Mohon tunggu...
Empi Muslion
Empi Muslion Mohon Tunggu... Administrasi - pengembara berhenti dimana tiba

Alang Babega... sahaya yang selalu belajar dan mencoba merangkai kata... bisa dihubungi : empimuslion_jb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Mati Lampu

6 Agustus 2019   08:08 Diperbarui: 6 Agustus 2019   10:06 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebetulan anak saya, saat ini kelas 1 SMA, saya katakan saya baru mulai merasakan listrik, adalah saat saya memasuki kelas 1 SMA, saat saya kos jauh dari rumah orang tua.

Pengalaman saya pertama kali menikmati lampu listrik, saya hampir mati kesentrum, saat saya mau menukar bola lampu yang putus, saya pegang ujung lampunya yang ada besi alumuniumnya. Tangan dan tubuh saya bergetar, jantung saya berdebar serasa mau copot, untung saya bisa melepaskan.

Tiga hari tiga malam saya membisu, membeku dalam ketakutan diselingi rasa kedunguan, anak kampung merasakan hidup berlampu listrik.

Anak saya termangu....

Tibalah malam, listrik masih belum menyala, anak saya katanya mau membuat PR, kami hidupkan lilin hampir disetiap sudut. Sepertinya anak saya juga belum enjoy, saya bergumam dalam hati sambil tertawa kecil, ini kesempatan lagi berbagai kisah belajar dengan nyala lampu lilin sekelas lampu togok.

Saya ajak anak saya mengambil buku, kemudian saya ambil lilin, saya katakan, dulu guru papa mengatakan jika belajar lampunya taruh disebelah kiri, yang perlu diperhatikan jangan sampai tertidur karna jika tertidur bisa bahaya jika lampunya tersenggol, minyaknya tumpah dan bisa berakibat fatal, kebakaran.

Saya lihat anak saya mempraktekkan apa yang dulu pernah saya rasakan, diambilnya buku tulis, ditaruhnya lilin yang paling besar disebelah kiri tempat duduknya. Saya perhatikan dari jauh, ternyata, tidak sampai dua menit, dia mengambil HP nya lalu berlalu, menuju kursi ruang tamu, lalu dia terpaku dengan diam membisu seribu kata, kelu....

Setiap zaman, ada masanya
Setiap zaman, ada peradabannya
Setiap zaman, ada tekhnologinya
Setiap zaman, ada kisahnya
Setiap zaman, ada hikmahnya

Zaman seiring derak waktu selalu berputar, kita hanya mampu memaknai, menikmati dan mensyukuri apapun itu masa dan suasana era yang kita lalui...

Semua berkembang dan berubah, karena yang abadi adalah perubahan itu sendiri...

Kita bisa tahu dan menikmati 'terang' karena adanya 'gelap...' Gelap dan terang, dua fenomena yang selalu membawa hikmah dan berkah dalam kehidupan dan alam semesta...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun