Mohon tunggu...
Empi Muslion
Empi Muslion Mohon Tunggu... Administrasi - pengembara berhenti dimana tiba

Alang Babega... sahaya yang selalu belajar dan mencoba merangkai kata... bisa dihubungi : empimuslion_jb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Mati Lampu

6 Agustus 2019   08:08 Diperbarui: 6 Agustus 2019   10:06 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dek enak juga kalau mati lampu yaa ?"

Anak saya agak sedikit kaget dan menatap saya, dan berkata "kok enak pa?" Jawabnya dengan ekspresi keheranan.

Saya tertawa kecil, saya sudah menduga ekspresinya. Saya bahagia dalam hati, inilah kesempatan saya berbagi kisah, berbagi pelajaran hidup dan hikmah dengan anak saya.

Kebetulan diatas lemari buku, saya memajang lampu storokiang (petromax) asli punya orang tua saya yang saya bawa dari rumah orang tua saya di kampung halaman.

Sengaja saya taruh lampu petromax itu disitu, diatas lemari buku didepan ruang tamu, sebagai pengingat dan penegur diri saya, keluarga dan anak-anak saya agar tidak lupa dengan asal muasal diri di masa lalu. Sekaligus sebagai doa dan prasasti pengingat jasa dan keringat orang tua dalam membesarkan dan memperjuangkan anaknya agar bisa bersekolah dan memiliki ilmu.

Saya ceritakan kepada anak saya,  itu lampu petromax adalah lampu termewah saya dulu dalam belajar, lampunya pakai minyak tanah, bola lampunya dari kain yang dibakar dengan spiritus tapi bisa menyala bak lampu neon, untuk menghidupkannya harus dipompa, dengan energi ekstra, hidupnya tidak bisa lama, tergantung ketersediaan minyak tanah dan ketahanan kain bola lampunya.

Kemudian saya diam sejenak, saya lanjutkan berbagi kisah, itu lampu petromax tidak tiap malam dihidupkan, jika dihidupkan itupun hanya dari maghrib paling lama sampai jam sembilan malam. Setelah itu dilanjutkan memakai lampu togok.

Mendengar lampu togok anak saya tertawa kecekikan, karna waktu kami pulang kampung saya pernah melihatkan lampu togok kepada anak-anak saya.

Lampu itu biasanya dibuat dari kaleng cat ukuran kecil, kemudian penutupnya dilubangi dan dikasih kain sebagai sumbunya, kain sumbunya biasanya dari singlet putih yang sudah robek tidak terpakai lagi.

Dan dipagi hari, disaat bangun pagi maka lubang hidung kita akan dipenuhi asap dari api lampu, bak sarang laba laba hitam menggantung di bulu hidung.

Alhasil, disaat mati lampu itu, kesempatan saya menuangkan dan menumpahkan memori indah saya diwaktu kecil nan belum pernah menikmati kilaunya listrik didalam rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun