Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Asma Dewi, Riwayatmu Kini!

18 September 2017   11:05 Diperbarui: 18 September 2017   12:37 2553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asma Dewi (kompas.com)

Oleh : eN-Te

Asma Dewi, seorang ibu rumah tangga (IRT) mendadak tenar. Ketenarannya diperoleh melalui cara 'unik', yakni ditangkap oleh pihak kepolisian setelah diketahui melakukan ujaran kebencian di akun media sosial (facebook) miliknya. Kepolisian melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Asma Dewi, pada Jumat (8/9/2017) di rumah kakaknya, yang juga seorang polisi di Jl. Ampera Raya Jakarta Selatan.

Sontak nama Asma Dewi menjadi perhatian dan pusat perbincangan. Publik kemudian berlomba-lomba untuk menelisik lebih jauh profil perempuan berjilbab ini. Siapa gerangan dia, sehingga dapat menyita perhatian warganet di dunia maya maupun dunia nyata.

Sejauh informasi yang dapat diakses, Asma Dewi diduga terlibat dalam kelompok penyebar kebencian berkonten Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), Saracen. Hal mana diketahui melalui jejak pergerakan transaksi keuangan melalui rekening Asma Dewi kepada salah seorang pengurus inti Saracen.

Nilai nominal yang terlacak oleh penyidik POLRI sejauh ini sebesar 75 juta rupiah. Tak menutup kemungkinan boleh jadi transaksi keuangan melaui rekening Asma Dewi kepada kelompok Saracen tidak hanya berhenti pada nominal nilai 75 juta yang sudah terungkap itu saja.

Patut pula kita pastikan bahwa proses pergerakan (mutasi) keuangan dengan nilai nominal sebesar 75 juta rupiah itu mempunyai motif politik. Yakni dalam rangka untuk mengorder berita dan atau informasi hoaks beraroma kebencian SARA. Berita dan atau informasi hoaks berkonten kebencian SARA itu dimaksudkan untuk tujuan untuk menghantam lawan politik.

Mencoba menggiring opini dan sekaligus memanipulasi sentimen publik, khususnya umat mayoritas dari penduduk negeri ini untuk tidak mempercayai dan sekaligus membenci rejim yang sedang berkuasa saat ini. Dengan demikian, pada suatu kondisi tertentu, di mana perasaan publik sudah dapat dimainkan, kemudian diekploitasi sedemikian rupa, maka bandul itu akan diarahkan sesuka keinginan mereka untuk 'menghentikkan' rejim saat ini. Apakah proses penghentian itu melalui jalan konstitusional atau tidak, tergantung momentum yang ada.

Mengingat sebelumnya pihak penyidik telah mengungkap jaringan Saracen yang bekerja memproduksi berita dan atau informasi hoaks dengan alasan ekonomi. Meski begitu sejauh dapat ditafsirkan bahwa faktor ekonomi hanyalah salah satu variabel dari kelompok pengkhianat bangsa semisal Saracen ini dalam memainkan bandul sentimen atas nama SARA.

Bukti pergerakan uang melalui rekening Asma Dewi ke rekening kelompok penebar kebencian berkonten SARA (Saracen), tidak serta merta dapat menjadi 'mesiu' mematikan. Lazimnya, pihak tertuduh akan menyangkal bukti yang diperoleh pihak berwajib. Melalui pengacaranya, Asama Dewi membantah pernah mentransfer uang dengan nilai nominal seperti yang disebutkan polisi. Tapi bagi penyidik bantahan itu buan merupakan sesuatu yang perlu dipikirkan secara serius. Sebab dalam konteks hukum (pidana maupun perdata), merupakan hak tertuduh (tersangka) untuk menyangkal semua bukti yang disodorkan penyidik. Bagi penyidik proses hukum akan tetap berlanjut, tanpa harus terpengaruh dengan berbagai trik-trik yang dilakukan oleh tersangka.

Pasti bagi seorang Asma Dewi, tidak pernah terlintas dalam benaknya, kisah hidupnya akan berakhir di tahanan seperti saat ini. Mungkin selama ini yang ada dalam pikirannya adalah hal-hal yang menyenangkan, menggembirakan, dan sudah pasti mengharapkan akan mendapat kebahagian di ujungnya (happy ending). Sayangnya, fakta hari ini memberikan gambaran yang sangat kontras dengan apa yang selama ini yang ada dalam imajinasinya.

Semua 'obsesi' dan angan-angan akan mendapat kelimpahan atas usaha dan perjuangannya, ya membela 'agama', membela 'kebenaran', membela 'keadilan' versi kelompok yang menjadi bagian dirinya, ternyata sangat berkebalikan. Kegigihannya tetap istiqomah dalam perjuangan, termasuk terlibat secara aktif sebagai 'relawan' (menurut pengakuan mereka yang selama ini dibelanya) patut mendapat acungan jempol. Spirit pantang menyerah, termasuk harus 'bermain api' menyerempet, bahkan berkecimpung dalam kelompok penebar kebencian berkonten SARA, tak membuat nyalinya ciut.

Asma Dewi, meski hanya seorang ibu rumah tangga tapi mempunyai nyali seorang petarung. Tidak seperti halnya, mereka-mereka, baik elit politik, elit partai, mantan artis, maupun suksesor Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok dan Djarot, yang sebentar lagi akan melangkah menduduki singgasana DKI-1, seakan tiba-tiba mengalami amnesia. Mereka seolah lupa dengan 'jasa' si ibu rumah tangga yang satu ini. Ramai-ramai secara kompak dan koor menyatakan tak pernah mengenalnya. Sungguh miris, nasib sudah di ujung tanduk, tapi uluran tangan tak pernah sampai menggapainya, malah dengan tanpa rasa malu, menampiknya pula.

Maka seperti ada yang memberi komando, semua orang yang pernah bersentuhan dan berinteraksi dengan si ibu ini, ramai-ramai membantah bahwa pernah mengenal dekat dengan Asma Dewi. Seakan-akan mereka 'jijik' bila ketahuan bahwa senyatanya, mereka mengenal dekat yang bersangkutan.

Bahwa mereka mememang mengenal Asma Dewi hal itu dapat dikonfirmasi, sekurang-kurang melalui media foto. Tapi rupanya hal itu belum cukup. Karena bagi kelompok dan tokoh-tokoh yang 'diuntungkan' Asma Dewi, bila tidak lihai mengelak, hampir pasti akan ketiban tangga.

Para petualang pengejar kuasa, seakan takut nanti terkontaminasi virus jahat yang dibawa Asma Dewi. Maka tak ada alasan lain, selain berteriak dengan lantang sambil mencoba membangun alibi bahwa mereka tidak pernah mengenal dekat dengan Asma Dewi. Mereka bahkan dengan kompak dan tega pula menampiknya.

AS dan SU (sbr. liputan6.com)
AS dan SU (sbr. liputan6.com)
Tak kurang seorang Sandiaga Uno pun mengelak. Padahal bila dilihat dari cara berfoto sambil berjabat tangan, tak bisa tidak penafsirannya pasti tunggal. Keduanya (pasti) berkenalan dekat. Tidak mungkin seseorang yang tidak secara personal, berkenalan dekat akan mau berfoto seperti tampak dalam gambar. Begitu pula dengan si mantan artis, Ahmad Dhani. Setali tiga uang.  

Lain lagi dengan bantahan Fadli Zon dalam membela patronnya. Si 'penulis puisi' ini malah membandingkan dengan Asma Dewi yang berfoto dengan si pangeran kuda dengan foto Presiden Jokowi yang menyambut kedatangan Dimas Kanjeng. (Foto Jokowi menyambut kedatangan Dimas Kanjeng itu sejauh ini belum dapat dibuktikan keotentikkannya). Bila keasliannya masih diragukan, mengapa pula Fadli Zon berusaha 'mengalihkan' isu kedekatan Asma Dewi dengan Prabowo, sebagaimana terkonfirmasi melalui foto-foto yang ada dengan foto (editan?) Jokowi dengan Dimas Kanjeng? Takut kena getah pula?

Kasihan Asma Dewi, hanyalah seorang IRT, tapi karena tersulut rasa kebencian yang tak lagi nalar, maka riwayatmu kini, "bagai habis manis sepah dibuang!" Ditolak oleh mereka yang telah menikmati 'jasamu', tapi kau harus menanggung sendiri derita bin merana di balik tahanan. Tak satu pun sudi mengakui sebagai pernah mengenalmu. Duh Gusti!

Wallahu a'lam bish-shawabi

Makassar, 16092017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun