Oleh : eN-Te
Firza Husein (FH) memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa menjadi saksi terkait konten pornografi melalui percakapan WhatsApp (WA) pada Selasa (16/5/2017) kemarin. Sebelumnya, polisi juga telah meminta keterangan teman ‘curhat’ FH, yakni “Kak Emma” dan pemeriksaan saksi ahli sehubungan dengan kasus yang kemudian dikenal sebagai ‘baladacintarizieq’ itu.
Berdasarkan keterangan para saksi dan pemeriksaan saksi ahli, polisi melakukan gelar perkara. Dari hasil gelar perkara, polisi berkesimpulan bahwa kasus ‘baladacintarizieq’ sudah memenuhi dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka. Dan ‘korban’ pertama dari proses gelar perkara itu adalah FH.
FH menurut polisi terbukti melalui dua alat bukti yang cukup terlibat dalam kasus pidana penyebaran konten pornografi. Atas kelalaiannya tersebut, FH dijerat dengan Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang Undang RI nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara (1).
Sementara teman ‘kencan’ FH, seseorang yang mengklaim dirinya paling benar dan suci, Rizieq Shihab (RS) masih berstatus saksi. Menurut polisi, status RS yang belum berubah dari saksi menjadi tersangka karena polisi belum menemukan dua alat bukti yang cukup. Jangankan dua alat bukti, sepertinya polisi juga kesulitan menemukan satu alat bukti pun untuk menjerat RS.
Kesulitan polisi ini dapat dimaklumi. Mengingat dalam kasus chat mesum melalui WA yang melibatkan ‘dua sejoli’, FH dan RS ini polisi mengalami kesulitan untuk memeriksa RS. Dua kali dipanggil untuk hadir memenuhi panggilan polisi guna memberikan keterangan sebagai saksi, dua kali pula sang Imam Besar yang bernyali Hello Kity ini mangkir. Bahkan lebih parah lagi, ‘melarikan diri’ keluar negeri dengan berbagai dalih yang sungguh sangat meragukan.
Awalnya berdalih sedang melaksanakan ibadah umrah di Arab Saudi, tapi pada saat yang lain berdalih sedang menyelesaikan disertasi doktoralnya di Malaysia. Kemudian setelah polisi mengendus keberadaannya di Malaysia, kemarin pengacaranya menegaskan bahwa RS sudah berada kembali di Arab Saudi. Polisi bahkan harus bersedia diajak bermain ‘petak-umpet’ ala si RS.
RS bahkan ingin membawa kasusnya menjadi go international (2). RS seakan ingin menegaskan bahwa sejauh ini, integritasnya masih tetap terjaga. Meski alasan yang disampaikan untuk menghindar dari ‘kejaran’ polisi cenderung kamuflase dan naif.
Apa yang diperlihatkan RS, hal mana ingin menunjukkan integritasnya malah secara telanjang pula secara bersamaan dalam waktu yang sama menggerus kredibilitasnya di mata publik. Khususnya umat Islam (Indonesia).
Integritasnya yang diagung-agungkan oleh para ‘pengikutnya’ tidak lebih dari isapan jempol. Pengujian secara ilmiah oleh saksi ahli telah membuktikan bahwa percakapan WA yang terjadi antara ‘dua sejoli’ itu asli (3) dan telah memenuhi unsur pidana (4). Meski pihak RS, melalui pengacaranya terus menerus membangun opini sebagai kasus rekayasa, kriminalisasi ulama, dan berbagai tuduhan lainnya.
Nyali yang ditunjukkan RS tidak segarang dan sebesar nyaring suaranya yang mencerminkan integritasnya sebagai habaib ketika berteriak ‘tangkap dan penjarakan’ si penista agama. Ternyata suaranya yang menggelagar ketika berada di atas podium hanyalah kamuflase untuk menutup belangnya yang belepotan di sana sini.
Ulama dalam khazanah Islam dikenal sebagai pewaris para Nabi (waratsatul anbiya). Para Nabi dikenal sebagai orang yang sangat istiqamah dalam menjaga lisan dan akhlaknya. Antara kata dan perbuatan berjalan seiring dan paralel, tidak saling meniadakan, karena senantiasa dipandu langsung oleh kehendak di luar kehendaknya. Ketika seseorang yang telah mengklaim diri sebagai ulama, namun tak mampu menunjukkan identitas sesungguhnya sebagai ulama, maka itu hanya nonsense (omong kosong).
Bila seseorang mampu membakar semangat ‘pengikutnya’ untuk berjuang membela kebenaran, harus mampu pula menunjukkan contoh melalui sikap dan perilakunya. Tapi, ketika pengikut bersikap sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami taati), sementara di sisi lain, yang berteriak mengajak malah menunjukkan sikap yang tidak sepatutnya maka hal itu memberikan sinyal buruk. Antara sikap dan perbuatan saling menegasikan.
Sinyal buruk mana akan memberikan implikasi terhadap semangat juang umat. Ketika ghirah (semangat membela) umat sedang berada pada titik kulminasi, namun pada saat bersamaan perilaku patron malah berbanding terbalik sehingga malah menghancurkan seluruh asa umat ke titik nadir. Umat merasa dibohongi di tengah meningkatnya kecintaan untuk mengikuti seluruh nilai ajaran yang dibawa para anbiya.
Publik seakan dipaksa untuk menyaksikan dan menerima realitas, yang tidak selalu memenuhi ekpektasi mereka. Ketika umat sangat mendambakan kehadiran figur agamawan (seperti ulama) yang mampu menghadirkan oase yang menyejukkan di tengah-tengah terik yang mendahagakan, potret yang terbentang di hadapannya malah menampilkan sisi yang sangat kontras dengan ekspektasi itu.
Integritas sebagai pewaris para Nabi, tak lebih dari lip service. Hanya manis di bibir ketika diucapkan, tapi setelah sampai di relung hati bercermin nurani yang bening bersih, malah memberikan gambaran yang tidak seluruhnya sempurna.
Kita boleh berdalih (apologie) untuk membela diri, bahwa sebagai manusia, yang padanya melekat sikap dhaif, maka mengharapkan padanya semua kesempurnaan ibarat meneguk air laut. Semakin diteguk semakin menambah dahaga.
Benar pula pameo itu, bahwa kelemahan itu milik manusia. Tapi jangan menjadikan hal itu sebagai alasan untuk menjustifikasi naluri hewaniah, yang sesungguhnya harus mampu dikendalikan oleh kesadaran atas panduan moral agama.
Sayangnya hari ini umat disuguhi sebuah potret buram perilaku oarng yang mengklaim diri sebagai habaib. Tidak hanya menyangkut chat mesum tapi juga pembangkangan terhadap proses hukum yang sedang dijalankan sebuah institusi atas nama undang-undang.
Integriras? Di manakah kau berada?
Wallahu a’alam bish shawab
Makassar, 17/5/2017
Sumber :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H