Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Perjalanan Seorang "Pejuang" (Sebuah Inmemoriam)

27 Januari 2021   11:32 Diperbarui: 27 Januari 2021   11:46 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pemakaman almarhum (dokpri)

Suka duka di SMA Suryamandala (dokpri)
Suka duka di SMA Suryamandala (dokpri)
"Persaingan" tidak hanya terjadi dalam prestasi akademik, tapi juga dalam hal unjuk kebolehan dalam bidang olahraga. Dan ini berlanjut sampai kami menyelesaikan sekolah jenjang SMA. Apalagi di tingkat SMA kami satu kelas, karena memilih jurusan yang sama, yakni IPA Fisika ketika naik ke kelas II. Pada masa inilah semakin terasa nuansa persaingan itu, khususnya dalam hal prestasi akademik individu hingga kami tamat.

Melanjutkan Asa 

Satu hal yang menyesakkan adalah fakta bahwa saya dan almarhum, meski terlibat "perang dingin", bersaing, tapi ketika hendak tamat, ternyata kami sama-sama gagal pada ujian akhir, alias tidak lulus. Merasa sangat kecewa, akhirnya saya dan almarhum memutuskan untuk pindah sekolah. Kota yang menjadi tujuan untuk bisa melanjutkan kembali agar dapat tamat SMA yang sempat tertunda itu, adalah Makassar.

Maka pada pertengahan Juli 1989, dengan menumpang KM. Kelimutu, kami pun berlabuh di Pelabuhan Makassar. Asa untuk dapat menamatkan pendidikan jenjang SMA pun bersua, di SMA Yastema Ujung Pandang. Singkat cerita kami pun tercatat sebagai alumni SMA Yastema Ujung Pandang, setelah berhasil menamatkan pendidikan pada tahun 1990, meski hanya terdaftar 1 tahun. 

Antara PTN atau PTAI 

Setelah tamat SMA tahun 1990, pada tahun yang samaitu pula, kami mendaftar masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur UMPTN. Nasib rupanya berkata lain, pada jenjang inilah saya dan almarhum "berpisah" jalan. Tidak lagi bersama-sama, seiring sejalan, berangkat dan pulang bersama sekolah dan kuliah, karena melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi yang berbeda. Saya berhasil tembus masuk UMPTN, sementara almarhum "gagal", sehingga harus mendaftar di perguruan tinggi Agama Islam (PTAI), yakni IAIN Alauddin Makassar.

Ada cerita menarik, ketika almarhum dan saya nyaris juga memutuskan harus masuk IAIN Alauddin Makassar. Sambil menunggu pengumuman seleksi UMPTN, saya dan almarhum "disarankan" untuk mendaftar di IAIN Alauddin Makassar. Ya, sekedar untuk jaga-jaga, kalau tidak berhasil masuk perguruan tinggi negeri (PTN) umum melalui seleksi UMPTN itu.

Maka kami pun mendaftar di Fakultas Tarbiyah. Saya memilih jurusan Tadris IPA, sementara almarhum memilih Tadris Matematika. Alhamdulillah, saya dan almarhum lulus pada jurusan masing-masing. 

Akan tetapi, saya sangat ingin kuliah di PTN umum (tapi alasan sebenarnya lebih disebabkan karena "ketakutan" tidak bisa menyesuaikan diri akibat belum bisa membaca Qur'an), sehingga sampai batas waktu pendaftaran ulang saya tidak melakukan registrasi ulang. Sementara almarhum tetap mendaftar ulang. 

Ternyata, pilihan kami tidak salah, saya tidak mendaftar ulang, dengan "kompensasi" saya lulus masuk PTN umum, sementara almarhum gagal UMPTN, sehingga tepat juga memilih mendaftar ulang di Tadris Matematika IAIN.  

Pantang Menyerah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun