Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Resolusi Kocak 2017: Menjadi Istri Donald Trump

31 Januari 2017   20:47 Diperbarui: 31 Januari 2017   21:01 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apa salahnya mempunyai resolusi yang unik? Setiap manusia bisa berimajinasi menjadi siapa saja dan melakukan apa saja. Syukur kalau menjadi kenyataan, tapi kalau hanya khayalan juga tidak mengapa. Nothing to loose, he he. Aku biasa berkhayal yang tinggi-tinggi. Bukan, maksudnya bukan terbang mengawang-awang atau kepingin menjadi bintang. Basi ah. Harus cari sesuatu yang lain dari yang lain. Aku tidak ingin sama seperti yang lain. I like to be different.

Ini dia resolusiku tahun 2017; saya ingin menjadi istri dari Presiden Amerika Serikat yang baru, yaitu Donald Trump. Lho, bagaimana dengan istrinya Melanie Trump, mau dikemanakan dia. Ah gampang, singkirkan saja dia. Begitulah skenario yang biasa dijalankan di film-film Hollywood. Soal cara, bisa seribu satu jalan. Yang penting tetapkan dulu satu tujuan utama; menikah dengan Donald Trump.

Apa itu mungkin? lha wong menyaingi Melanie Trump saja susah kok. Melanie masih cantik, bertubuh langsing dan modis.  Sedangkan aku, bertubuh agak gemuk (ingat, agak gemuk. Bukan gendut). Kulit juga bukan putih, tapi setidaknya lebih cerah dari orang kebanyakan. Melanie kemana-mana naik mobil mewah, tapi aku keluyuran pakai Commuter Line. Tapi kalau soal kecerdasan, boleh diuji dong, yang jelas aku tidak pernah meniru pidato orang lain seperti Melanie meniru pidato Michelle Obama.

Perbedaan itu bukan halangan. Tentu saja untuk itu aku harus berusaha keras. Pertama adalah mempermak diri, atau bahasa kerennya make over agar tampil lebih menarik. Aku harus mulai olahraga lagi agar badan ini mengecil dan akhirnya bisa selangsing Melanie. Nah setelah langsing, tinggal dandan yang anggun dengan pakaian yang berkelas. Mudah-mudahan ada rejeki buat beli baju yang bagus. Lebih baik lagi kalau ada yang menyokong dan membelikan baju-baju yang aku butuhkan.

Berhubung aku seorang muslimah dan mengenakan hijab, maka aku akan memakai pakaian muslimah. Lho kok? Bukannya Donald Trump tidak suka sama orang islam. Haa! justru itu yang menjadi tantangan. Aku mau tunjukkan bahwa seorang muslimah bisa terlihat cantik menarik plus anggun walau mengenakan pakaian yang menutupi seluruh anggota tubuh perempuan. Aku akan tunjukkan bahwa perempuan muslim bisa secantik dan seanggun Putri Diana, The Princess of Wales (ketahuan deh aku pengagum Putri Diana).

Maka berangkatlah aku ke negeri Paman Sam dengan sponsor dari organisasi internasional, mungkin yang berafiliasi dengan PBB atau badan dunia lainnya supaya Donald Trump tidak bisa mengusir aku dengan mudah. Aku diterima meski mendapatkan penjagaan yang cukup ketat karena namaku jelas mencerminkan keislamanku. Namun dengan upaya yang gigih, diplomasi yang ulet dan bantuan para relasi, aku berhasil diundang dalam jamuan kenegaraan di Gedung Putih.

Eit, jangan menyangka aku langsung mendekati Donald Trump. Dia pasti curiga. Maka aku dekati Melanie yang terlihat kaku dan stress selama tampil dekat suaminya. Aku sudah pelajari bahwa dia mendapat tekanan dari laki-laki yang mirip Joker itu. Melanie seperti robot yang harus melakukan ini-itu sesuai kehendak Trump. Dengan ditemani duta negara sahabat seperti Singapura, aku berkenalan dengan Melanie.

Untuk mengambil hatinya, saya melempar senda gurau secara halus yang bisa membuat Melanie tersenyum tanpa dipaksa. "Senyum anda tampak indah jika ikhlas, Nyonya," saya berkata sungguh-sungguh. Entah malaikat mana yang membuat dia betah bersama saya. 

Ketika Donald Trump menyadari istrinya ngobrol dengan perempuan muslim, ia melotot dan cemberut. Dengan gerakan mulutnya ia memerintahkan Melanie kembali ke sisinya. Aku cuek saja. Tapi dari tatapan Melanie yang seakan minta maaf, aku tahu aku berhasil mengambil hatinya.

Rencanaku berjalan lebih baik dari yang kuduga. Melanie mengundang minum teh melalui perantaraan duta besar negara sahabat. Pucuk dicinta ulam tiba. Aku yang telah mempelajari hobinya, sengaja megajak Melanie ngobrol ngalor ngidul tentang hal-hal yang disukainya. Ia tampak bahagia tanpa keberadaan suaminya, lebih lepas tertawa dan bercanda. Namun kemudian ia buru-buru pamit, karena kepergiannya dibatasi waktu oleh Trump.

Singkat cerita, aku berusaha menanamkan pandangan bahwa kebahagiaan itu lebih penting daripada menjadi lady first AS. Aku bilang, bisa-bisa dia amenjadi gila bila selalu hidup dalam tekanan. Aku membujuknya untuk melepaskan diri dari pengaruh Trump. Kalau bercerai, toh dia akan mendapat harta gono-gini yang lumayan.  Untunglah sebagai penulis aku mempunyai seribu satu kata yang halus untuk melakukan brain washing terhadap perempuan cantik ini.

Rupanya Trump mencurigai tindak tandukku. Tahu-tahu ada petugas imigrasi yang menerima perintah untuk mendeportasi aku. Wah apa boleh buat. Aku terpaksa kembali ke tanah air dengan tangan hampa. rencanaku terhenti begitu saja. Duh, pasti aku bakal di black list sama trump, tidak bisa kembali ke AS.

Uring-uringan aku menjalani hidup yang membosankan di tanah air. Soalnya negeri ini kurang seru, sesama saudara malah berantem sendiri. Coba kalau berani, melawan Trump di sana supaya tidak semena-mena sama negara-negara muslim. Ya udah, tambah pusing aku melihat tingkah laku orang-orang Indonesia yang keblinger dan sok pintar. Aku lebih suka menonton CNN ketimbang TV Oon dan sejenisnya.

Pada suatu hari, ada berita yang sangat menghebohkan dari Amrik. Berita ini menjadi sangat viral, baik di medsos maupun media massa dalam dan luar negeri. Melanie mengajukan permohonan cerai sama si Trump. Wah, belum ada sejarahnya Presiden AS digugat cerai oleh First Lady. Aku terpana, jangan-jangan melanie mempraktikkan apa yang aku ajarkan. Ah, tapi aku gak usah ge-er dulu deh, ikuti saja beritanya.

Berhubung suasana ibukota semakin memanas, aku berlibur saja ke Bali. Setidaknya di sana minim konflik horizontal.  Masih ada kehidupan Pancasila di sana. Maka meluncurlan aku ke Bali dan menikmati keindahan pantainya. Di sana aku juga bertemu dengan beberapa kompasianer dari Bali, ber haha-hihi bersama mereka. Lumayan, hilang depresi karena bisa berkumpul dengan teman satu imajinasi.

Suatu pagi, ketika aku sedang menyusuri pantai, tak jauh dari hotel berbintang lima aku seperti melihat sosok perempuan yang aku kenal. Kok kayaknya seperti Melanie Trump. Masa iya dia ada di sini? aku kucek-kucek mata, ternyata memang mirip dia. Perempuan itu juga menoleh, ternyata memang Melanie. Dia bahkan menyeru memanggil namaku. Segera saja aku mendatanginya. kami berpelukan seperti sahabat lama yang baru bertemu.

"Eh, aku mengikuti saranmu lho. Aku mau cerai dari Trump," bisik Melanie.

"Emang dia mau?" tanyaku.

'Nggak sih, tapi aku tetap ngotot".

Belum selesai kami bicara, tiba-tiba kami dikelilingi empat orang laki-laki bertubuh tinggi besar. Aku pikir pengawal Melanie, tapi tampaknya dia juga terkejut. Mereka menyuruh kami mengikuti mereka. kami dipaksa naik mobil yang melaju cepat ke  bandara. Di sana sudah menunggu pesawat jet pribadi milik Donald Trump. Aku mengenali lambang yang ada di badan pesawat. Wah, aku digelandang ke AS bersama lady first AS.

Sesampai di sana, tidak ada sambutan dari manusia Joker itu. Kami kembali naik mobil mewah langsung ke Gedung Putih. Di sebuah ruangan, Trump sudah menunggu, ia berdiri membelakangi.  Kami melihat punggungnya yang kaku menahan amarah. Lalu dia berbalik sambil memuntahkan kata-kata kasar seperti rentetan peluru.

Anehnya, Melanie tidak tampak ketakutan. Ia berkacak pinggang melawan dengan teriakan  dan jeritan. Trump kalap, hampir membanting meja. Aku hanya menonton sambil berdebar-debar. Lantas Melanie lari ke kamarnya. Aku tersadar ditinggal sendiri bersama manusia masam ini. Lama kami bertatapan. Aku membaca basmalah sebanyak mungkin. Hanta Tuhan yang bisa menundukkan hati siapapun.

Keajaiban itu pun terjadi. Tampak ketegangan di wajah Trump mengendur.  Ia kemudian tersenyum tipis. "Saya kagum pada anda. Bagaimana bisa memengaruhi istri saya supaya bercerai."

"Sebetulnya hal itu manusiawi," jawabku dengan suara setenang mugkin. "Ia membutuhkan kebahagiaan sejati. Selama ini anda tidak pernah memberikannya. Melanie telah sadar kekuasaan dan materi tak dapat membeli kebahagiaan. Anda mengekang dia seperti burung dalam sangkar."

"Saya heran pada anda. Apa anda tidak takut pada saya? Presiden Amerika memiliki kekuaasan  ke seluruh dunia. Saya bisa melenyapkan anda tanpa setahu siapapun."

"Saya hanya takut pada Allah," jawab saya tegas. dan seperti dituntun malaikat, aku  membaca ayat suci yang telah menundukkan Umar bin Khattab.

Subhanallah, aku  melihat Trump tampak gemetar, bibirnya seakan mau bicara tapi tidak jadi. Setelah termangu beberapa saat. Dia lalu berkata,"Maaf, saya harus menahan anda.".

Ia memanggil pengawal dan memerintahkan agar aku dibawa. Trump memberi perintah dengan suara yang kurang jelas. Aku tidak dapat mendengar dengan baik. Kemudian saya dibawa ke sebuah kamar tidur dan dipersilakan  istirahat. Aku jadi terbengong-bengong. Setelah mengunci pintu, aku memeriksa kamar itu. Ternyata sudah lengkap dengan pakaian. Aku bisa berganti baju.

Esok pagi, pengawal mengetuk pintu. Dalam hati aku bertanya-tanya, apa yang akan kualami. Tak disangka, Trump telah menunggu di ruang makan untuk sarapan. Melanie juga ada di sana. Herannya, Melanie tampak gembira. Ia bangkit dan mencium pipiku.

Setelah sarapan selesai. Trump memandangku,"Saya mengabulkan keinginan Melanie untuk bercerai".

Aku ternganga. Haa, apakah aku tidak salah mendengar?

"Dengan satu syarat," lanjut Trump. "Apa itu, Mr Presiden? tanyaku penasaran.

"Anda bersedia menjadi istri saya, menggantikan Melanie?"

Aku terkejut hingga air di gelas yang kupegang tertumpah. Dengan mata terbelalak aku berusaha berpikir keras.

"Mr. Presiden. Anda tahu saya seorang muslim," jawab saya dengan suara tertahan.

"Saya tahu. Jika memang saya harus mengikuti persyaratan dalam agama Islam, saya akan melakukannya,"

Aku terdiam. Tak mampu berkata-kata. Melanie justru memelukku dan berbisik,"Terima saja. Ingat lho, kita bisa sama-sama untung. Aku bebas dari Trump dan kamu bisa membebaskan saudara-saudaramu dari rasialisme."

Aku minta waktu untuk berpikir. Agaknya ini memang sudah jadi takdirku. Tuhan telah melapangkan jalan yang tak terduga. dengan keyakinan penuh, akhirnya aku menyetujui permintaan Donald Trump. Ini adalah amanah untuk mengubah dunia melalui Donald Trump yang menjadi Presiden AS.

Beberapa minggu kemudian, kami melangsungkan akad nikah di Masjid Raya New York. Melanie hadir sebagai saksi dan pendamping mempelai. Donald Trump yang kini menjadi suamiku tampak tertawa tawa. Allah telah melembutkan hatinya. Aku optimis dia bakal mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong perdamaian dunia. Ah, Donald Trump suamiku dan juga imamku.

"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun