen, bekerja dari dalam untuk membuat undang-undang dan peraturan baru.
Tentu saja Muntazir harus mendapatkan dukungan organisasi. Ia menjadi calon dari Aliansi Sairoun yang dipimpin ulama Syiah terkenal, Muqtada Al Sadr yang berkoalisi dengan partai komunis. Mereka mempunyai program menghapus sektarian dan memberantas korupsi agar rakyat Irak dapat fokus pada masalah sosial dan ekonomi.
Muntazir yakin koalisi itu adalah yang terbaik pada saat ini. Menurut dia, koalisi ini mewakili semua aliran dan golongan yang ada di Irak. Menurut survey situs 1001 Pikiran  Irak akan menjadi partai terbesar kedua, mengalahkan partai Fatah. Saingan terberatnya adalah koalisi  Nasr yang dipimpin Perdana Mentri Haider Al Abadi.
Kondisi Irak masih belum pulih pasca dihancurkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Apalagi kemudian juga dirusak oleh ISIS. Irak tidak memiliki dana yang dibutuhkan untuk membangun kembali perekonomiannya karena sumber minyak dikuras  oleh sekutu dan korupsi yang merajalela. Bagusnya, kedua koalisi yang bersaing tersebut, sepakat untuk menolak intervensi asing yang telah banyak merugikan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H