Mohon tunggu...
Kuah Bakso
Kuah Bakso Mohon Tunggu... -

Follow : @Madamphilosophy llllllllllllllllll\r\nSubjek yang tulisan nya sangat terpengaruh oleh tulisan-tulisan: Martin Heidegger, Jacques Derrida, Nietzsche, Michel Foucault, Jean-François Lyotard, Richard Rorty, Jean Baudrillard, Fredric Jameson, Douglas Kellner, Jurgen Habermas, Theodore Adorno, Antonio Negri, Michael Hardt, sangat menyukai MUSIK, Bermain MUSIK, dan kebetulan seorang Bassist pada Sebuah Band yang sedang mengerjakan EP pertama nya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tinjauan Aspek Kebudayaan dan Historis dalam Menyoroti Kegagalan Turki Masuk kedalam Uni Eropa

27 Agustus 2012   21:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Bebas dari nilai adalah suatu ke-Anomalian yang sekarang merajalela dalam kehidupan sehari-hari,, pada dasarnya setiap subjek tidak akan pernah bebas dari nilai-nilai, tetapi bagaimana bila subjektifitas adalah sesuatu yang alami dan harus terjadi dalam kehidupan? Say no to Objektif ”

Dalam tulisan ini penulis mencoba untuk menjauh daripada Permasalahan yang timbul di permukaan pada saat ini menyangkut perseturuan Turki dan Uni-Eropa, saya lebih memilih membahas aspek-aspek Historis dan Kebudayaan yang dalam hal ini adalah suatu bentuk bukti kuatnya Islamophobia yang di alami oleh hampir sebagian besar masyarakat eropa "modern".

Aspek-Aspek Historis, dan kebudayaan inilah yang terkadang luput dari pandangan para ahli modern sekarang ini. mereka biasanya melihat persoalan ini dengan kacamata Kuda (hanya satu arah) sedangkan meninggalkan fenomena-fenomena di sekeliling mereka yang justru mungkin boleh jadi sangat penting, karena Menurut penulis lingkungan sosial atau internasional menentukan bentuk identitas aktor. Identitas kemudian menentukan kepentingan, dan kepentingan akan menentukan bentuk tingkah laku, aksi ataupun kebijakan dari aktor.

Selanjutnya identitas aktor akan menentukan kepentingannya, karena identitas merupakan dasar dari kepentingan. Aktor tidak memiliki kepentingan yang tidak didasarkan pada identitas yaitu yang secara independen dimilikinya di dalam konteks sosial. Aktor mendefinisikan kepentingannya di dalam proses mendefinisikan situasi.

Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan penulis pada saat ini, ada 4 dasar pemikiran penulis yang harus di fahami yakni :




    Pengutamaan faktor-faktor yang berbasiskan pada ide (ideational factors1). saya menolak teori-teori dominan dalam HI yang menempatkan faktor material secara berlebihan, di mana hal itu menyebabkan teori-teori tersebut gagal dalam menjelaskan perilaku negara di dalam sistem internasional.




    Kepentingan agent didasarkan/ditentukan oleh konstruksi identitasnya yang terbentuk di dalam/ melalui interaksi sosial.




    Komunikasi antar aktor dan norma (moral norms) akan menentukan tingkah laku aktor tersebut. Aktor akan cenderung berprilaku sesuai dengan norma yang disepakati bersama.




    Pentingnya perubahan sejarah internasional. Identitas agent akan berubah sejalan dengan perubahan struktur internasional.

Menurut saya setiap tindakan negara didasarkan pada meanings yang muncul dari interaksinya dengan lingkungan internasional. Setiap bentuk tindakan negara misalnya melakukan perang atau menjalin hubungan baik, ataupun memutuskan hubungan dan bahkan tidak melakukan hubungan dengan negara lain, semuanya didasarkan oleh meanings yang muncul dari interaksinya dengan negara-negara atau lingkungan internasionalnya. Tindakan negara terhadap musuhnya tentulah berbeda dengan tindakan terhadap temannya. Negara akan memberikan ancaman terhadap musuhnya dan tentu tidak terhadap temannya.

Dalam pandangan saya memberikan pengaruh terhadap bentuk sistem internasional, sebaliknya sistem tersebut juga memberikan pengaruh pada perilaku negara-negara. Dalam proses saling mempengaruhi itu terbentuklah apa yang disebut dengan collective meanings. Collective meanings itulah yang menjadi dasar terbentuknya intersubyektifitas dan kemudian membentuk struktur dan pada akhirnya mengatur tindakan negara-negara.

Kembali kepada Poin pembahasan, bahwasanya Identitas turki yang notabene merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim. identitas inilah yang menurut saya akan membuktikan indikasi mengapa Negara besar seperti turki masih sangat sulit untuk menembus ke dalam Uni Eropa. Pembahasan keanggotaan Turki di Uni Eropa seakan sebuah labirin yang tak kunjung jelas "juntrungannya" dan ujungnya. Meski telah mengajukan keanggotaan lebih dahulu dari beberapa negara Baltik eks-Soviet seperti Latvia, Lithuania, dan Estonia, yang bergabung ke dalam klub negara Euro tersebut pada tahun 2005, tapi status keanggotaan Turki di Uni Eropa masih menggantung. Padahal, beberapa agenda dan tuntutan reformasi yang diajukan oleh Uni Eropa kepada Turki sebagai pra-syarat keanggotaan Turki di Uni Eropa telah sebaik mungkin dilakukan oleh pihak Turki, bahkan jauh lebih baik dibanding negara-negara Eropa Timur, seperti Bulgaria dan Romania, yang belakangan juga ikut bergabung masuk ke Uni Eropa.

Banyak analis yang berpendapat, sikap setengah hati Uni Eropa tersebut lebih dikarenakan berpangkal pada beberapa masalah masalah krusial. Pertama, masalah sentimen keagamaan. Dalam artian, Uni Eropa adalah "klub negara-negara Kristen", sementara Turki adalah negara Muslim terbesar di Eurasia (kawasan Eropa-Asia). Masalah kedua, adalah masalah sejarah. Bagaimana pun, Turki adalah pewaris utama dari dinasti Turki-Utsmani (Ottoman), sepertihalnya Russia yang menjadi pewaris Uni Sovyet. Pada masa kejayaannya yang merentang dari abad ke-15 sampai ke-18 M, Ottoman adalah adidaya dunia.

Ottoman menguasai Laut Tengah yang merupakan Laut Eropa "plus" pulau-pulau yang bertebaran di sana, selain juga "menjajah" sepertiga wilayah Eropa, khususnya Eropa Timur dan Eropa Tenggara. Bisa jadi, Eropa saat ini masih menyimpan "kekhawatiran" akan terulang kembalinya sejarah kebesaran masa lalu Turki tersebut. Selain dua masalah di atas, secara luas wilayah dan jumlah penduduk, Turki bukanlah terhitung sebagai negara yang kecil. Luas Turki hampir menyamai Jerman, dan jumlah penduduknya bisa jadi yang terbanyak, yaitu sekitar 85 juta jiwa. Jumlah penduduk itulah yang dikhawatirkan oleh sebagian pengambil kebijakan di Uni Eropa akan menjadi "arus imigrasi besar-besaran yang menyerbu Eropa".

Saat ini saja, lebih dari 9 juta keturunan Turki hidup di beberapa negara Uni Eropa, kebanyakan berpusat di Jerman. Di sana, orang-orang Turki telah berhasil membentuk komunitas besar yang independen dan agresif. PM Erdogan akan melakukan perjalanan ke negara-negara lain di dunia dan menceritakan tentang genosida yang dilakukan oleh Perancis, dimana negara tersebut telah mencoba untuk melupakannya.

Faktor yang akan saya bahas dalam paper ini adalah permasalahan Islamphobia. Sepuluh tahun silam tak seorangpun yang pernah mendengar 'Islamophobia'. Kini setiap orang mulai dari pemimpin-pemimpin muslim, aktifis anti-rasial sampai para menteri ingin meyakinkan kita bahwa Inggris sedang dilanda rasa kurang senang terhadap Islam.Tapi benarkah Islamophbia itu ada? Persoalan yang ditimbulkan adalah gagasan tersebut mengacaukan pengertian antara kebencian dan diskriminasi terhadap kaum Muslim di satu pihak dengan kritik terhadap Islam di pihak lain. Tuduhan adanya Islamophobia seringkali digunakan bukan untuk menyoroti rasisme tapi untuk membungkam kritik terhadap Islam, atau bahkan usaha kaum Muslim yang sedang memperjuangkan reformasi bagi komunitas mereka.

Islamophobia juga bukan tanpa beralasan, jauh sebelum peristiwa 9/11 dan jauh sebelum kata terorisme itu di ucapkan oleh negara-negara eropa, bangsa Eropa sebenarnya telah merasakan sakit hati yang amat sangat. ketika Perang salib2 berkobar banyak barisan tentara salib yang dalam hal ini sebagian besar adalah bangsa Eropa yang terbunuh dan puncaknya adalah ketika jatuhnya tanah suci ke tangan tentara Muslim. Hal ini yang membentuk suatu identitas pada diri orang-orang eropa sehingga permusuhan kepada islam atau yang biasa mereka sebut dengan saracen.

Seperti yang saya ungkapkan di atas bahwa identitas merupakan suatu bentuk faktor yang mempengaruhi prilaku negara atau bahkan organisasi internasiona dalam mengambil tindakan-tindakan nya. Dalam hal ini terdapat 2 argumen ada di antara banyak para ahli yang tidak percaya bahwa Islamophobia ini benar-benar terjadi, sedangkan ada yang juga yang berpendapat bahwa Islamophobia bener-benar terjadi. dalam hal ini saya lebih berfihak kepada mereka-mereka yang menganggap Islamophobia memang benar-benar terjadi. hal ini dikarenakan bukti-bukti yang cukup Valid bahwa hal ini betul-betul telah terjadi. Dewan HAM  Eropa yang mempunyai 47 anggota adalah badan tertinggi di Eropa yang  menangani masalah HAM dan demokrasi. Badan ini berkantor di Strasbourg,  Prancis, dan tidak terkait dengan Uni Eropa.

Dalam laporannya  yang mencakup perlakuan politik terhadap umat Islam di seluruh Eropa,  Hammarberg menemukan kian meningkatnya intoleransi terhadap Muslim dalam  berbagai pernyataan politik. Termasuk di dalamnya, referendum di Swiss  untuk melarang pembangunan menara masjid. Anggota Komisi HAM Eropa, Thomas Hammarberg, mengingatkan rasa kebencian  atau intoleransi terhadap kalangan Muslim merupakan gejala dari masalah  yang bisa membawa Eropa ke jurang degradasi moral.

Jejak pendapat yang  dilakukan di beberapa negara Eropa mencerminkan rasa takut, kecurigaan,  dan pendapat negatif  terhadap umat dan budaya Islam. Islamophobia yang  digabungkan dengan sikap rasis ini, diarahkan tak sedikit kepada imigran  asal Turki, negara-negara Arab, dan Asia Selatan. Umat Muslim  tak jarang menghadapi diskriminasi saat mencari kerja atau di sistem  pendidikan di sejumlah negara Eropa. Ada laporan yang mengungkapkan  bahwa imigran Muslim ini cenderung menjadi sasaran oleh polisi saat  memeriksa kartu identitas.

Islamophobia berkembang dan semakin tumbuh khususnya pada masyarakat eropa dikarenakan Fihak media yang memperuncing permusuhan ini. Fenomena ini menunjukkan masih kentalnya ketakutan yang tidak beralasan (Islamophobia) dari pihak media massa kepada Islam. Demonologi Islam dilakukan oleh pihak Barat  yang memandang Islam sebagai ancaman bagi kepentingan mereka. Demonologi3 Islam menjadi bagian dari strategi Barat untuk meredam kekuatan Islam, yang mereka sebut sebagai The Green Menace (Bahaya Hijau).

Media massa dalam hal ini akan bertindak sebagai sarana pembentuk makna. Kesan buruk mengenai Islam perlu diciptakan agar penindasan Islam dapat dilakukan dengan persetujuan khalayak. Jadi, terbentuknya opini publik (public opinion) tentang bahayanya Islam atau Islam sebagai ancaman akibat pemburukan citra Islam tersebut, dapat memberikan semacam legitimasi dan justifikasi bagi Barat.

Faktor di atas merupakan sebuah batu sandungan bagi turki yang ingin menjadi anggota Uni Eropa. siapa yang tidak tahu dan tidak tau agama apa yang mayortas di dalam turki. Faktor yang menurut saya cukup dominan yang menuntun Uni Eropa untuk mengambil kebijakan nya. Mengapa Perang salib? Ya hal ini di karenakan ketakutan para bangsa Eropa dan barat tentang kebangkita kekuatan Islam dalam hal ini, mereka seperti trauma terhadap kekalahan dan kebencian terhadap Muslim pada masa perang salib. Identitas telah terbentuk dan terkristal di dalam diri sosio-kultur bangsa Eropa dan barat. walaupun menurut saya ini adalah sebuh sikap paranoid bagi banyak negara barat.

Mengapa saya membahas Permasalahan Identitas budaya dan aspek historis? Mengapa saya membahas persoalan Turki dengan pendekatan culture studies4?  Hal ini dikarenakan ”identitas budaya” adalah sebagai suatu kesatuan, sebuah kumpulan tentang kebenaran seseorang, menyembunyikan atau menonjolkan sesuatu tentang diri kita dimana usur sejarah bersatu di masa sekarang. Dengan definisi ini identitas budaya kita merefesikan pengalaman sejarah dan kode-kode budaya memiliki andil dalam membentuk kita menjadi ”seseorang:, dengan krangka yang stabil, tidak berubah dan tetap tentang refernsi dan makna.

Selain itu identitas budaya adalah melihat beberapa kesamaan  sekaligus perbedaan yang membentuk siapa diri kita sekaligus perbedaan yang membentuk ”siapa diri kita sesungguhnya”, dibandingkan ”ita telah menjadi apa”. Idenitas budaya dalam cara pandang kedua ini adalah masalah akan menjadi apa ita kelak dan siapa kita sekarang. Identitas budaya menjadi bagian dari masa depan juga masa lalu. Identitas budaya datang dari suatu tempat, meiliki sejarah, secara konstan beruaha. Identitas budaya adalah permainan dari sejarah, budaya dan kekuasaan. Identitas adalah nama yang kita berikan kepada kita dengan cara berbeda dimana kita diposisikan dan posisi dimana kita berada di masa lalu.

budaya telah memberikan suatu sumbangan yang sangat penting dalam merepresentasikan masyarakat yaitu melalui kajian interdisiplin atau anti-disiplin. Kajian budaya disebut suatu kajian anti-disiplin karena menolak pengkotak-kotakan ilmu pengetahuan yang saling mengklaim kebenaran yang dihasilkan disiplin ilmunya masing-masing. Kajian budaya justru harus mengakomodasi kontribusi teori maupun metode dari berbagai disiplin ilmu yang dipandang strategis untuk merepresentasikan realitas masyarakat terutama representasi terhadap permasalahan kekinian. Dalam hal ini kajian budaya berupaya merepresentasikan masyarakat secara multidimensi, dengan demikian dapat memperjelas dan mem-perkaya pemahaman terhadap suatu permasalahan yang dikaji.

Demikian pula halnya dalam kaitannya dengan konstruksi identitas nasional kajian budaya telah menawarkan beberapa hal yang harus dijelaskan seperti pema-haman terhadap dunia sehari-hari sebagai bagian dari budaya yang penting di-perhatikan. Dunia sehari-hari adalah suatu wacana yang biasa dilakukan, dirasakan, dibicarakan, dilihat dan didengar dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Hal ini yang disebut oleh Melani Budianta sebagai acuan/wacana yang beredar di masyarakat. Oleh karena, wacana yang beredar di masyarakat maka budaya yang harus diperhatikan dalam kajian budaya bukan saja budaya yang bersifat adiluhung. Akan tetapi, juga budaya populer dan budaya sebagai keseluruhan cara hidup (way of life) suatu masyarakat.

Dalam penjelasan kontruksi identitas kebudayaan menurut kajian budaya harus dilakukan suatu dekontruksi5, yaitu mengidentifikasi hal-hal yang kontradiksi dalam masyarakat (kontradiksi internal) seperti nasional versus global atau nasional versus lokal. Kemudian melihat ke arah mana perubahan akan terjadi. Menurut penulis, dekontruksi ini merupakan sumbangan sumbangan ketiga dari kajian budaya dalam merepresentasikan masyarakat yang dalam hal ini adalah kasus turki yang sedang saya bahas. Melalui dekontruksi, kajian budaya yang memberikan suatu interpretasi dan representasi harus membantu masyarakat memahami dominasi dan jenis perubahan yang diinginkan. Sehingga dalam identitas kebudayaan nasional masyarakat harus “disadarkan” mengenai pemahaman arus budaya global terhadap budaya nasional.

Setelah saya membahasan banyak sekali teoritis di atas, saya menyimpulkan bahwa aspek-aspek di atas yang saya bahas adalah sebuah aspek yang dominan dalam permasalahan turki Terlepas dari aspek-aspek Ekonomi dan lain-lain. Aspek ekonomi dan yang lain nya timbul akibat ketidakbebas nilai nya pemikiran manusia dan sifat terjajah oleh pemegang Hegemoni bagi yang mendukung teori-teori mapan dalam melihat sebuah dinamika sosial politik yang terjadi di dunia. Bebas dari nilai adalah suatu ke-Anomalian yang sekarang merajalela dalam kehidupan sehari-hari,, pada dasarnya setiap subjek tidak akan pernah bebas dari nilai-nilai yang akhirnya menyebabkan ke subjektif-an,, tetapi bagaimana bila subjektifitas adalah sesuatu yang alami dan harus terjadi dalam kehidupan? Say no to Objektif!!

Daftar Pustaka :


Boyd Barret, Oliver and Newbold, Christ, 1995, Approach to Media Reader, California : Arnold.


Eriyanto,2003,  Analisis Wacana - Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta : LKIS.


Fairclough, Norman,  1995, Media Discourse, London  : Edward Arnold


Littlejohn, Stephen, 2002, Theories Of Human Communication, Wadsworth, Belmont


Rakow, Lana F and Laura A. Wackwitz, Feminist Communication Theory, Sage Publications : New Delhi


Sindhnata, 1983. Dilema Usaha Manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Jakarta : Gramedia


Anderson, Benedict. 1983. Imagined Communities: Reflection on the Origin and Spread of Nation. London-New York: Verso.

Budianta, Melani. 2000. Discourse of cultural identity in Indonesia during the 1997-1998 monetary crisis. Inter-Asia Cultural Studies, Volume 1, Number 1.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun