Banyak hal yang telah dipaparkan terkait problematika sosial, baik permasalahan pendidikan pada tingkat makro, maupun masalah sosial aktual yang terjadi di Lamakera hari ini (tingkat mikro).Â
Dari semua sumbangsih saran dan penegasan yang telah diurai tuntas pada acara Bincang Santai itu menandakan sebuah harapan besar yang sedang diusung oleh genarasi Lamakera, yakni ingin menghadirkan Lamakera sebagai epicentrun peradaban Islam di wilayah NTT. Sehubungan dengan itu, maka berikut ada beberapa point yang perlu kita bahas secara lebih intens dalam sebuah forum kecil (think tank) sebagaimana aspirasi yang berkembang dalam dinamika dan dialektika pertemuan virtual itu.Â
1. Merespon wacana Lamakera menjadi epicentrum peradaban Islam di NTT, maka perlu ditetapkan atau dirumuskan terlebih dahulu apa parameter, indikator, kerangka nilai, dan paradigma, serta arah gerak perubahan tentang epicentrum peradaban Lamakera yang dimaksud.Â
2. Gagasan atau rencana menghadirkan science centre di Lamakera merupakan sebuah ide alternatif yang mungkin dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk pengembangan dan pemberdayaan generasai Lamakera.Â
3. Namun science centre tersebut hendaknya didesain secara komprehensif sehingga dapat membuka peluang dan kesempatan generasi Lamakera dapat mengembangkan potensi dan talenta, baik kompetensi, wawasan, dan skills, tanpa mengabaikan nilai-nilai spiritual dan kearifan lokal. Tidak hanya menghadirkan dalam bentuk fisik semata, tetapi lebih jauh adalah memikirkan kontinuitas operasional lembaga tersebut, sehingga tidak menjadi sebuah harapan yang muspra, ibarat kata, "panas-panas tai ayam".Â
4. Tak kalah penting adalah lembaga pendidikan yang sudah ada di Lamakera, mulai dari pendidikan dasar (SD/MI, MTs, dan SMA/MA) harus pula memberikan porsi kurikulum pada pengembangan bidang vokasi (kurikulum lokal). Hal ini berarti perlu pula dipikirkan untuk menyediakan pendidikan berbasis kejuruan (SMK) di Lamakera.Â
5. Menghadirkan sekolah kejuruan pasti akan berkonsekuensi pada biaya (cost) dan investasi yang lebih besar. Dan hal ini menjadi tugas Kakanda H. M. Ali Taher dan adinda Ahmad Yohan untuk memperjuangkan di lembaga legislatif, termasuk memanfaatkan semua konektivitas yang sudah terbangun selama ini.Â
6. Agar  generasi Lamakera tidak mengalami apa yang disebut shock culture (kejut budaya atau gegar budaya), maka  penanaman nilai-nilai keilaihaian melalui rumah mengaji, pembinaan karakter melalui pendidikan keagamaan berbasis masjid, serta pengembangan seni budaya berbasis kearifan lokal harus terus digalakkan.Â
7. Tak lupa adalah mempersiapkan generasi Lamakera menjadi hafids dan hafidzah untuk pada saatnya nanti dapat diproyeksikan melanjutkan pendidikan ke luar negeri (terutama Timur Tengah, khususnya Maroko), teknisnya dapat disimulasikan, seperti mengaktifkan rumah mengaji, mengirimkan anak Lamakera ke ponpes-ponpes tahfids, mendatangkan pembimbing khusus, dan bentuk lainnya.Â
8. Penting pula dipikirkan untuk mengembangkan daerah-daerah satelit di sekitar Lamakera bila memang kita berharap kelak Lamakera dapat menjadi epicentrum peradaban Islam maupun pusat pengembangan ilmiah.Â
9. Dengan begitu akan membawa konsekuensi logis terhadap penyiapan semua infrastruktur pendukung, tidak hanya sarana pendidikan, sarana/prasarana untuk meningkatkan literasi, baik literasi melalui perpustakaan dan bahan pustaka yang lengkap dan representatif, juga perpustakaan berbasis digital dan teknologi yang tidak murah, juga perlu dipikirkan berbagai potensi yang bisa dikembangkan, seperti potensi ekonomi (kekayaan bahari), dan potensi pariwisata bahari dan seni budaya. Â Sejauh ini, semua persyaratan itu, untuk Lamakera masih jauh dari kata memadai. Â