Kokok ayam bersahutan
Air wudhuk terbasuhkan, menghadap ridho Sang Illahi
Kau ambil cangkul dan kapak tajam, terletak diujung dapur beralas tanah
Kau langkahkan kaki menuju sawah dan hutan semak belukar
Kau tanam padi kau semai kopi berharap buah bergelantungan
Â
Pagi dan petang kau susuri
Jalan setapak penuh duri, berteman lintah, pacet dan babi rimba
Wajahmu tetap berseri, walau makan berteman nyamuk dan kecoa
Â
Hari terus berganti
Padi dan kopi berbuah limpah
Senyummu mulai merekah
Kau tuai dan kau petik untuk dipanen
Datang tengkulak menghampiri, kau jual dengan berat hati
Dihargai dengan recehan yang tak sebanding dengan peluh keringatmu
Hutang sudah menunggu dari rentenir yang mengais dipunggungmu
Mimpi memperbaiki dapur dan naik haji
Hanya harapan yang selalu berganti saat bulir padi dan kopi mulai bersemi
Senyummu berbuah onak dan duri
Â
Kau tak pernah menyadari
Bulir padi dan kopimu yang bermutu tinggi
Melalang buana ke kota-kota
Bulir padimu menjadi beras premium yang dibungkus indah bertengger di supermarket mewah
Butir kopimu menjadi minuman termahal tersaji di café café bermerk internasional
Â
Kau hanya bisa bermimpi
Mimpimu dituai oleh kalangan borjuis
Kau hanya bisa berharap
Harapanmu dipanen oleh kalangan berduit
Kau hanya bisa berkhayal
Hayalanmu diberangus oleh kalangan berdasi
Â
Pak tani dan bu tani
Inilah tanah pertiwimu
Gemah ripah loh jinawi
Hanya dendang penina bobo
Sambutlah esok pagi
Nan kan terus berulang
Sambil menunggu
Tanah pertiwimu tandas tergadai
Sawah ladangmu menjadi beton bertulang
Hanya hitungan waktu
Anak cucumu kan menjadi tamu di tanah moyangnya…
Â
17 Februari 2016
Foto : dok.pribadi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI