Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

ZI-WBK, Personalisasi Institusi dan Institusionalisasi Personal, Sebuah Sketsa

9 September 2019   10:01 Diperbarui: 10 September 2019   07:49 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://slideplayer.info/slide/1959009/

Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) akronim ZI-WBK (Zona Integritas- Wilayah Bebas (dari Korupsi) bukan merupakan sesuatu yang asing lagi saat ini. Bahkan akronim ini menjadi sebuah "zimat" ampuh untuk menumbuhkan kesadaran bagi setiap insan ASN, apakah itu dia staf biasa atau seseorang yang sedang memegang amanah sebagai pemimpin, maka wajib memastikan bahwa di lingkungan (wilayah) kerjanya memiliki integritas untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government). Komitmen untuk membangun ZI-WBK seiring dengan tuntutan hadirnya good governance dan clean government menjadi keharusan bagi para penyelenggara pemerintahan (baca:  negara), termasuk ASN pada semua tingkatan (level) tanpa kecuali. Tujuannya agar dapat memutus mata rantai praktek buruk masa lalu sehingga mampu menghadirkan  pengelolaan negara (pemerintahan pada semua level) yang bersih,  adil, dan mengayomi.

Maka menjadi sesuatu hal yang menggembirakan (excited) ketika LPMP Sulsel juga sedang menuju ke arah menerapkan ZI-WBK. Dengan menerapkan ZI-WBK di lingkungan LPMP Sulsel, saya, termasuk kita, berharap akan terwujud sebuah pengelolaan manajerial maupun administrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas sebagai perwujudan dari penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang bersih, baik,  dan berwibawa.   

Praktis sudah hampir dua tahun LPMP Sulsel telah mencoba untuk menerapkan tata kelola sistem manajerial dan administrasi yang bersih dan baik dengan menerapkan ZI-WBK. Tapi sungguh sayang, dalam dua kali asistensi (assesment), hasilnya masih belum menggembirakan. Kita, termasuk saya, "dipaksa" masih harus menunggu, sampai pada "kondisi ideal", di mana Tim Penilai merasa semua prasyarat dan persayaratan telah terpenuhi. Tidak hanya menyangkut keterpenuhan syarat administrasi, tapi satu hal yang paling penting dan utama adalah perubahan pola perilaku pada pengelolaan manajerial dan administrasi (organisasi).

Jangan sampai kita hanya mengejar syarat pada aspek formalitas keterpenuhan administrasi, tapi pada saat yang bersamaan, seakan (ingin) memalingkan muka ketika sudah sampai pada aspek implementasi faktual di lapangan. Saya dan kita semua pasti tidak ingin seolah-olah ibarat orang sedang memanggang ikan, tapi antara ikan dan bara api sungguh berada pada kutub yang berlawanan. Maka hasilnya sudah dapat diprediksi, "Jauh panggang dari api". Ikan yang sudah diberi pernak-pernik bumbu yang sedap sehingga menggiurkan siapa saja, tapi sungguh  tidak pernah bisa dinikmati, karena (faktanya) ikannya tidak pernah matang. Tanya, kenapa?    

Personalisasi Institusi dan Institusionalisasi Personal

Analogi ikan dan panggang di atas tidak ingin menyindir siapapun. Sisi positif yang dapat diambil dari analogi ikan dan panggang adalah menjadi sebuah otokritik, sehingga dapat mendorong kita untuk melihat "wajah" kita sesungguhnya. Sebenarnya wajah kita ini sungguh sudah bersih dan cingklong seperti para artis, meski sudah didempul dengan make up yang mewah nan mahal. Atau jangan-jangan di sana sini masih ditemukan "bopeng" sebagai akibat dari perilaku anomali terhadap jargon, satu kata dan perbuatan.

Atau ada kecenderungan memperlihatkan sikap yang mengindikasikan sebuah gejala sedang mengarah pada kondisi personalisasi institusi dan institusionalisasi personal, meski tanpa kita sadari? Apa pula itu?

Pertama, personalisasi institusi, bagi saya berarti (usaha) menjadikan lembaga sebagai (bagian dari) pribadi (bisa dalam arti positif). Namun yang saya maksud dengan personalisasi institusi dalam tulisan ini adalah sebuah kondisi (bisa masih dalam bentuk gejala) di mana urusan dan atau kepentingan institusi nyaris tereduksi sedemikan rupa dalam kepentingan pribadi (personal). Antara tujuan lembaga dan tujuan pribadi tidak lagi dapat dibedakan. Keduanya bercampur berkelindan, akan tetapi subyektivitas personal cenderung menggerus pencapaian tujuan organisasi secara intitusi.

Atau dengan kata lain usaha untuk menjadikan tujuan pribadi seakan-akan menjadi bagian integral dari tujuan lembaga. Bahkan dalam batas tertentu subyektivitas personal terlalu  dominan dalam pengambilan keputusan, daripada mengutamakan tujuan lembaga (institusi). Pada batas tertentu malah nyaris terpotret kondisi nyata subyektivitas personal telah mensubordinasi tujuan organisasi (institusi) secara umum. Apalagi institusi itu merupakan instansi pemerintah, yang berorientasi pada pelayanan publik, termasuk para stakeholder internal, bukan perusahaan pribadi, di mana pengelolaan perusahaan bergantung pada pemilik (owner)-nya. Meski hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip manajemen modern dan profesional.

Kedua, institusionalisasi personal, di mana yang saya artikan sebagai pelembagaan (kepentingan) pribadi. Sebuah upaya secara sadar dan sengaja untuk melembagakan kepentingan dan atau tujuan  pribadi yang dikamuflase sedemikian rupa seolah-olah merupakan bagian integral dari tujuan dan kepentingan organisasi (institusi).

Pribadi nyaris identik dengan institusi (personal centris). Sehingga yang terlihat keluar ketika sebuah beleid ditetapkan tidak lagi mencerminkan tujuan organisasi (institusi) secara umum yang menjadi target utama yang ingin dicapai, tapi lebih mengarah pada kondisi untuk mengamankan hal-hal yang tidak bersifat  substansi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa organisasi (institusi) hanya sebagai sarana (media) untuk mewujudkan "hidden agenda" personal. Di sini sangat terlihat dominasi warna kekuasaan  daripada warna penyelengaraan tata kelola organisasi secara transparan dan akuntabel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun