Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lamakera Itu, Hanya Sebuah "Kampung"

23 April 2023   17:31 Diperbarui: 26 April 2023   07:01 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya keuntungan historis ini tidak dimanfaatkan secara optimal bagi anak Lewotanah Lamakera pascamendiang almukarram alm. Aba H. Abdul Syukur Ibrahim Dasi (dkk). Beliau tidak hanya memiliki titisan sebagai otoritas kerajaan, tapi memiliki kepiawaian dalam ilmu keagamaan.  Keunggulan kompetensi dalam kedua bidang ini ditambah kemampuan dalam bidang sosial budaya dan politik, yang aspirasi dan afiliasi politiknya disalurkan melalui parpol Islam, khususnya PPP, tidak lantas di-ambilalih (ditransfer secara estafet) dan secara utuh oleh generasi sesudahnya untuk dapat menempatkan posisi Lamakera sebagai Pusat Peradaban Islam (Centre of Islamic Civis) di regional NTT.

Tradisi mengkap Ikan Paus oleh Nelayan Lamakera (sumber: https://www.voa-islam.com/)
Tradisi mengkap Ikan Paus oleh Nelayan Lamakera (sumber: https://www.voa-islam.com/)

Tidak hanya gagap dalam memposisikan diri secara politik dan keagamaan, kita sebagai generasi Lamakera juga gagal dalam mentranformasikan Lamakera pada aspek budaya dan ekonomi. Kita gagal mengambil peran dan membuat posisi tawar (bargaining position) yang memadai untuk dapat diperhitungkan secara politik.

Harus diakui secara jujur bahwa sampai hari ini, Lamakera yang kita glorifikasi sebagai sebuah Lewotanah kebanggaan, dan ekspektasi ini bagi saya sedikit berlebihan, bila dibandingkan dengan kontribusi konkrit dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Lamakera sejauh ini tidak mempunyai resources yang cukup dapat dijadikan bargaining, bahkan nyaris tidak memberi kontribusi sama sekali terhadap PAD bagi Kabupaten Flores Timur. Sehingga bagi saya, adalah sebuah keberkahan Lamakera bisa mendapatkan akses jaringan instalasi listrik dan air bersih berkat kontribusi luar biasa dari Kakanda alm. Dr. M. Ali Taher Parasong dan adik Ahmad Johan dengan memanfaatkan posisi dan konektivitas politik di tingkat nasional. Begitu pula dengan infrastruktur pendidikan, jalan, pelabuhan (dermaga), dan tanggul penahan rob (ombak pantai), dll.

Karena itu, agar tidak menjadi distorsi yang mengarah pada anomaly reuni nanti, kita perlu sepakat sejak awal untuk memperkuat dan melakukan pemberdayaan ekonomi Lamakera, berbasis perikanan. Pengembangan dapat dimulai, dengan melakukan diversifikasi dan pemberdayaan ekonomi berbasis kerakyatan, melalui industri-industri tradisional dan rumah tangga,  antara lain dengan membangun Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Lamakera, wisata Bahari, memperkenalkan wata bitti (jagung titi) sebagai kuliner berwawasan kearifan lokal. Seiring dengan pengembangan TPI, geliat pasar tradisional per pekan dapat dibuka di Lamakera. Tentu saja kita tidak harus bergerak sendiri, tapi perlu juga melibatkan daerah-daerah sekitarnya yang secara ekonomi selangkah lebih maju untuk menopang gerak maju Lamakera.

Wata Bitti (Jagung Titi), Makanan pokok warga Lamaholot, Flores Timur
Wata Bitti (Jagung Titi), Makanan pokok warga Lamaholot, Flores Timur
Infrastuktur pelabuhan (dermaga) yang menjadi legacy alm. Kanda Dr. M. Ali Taher Parasong dan adik Ahmad Johan akan semakin menunjukkan urgensinya jika kita bisa melakukan pengembangan, "revitalisasi" dan diversifikasi, minimal secara ekonomi. Juga hal itu pula sebagai titik point untuk pengembangan wisata budaya dan wisata Bahari, di samping infrastruktur pendidikan yang sudah sangat memadai. Maka saya optimis visi alm. Kakanda Dr. M. Ali Taher Parasong ingin mengawali peradaban baru Islam dari Lamakera bukan sesuatu bersifat muspra. Karena sangat realistic dan visiable. Tapi jika kita gagal menangkap sinyal itu, maka kita hanya mampu menggantang asap. Inilah yang saya sebut di atas sebagai harus punya target jelas. 

Epilog : Reuni "Musiman" 

Rencana reuni Warga Lamakera II yang akan dilaksanakan pada Juli 2023 nanti, jangan hanya sebagai momentum musiman. Maksud saya, tidak menjadi ritual temporer yang bertepatan dengan musim electoral, pelaksanaan hajat Nasional, Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres), dan Kepala Daerah tahun 2024. Premis ini sebagai bentuk koreksi, mengingat pada Reuni I telah disepakati bahwa kegiatan reuni ini akan dilaksanakan secara rutin setiap interval waktu tertentu (jika tidak salah mengingat, setiap empat (4) tahun sekali). Hanya saja tanpa ada alasan yang jelas, sejak pascareuni I, seiring berbilang tahun, rencana Reuni II, yang semula ditunjuk Kupang sebagai pelaksana, tidak pernah terwujud, hingga kemudian muncul gagasan dan prakarsa dari adik Ahmad Johan, mengajak warga Lamakera di mana saja di pelosok negeri ini, untuk kembali bertemu, menghidupkan kembali "asa", membangun peradaban baru, melalui Reuni II pada Juli 2023 yang akan datang.

Saya tidak sedang mencoba  melakukan delegitimasi, atau setidak-tidaknya dereunisasi, framing untuk memberi stigma bahwa kegiatan reuni yang sedang digagas dan akan dilaksanakan nanti sarat dengan muatan dan motif tertentu, katakanlah motif elektoral. Seperti sudah saya jelaskan di atas, apa yang menjadi pokok pikiran (reasoning) pada tulisan ini, adalah sebagai sebuah otokritik. Sehingga saya berharap, deskripsi narasi dari paparan ini tidak diinterpretasi secara tidak proporsional sebagai sebuah upaya terselubung untuk melakukan pembusukan (delegitimasi). Anggap saja sebagai obat penyemangat untuk memberikan nutrisi dan vitamin, spirit untuk tetap fight dalam keterbatasan sumber daya, sehingga tidak melahirkan penilaian sebagai dialektika apologetic semata.     

Meski demikian, perlu pula saya tegaskan bahwa tidaklah menjadi sesuatu yang haram, kalau kegiatan ini memberi implikasi positif pada tataran elektabilitas electoral. Secara jangka pendek, itu sah-sah saja, sebagai pemberi efek tambahan (double effect).

Bahwa merupakan sebuah hal yang niscaya jika kita ingin mengangkat dan mengorbit Lamakera sebagai epicentrum (pusat) peradaban, baik bersifat sosial budaya, politik, dan atau ekonomi, sehingga tidak hanya dikenal sebagai sebuah entitas sosial dan politik untuk sebuah tujuan tertentu pada suatu musim tertentu. Apakah tujuan itu bersifat jangka pendek, sementara (temporer) maupun bersifat jangka panjang, berkelanjutan (sustainable). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun