(Gambar 4 :Â Trotoar sepanjang Komplek Gelora Bung Karno telah diokupasi oleh penjual tanaman dan pot bunga, Foto.Empi M)
Nun tak jauh dari komplek Gelora Bung Karno, persis disampingnya, tengoklah keberadaan komplek Hotel The Sultan yang tanahnya saat ini sudah 100 persen milik negara, setelah puluhan tahun diperah oleh swasta dan pribadi. Jangankan untuk dijadikan ruang publik, masuk areal inipun kita bak masuk istana pribadi sang raja minyak.
Setali tiga uang dengan kondisi Gelora Bung Karno, disekitar wilayah senayan seperti Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI, juga dibatasi dengan pagar pembatas yang tinggi, sungguhpun didalamnya terbentang taman nan asri ditumbuhi pohon-pohon nan rindang. Padahal jika komplek parlemen ini dikelola dengan baik, menjadikan warga sebagai pemilik kota, banyak lahan-lahan kosong yang ada didalamnya yang dapat dimanfaatkan oleh warga untuk ruang publik. Tentunya tanpa harus menghilangkan sejarah, keberadaan dan kemarwahan komplek gedung ini. Tanpa mengurangi kenyamanan dan keamanan segenap wakil rakyat, pejabat atau karyawan yang bekerja diseputaran gedung tersebut.
(Gambar 5 : Kokoh dan tingginya pagar parlemen kita, Foto.Empi M)
Saya sering melamun hampa, andai saja kebun rusa, taman yang luas dan danau nan teduh yang ada disamping komplek parlemen dapat dinikmati warga, betapa indahnya jalinan batin gedung rakyat ini dengan rakyatnya. Bahkan akan bisa menjadi jalinan empati dan rasa memiliki antara rakyat badarai dengan wakil-wakilnya.
(Gambar 6 : Andai saja Kebun Rusa dan rindangya ruang publik dikomplek parlemen RI dapat dinikmati warga, Foto.Empi M)
Begitupun areal yang berada di komplek Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Komplek Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Komplek TVRI dan Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebenarnya banyak ruang dan fasilitas negara yang bisa dinikmati oleh warga, sebut saja tamannya yang luas, pohonnya yang rindang, lengkapnya sarana olahraga seperti lapangan tenis, bulutangkis, basket, futsal, kolam renang dan sebagainya, tetapi karena komplek gedung ini diberi pembatas berupa pagar dan barisan para satpam, bahkan masuk komplek Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup-pun warga yang membawa kendaraan harus membayar karcis. Bagaimana warga bisa merasa nyaman, tenang, dapat menikmati serta mempunyai rasa memiliki dengan ruang publik yang dibangun dari pajak warga tersebut ?
(Gambar 7 : Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang rindang dan asri, Foto.Empi M)