[caption caption="Sineas Muda Indonesia dalam FPPI2015 (dok.pribadi)"][/caption]Menghadiri FFPI 2015 yang digelar Kompas TV di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jumat 2016 sangat mengesankan. Kita dibuat terpana oleh karya anakanak bangsa yang boleh dikatakan masih 'bau kencur'. Ada dua kategori yang dilombakan, yaitu untuk pelajar dan untuk umum. Karya anak-anak pelajar yang masih duduk di bangku SLTA sungguh menakjubkan. Kita tidak akan mengira bahwa film-film tersebut merupakan produk anak remaja, karena sarat dengan pesan moral. Tak kalah menarik adalah film kategori umum yang ternyata dibuat oleh para mahasiswa.
Menurut salah satu juri FFPI 2015, Mas Angga, ada sekitar 200 film yang masuk. Ini membuktikan antusiasme generasi muda di bidang perfilman cukup tinggi. Namun dari semua film, dipilih lima untuk kategori umum dan lima untuk kategori pelajar. LIma film kategori umum antara lain; Ojo Sok-sok'an, Ruwat, Nilep, Bubar Jalan dan Opor-operan. Sedangkan lima film kategori pelajar adalah Sanim Surosentiko, Coblosan, Kotak Pusaka, Alih-alih setan dan Surya & the School gang.
Gelar FFPI tahun ini adalah yang kedua kalinya diselenggarakan Kompas TV setelah tahun sebelumnya. Kompas TV memang menaruh kepedulian terhadap perkembangan industri perfilman Indonesia, yang menjadi bagian dari eksistensi seni dan budaya di tanah air. Bimo Setiawan, Direktur Kompas TV menyatakan kegembiraannya terhadap sambutan generasi muda, khususnya pelajar yang mengikuti kompetisi ini.
Kompas TV adalah media yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika, mengedapankan ke-Indonesiaan dalam fungsinya mengedukasi masyarakat di seluruh Nusantara. Kompas TV berusaha menanamkan rasa cinta tanah air atau nasionalisme, terutama kepada generasi muda sebagai penerus bangsa, melalui berbagai event. FFPI menjadi salah satu cara Kompas TV mengimplementasikan hal itu. Karena itu tema yang diangkat dalam FFPI 2015 adalah "Indonesiaku, Kebanggaanku".
Film-film pemenang
Dari kategori pelajar, film yang meraih juara pertama adalah 'Surya and the school gang'. Film ini khas remaja, yang senang bergaya, sekali-sekali bentrok dengan musuh bebuyutan, tetapi berusaha disalurkan dengan baik. Film ini dibumbui adegan heroik yang penuh aksi bela diri Silat yang memang asli Indonesia. Menurut pengakuan film maker dari SMK Muhammadiyah I Temanggung ini, mereka terinspirasi oleh film The Raid, yang juga merupakan film action.
Sedangkan juara kedua berjudul 'Coblosan", bercerita tentang pemilihan kepala desa yang tak lepas dari praktik money politic. Salah satu calon adalah incumbent yang membagikan uang agar terpilih kembali. Sedangkan calon independen yang diusulkan masyarakat, kalah suara. Film ini merupakan potret perpolitikan kita. Dengan film ini kita bisa melihat bahwa anak-anak SLTA telah memiliki kesadaran berpolitik yang tinggi. Kita patut mengacungkan jempol kepada SMK Kurasari Purbalingga yang telah membuat film ini dengan baik.
Juara ketiga adalah film Sanim Surosentiko yang ternyata berlatar belakang sejarah. Kisah Sanim, adalah salah seorang pejuang yang menentang penjajah Belanda. Anak keturunannya disebut Sanim karena memilki karakter tersendiri, yakni berbicara lugas dan tegas. Film karya Sanggar Seni Sekar Tanjung ini patut diapresiasi karena mengingatkan generasi muda pada pentingnya memahami sejarah bangsa Indonesia.
Hadiah yang diberikan juga istimewa. Juara pertama mendapat uang sejumlah Rp 6,5 juta, ditambah kamera Go Pro dan vouvher menginap di hotel Santika. Sementara juara kedua meraih hadiah uang Rp 4,5 juta dengan voucher menginap di hotel Santika. Lalu juara ketiga memperoleh uang Rp 3,3 juta dengan voucher menginap di hotel Santika. Hadiah ini bisa memacu mereka berprestasi lebih baik lagi. Bahkan Mas Angga menyatakan bahwa mereka akan diajak main film bersamanya. Wow, ini adalah hadiah tak terduga dari juri Angga Sasongko.
Untuk kategori umum, yang menjadi juara pertama adalah film Bubar Jalan, yang diproduksi Rumahku Film dari Garut. Film ini betul-betul digarap ala profesional. Setiap adegan penuh makna sehingga penonton terbawa untuk menghayatinya detik perdetik. Film ini mengisahkan seorang anak yang menjadi pemimpin upacara sekolah. Ketika menjelang bertugas, ia sakit perut sehingga harus bolak-balik ke toilet. Sayangnya ada dua anak usil yang menempelkan tulisan 'Toilet Rusak" sehingga ia mengalami kesulitan.
Pada saat upacara berlangsung, setengah mati ia menahan sakit di perutnya sehingga upacara terasa sangat lama. Akibatnya ia melakukan kesalahan, membubarkan barisan sebelum upacara selesai. Beruntung ada sahabat-sahabat yang menyelamatkannya dari rasa maslu. Sedangkan anak-anak yang usil, mendapatkan hukuman dengan terkunci di toilet. Film ini mengandung banyak pesan, seperti nasionalisme dan persahabatan.
Juara kedua disabet Ojo sok-sok'an produksi Sebelas Sinema Pictures, Bandung. Film ini digarap secara sederhana, dengan lokasi warung angkringan ala mahasiswa Yogyakarta. Kisahnya tentang anak muda yang sok modern, menyukai hape canggih dan memuja dunia Barat. Ia terkena batunya ketika ada mahasiswi dari Jakarta yang datang minum di warung tersebut. Anak muda itu langsung menyapa dengan gaya anak Jakarta. Tak disangka mahasiswi itu ternyata pandai berbahasa Jawa. Ia menjadi malu sendiri.
Sedangkan juara ketiga diraih film Opor-operan yang juga merupakan karya Sebelas Sinema Pictures. Film ini membuat kita tersenyum geli karena kebiasaan ibu-ibu yang suka bertukar masakan. Akibat kebiasaan itu, mereka tanpa sadar telah terjebak memberi makanan yang sama kepada orang yang sama. Ini sungguh khas kehidupan ibu-ibu di Indonesia. Tema yang sederhana tapi sangat mengena.
Hadiah yang diperoleh juara pertama adalah uang sejumlah Rp 8 juta ditambah kamera Go Pro dan voucher menginap di hotel Santika. Juara kedua mendapatkan uang sebesar RP 5,5 juta dengan voucher menginap di hotel Santika. Kemudian juara ketiga meraih hadiah sebanyak Rp 4 juta dengan voucher menginap di hotel Santika. Hadiah yang pantas untuk karya film yang sarat ke-Indonesiaannya.
Menyelamatkan perfilman Indonesia di masa depan
Mas Angga Sasongko sebagai juri FFPI 2015, mengatakan bahwa antusias generasi muda, khususnya para pelajar SLTA telah membuat ia merasa tenang. Dengan keberhasilan mereka membuat film yang bermutu, Angga tidak lagi mencemaskan masa depan perfilman Indonesia. Melihat hasil karya para pelajar dan mahasiswa, Angga optimis bahwa masa depan perfilman kita akan aman di tangan mereka.
Karena itu, Angga bersyukur bahwa Kompas TV telah menyelenggarkan FPPI. Program ini mampu menggali bakat-bakat terpendam dari generasi muda. FFPI memunculkan sineas-sineas muda yang dibutuhkan untuk menyelamatkan perfilman Indonesia. Angga berharap bahwa penyelenggaraan FFPI oleh Kompas TV menjadi kegiatan yang tetap ada pada masa mendatang. Kompas TV telah menjadi pionir bagi media visual yang peduli pada perkembangan perfilman di tanah air.
[caption caption="Mas Angga, juri FFPI 2015 sedang berbicara di depan penonton (dok.pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H