Kemarin, Sabtu, 22 April 2023, pascalebaran, sekitar pukul 13-an lewat, tepatnya 13.23 Wita (setidaknya seperti yang terbaca dalam pesan itu), saya mendapat kiriman terusan (file PDF) surat penyampian dengan lampiran Panduan Reuni melalui pesan whatsApp. Saya sedikit masygul ketika membuka whatsApp dan melihat isi pesan itu. Tidak ada pesan (keterangan) tambahan terkait surat yang diteruskan ke saya tersebut. Tapi terbaca jelas melalui judul file surat itu, "Surat Penyampaian Panduan Reuni 2023".
Lantas? Karena ingin tahu reasoning dan kerangka kegiatan, saya pun membuka file surat, sekaligus membaca panduannya. Sepintas sangat "rasional" dan memiliki pijakan yang kuat sebagai alasan rekomendatif untuk melaksanakan reuni itu. Tapi, ada tapinya?
Target?
Sore hari, setelah Ashar, saya kedatangan "tamu" (saya memberi tanda petik, karena tamu itu bukan tamu jauh), adik sepupu, inisial MSG, sek. untuk silaturahmi pascalebaran. Dalam obrolan kami  ala keluarga, sempat pula menyinggung tentang kegiatan reuni tersebut. Begitu pula dengan malam harinya, saya kedatangan lagi "tamu", Adik AEM dan istri.
Lagi-lagi dalam obrolan itu muncul pula tema reuni. Sedikit perlu ada penjelasan! Adik A(EM) (meski dia memanggil saya Nana, dalam  relasi adat, konteks hubungan ponakan dan om, tapi karena saya juga masih sangat paham dengan pola hubungan dan nilai-nilai adat, adatisme, sebut saja penganut mazhab adat), sehingga saya tetap memanggilnya dengan sebutan adik dalam komunikasi tulisan. Tapi jika secara lisan dan verbalistik, tetap saya menyapanya dengan menyebut namanya langsung, A(EM).
Tidak terlewatkan pula dalam perbincangan hangat ala keluarga, muncul pula topik Reuni. Adik A(EM) bertanya kepada saya, "Menurut Nana, bagaimana dengan rencana reuni pada Juli 2023 nanti?" Entah dengan maksud apa dengan pertanyaan itu? Tapi saya yakin, adik A(EM) bertanya seperti itu karena, selain rasa respek, juga ingin memperoleh gambaran dari pandangan saya terkait reuni itu. Bahkan secara lugas, A(EM), "meminta" saya, "Mungkin Nana perlu menulis tentang reuni itu dari persepktif Nana".
Mendengar permintaan itu, saya tidak langsung mengiyakan, maupun menolaknya. Tapi secara singkat saya menyampaikan bahwa saya sudah membaca panduan (tepatnya proposal) reuni itu, dan saya belum mendapatkan kesimpulan apa-apa. Hanya satu yang bisa saya sampaikan setelah membaca proposal itu, target (masih) belum jelas. Â
Visi Lamakera sebagai Epicentrum Peradaban Islam
Saya tahu bahwa kegiatan reuni ini sebagai kelanjutan dari kegiatan pra-reuni pada Oktober 2022 di Kupang, yang digagas dan diprakarsai oleh adik Ahmad Johan, seorang putra Lamakera, yang saat ini sedang mengemban amanah sebagai anggota DPR RI, Fraksi PAN. Juga kegiatan Reuni Warga Lamakera ini sebagai perwujudan appresiasi melanjutkan gagasan besar almarhum Kakanda Dr. M. Ali Taher Parasong, yang mempunyai asa (hope) sekaligus keprihatinan dan concern (baca: perhatian = care) beliau yang sungguh sangat besar terhadap eksistensi Lamakera. Dalam pandangan sepintas saya, almarhum adalah peletak dasar  ikrar kebersamaan Warga Lamakera dan pelopor awal ingin mewujudkan visi besar, menjadikan Lamakera sebagai Epicentrum Peradaban Islam di kancah regional Nusa Tenggara Timur (NTT). Sayangnya, dalam mengawal visi besarnya tersebut, kakanda almarhum menjemput ajal di tengah masih mengemban amanat sebagai Ketua Fraksi PAN di MPR karena menderita covid sepulangnya dari lawatan ke Argentina.