Antrean mulai bergerak ketika tenda dibuka dan petugas membagikan map kuning dengan logo imigrasi. Meski begitu tetap saja pergerakan itu sangat lambat. kami maju hanya semeter-semeter saja. Alhasil berjam-jam berdiri, kaki terasa menjadi kaku dan kram. Untuk mencapai tenda, dibutuhkan waktu sekitar tiga jam. Bayangkan betapa pegalnya kaki ini berdiri. Untung cuaca cukup bersahabat, tidak panas, juga tidak hujan.
Antrean bertambah panjang, masih saja banyak orang yang datang. Ini sih sudah jelas melebihi kuota yang ditetapkan. Saya dengar dari petugas, kalau kuota ditambah menjadi 2000 orang. Tetapi, orang yang datang melebihi ekspektasi. Ketika antrian saya mulai mendekati tenda, ada sedikit kekisruhan. Petugas membubarkan antrean orang-orang yang sudah tidak kebagian kuota. Mereka marah dan protes, berusaha merangsek ke depan.
Sekitar pukul 10.00 barulah saya kebagian masuk tenda, mendapat map berisi formulir. Saya duduk menginistirahatkan kaki sambil mengisi fromulir. Tidak banyak berkas yang saya masukkan, karena untuk memperpanjang hanya dibutuhkan e-KTP dan passport lama. Saya kebagian jatah di imigrasi Tanjung Priok.
Saya mendapat nomor 108. Setelah dipanggil, saya menyerahkan formulir dan berkas persyaratan, yaitu fotokopi e-KTP dan passport lama beserta aslinya. Kemudian petugas mencari data saya di komputer dan dicocokkan. Setelah semuanya klop, barulah saya dipersilakan menuju antrean untuk foto wajah dan sidik jari. Proses yang saya jalani relatif lebih singkat dibandingkan dengan pembuatan passport baru.
Lalu saya pindah ke bagian antrean tersebut. Di sini waktu yang dibutuhkan cukup lama karena untuk memotret dan merekam sidik jari harus dilakukan dengan seksama. Apalagi terhadap orang-orang yang belum pernah memiliki passport, mereka mendapat pertanyaan yang lebih mendetil. Ada yang lebih dari setengah jam per orang.
Saya pun membunuh waktu dengan berbincang-bincang bersama orang-orang yang berada di sebelah menyebelah. Kalau orang tua, yang berjilbab dan berkopiah, tujuannya membuat e-passport adalah karena mau melaksanakan ibadah umroh. Namun kalau anak-anak muda, ada yang melanjutkan studi ke luar negeri dan ada yang hanya jalan-jalan saja. Saya pikir, kalau berada di sini tak tampak orang Indonesia yang miskin.
Akhirnya saya mendapat giliran. Seperti waktu pemeriksaan berkas, proses ini juga tidak begitu lama saya jalani, karena data saya sudah ada di dalam komputer. Petugas tinggal mencocokkan saja, lalu mengambil foto terbaru dan identifikasi sidik jari. Setelah itu saya mendapat formulir untuk membayar biaya e-passport di antrean sebelah.
Kemudian saya mengantre lagi untuk yang terakhir. Proses pembayaran bisa secara tunai dan juga bisa menggunakan nontunai. BNI memberi fasilitas bagi yang membayar nontunai, dengan kartu bank apapun. Lebih cepat antrean nontunai daripada antrean secara tunai. Saya memilih nontunai meski juga membawa uang cash. E-passport ini baru bisa diambil tanggal 30 Januari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H