[caption caption="Harga BBM turun tapi tarif angkot tidak| Ilustras: Kompas/Wawan H Prabowo"][/caption]Pada tanggal 5 Januari lalu, pemerintah telah menurunkan harga BBM. Secara logika, wajar jika masyarakat mengharapkan penurunan harga BBM bisa diikuti dengan penurunan tarif angkutan kota (angkot) dan harga-harga lain. Tetapi menyataannya, tak ada sopir angkot yang menurunkan tarif. Mereka tetap menarik tarif sama seperti sebelumnya. Penurunan harga BBM seolah lewat tanpa arti sama sekali.
Mengapa tarif angkot tidak mau turun? Berikut ini alasan-alasannya:
1. Harga sembako tidak turun
Harga BBM turun tidak secara otomatis menurunkan harga sembako. Ini seperti sudah kebiasaan buruk di Indonesia. Kalau harga sembako sudah naik, susah atau enggan untuk turun. Alhasil, pengeluaran belanja tetap tinggi. Begitulah pengakuan para sopir angkot yang juga memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berbelanja sembako. Jika tarif angkot diturunkan, daya beli mereka tidak mencukupi.
2. Penurunan harga BBM dinilai kecil/tidak seberapa
Penurunan harga solar dari Rp 6700 - Rp 5650, Premium dari Rp 7400 - Rp 7.050 (Jawa-Madura-Bali) dinilai tidak seberapa besar sehingga tidak memberi pengaruh yang signifikan untuk dapat memaksa penurunan tarif angkot.
3. Takut harga BBM cepat naik lagi
Tidak ada jaminan dari pemerintah bahwa harga BBM akan turun untuk jangka waktu yang lama. Jika masih fluktuatif dalam beberapa bulan, percuma saja menurunkan tarif angkot karena pasti akan kembali naik jika harga BBM kembali melonjak. Mereka tidak mau dipermainkan harga BBM.
4. Organda tidak memberi keputusan
Sebagai wadah para pengemudi angkot, keputusan Organda sangat penting. Mereka tidak akan menurunkan tarif jika Organda tidak memutuskan hal itu. Mereka lebih banyak mengikuti kebijakan yang dikeluarkan Organda daripada mengikuti anjuran pemerintah.
5. Tidak peduli