Aku terkejut hingga air di gelas yang kupegang tertumpah. Dengan mata terbelalak aku berusaha berpikir keras.
"Mr. Presiden. Anda tahu saya seorang muslim," jawab saya dengan suara tertahan.
"Saya tahu. Jika memang saya harus mengikuti persyaratan dalam agama Islam, saya akan melakukannya,"
Aku terdiam. Tak mampu berkata-kata. Melanie justru memelukku dan berbisik,"Terima saja. Ingat lho, kita bisa sama-sama untung. Aku bebas dari Trump dan kamu bisa membebaskan saudara-saudaramu dari rasialisme."
Aku minta waktu untuk berpikir. Agaknya ini memang sudah jadi takdirku. Tuhan telah melapangkan jalan yang tak terduga. dengan keyakinan penuh, akhirnya aku menyetujui permintaan Donald Trump. Ini adalah amanah untuk mengubah dunia melalui Donald Trump yang menjadi Presiden AS.
Beberapa minggu kemudian, kami melangsungkan akad nikah di Masjid Raya New York. Melanie hadir sebagai saksi dan pendamping mempelai. Donald Trump yang kini menjadi suamiku tampak tertawa tawa. Allah telah melembutkan hatinya. Aku optimis dia bakal mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong perdamaian dunia. Ah, Donald Trump suamiku dan juga imamku.
"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H