Pada dua pertandingan pekan ini, satu di liga domestik, La Liga dan satu lagi di LC, setidaknya telah memberikan indikasi akan kebenaran asumsi itu. Mengingat sebelumnya, pada babak perdelapan-final, pada leg pertama dipecundangi Paris Saint Germain (PSG) dengan skor 4-0, tapi berkat ‘pertolongan’ wasit, trio Messi, Suarez, dan Neymar (MSN) dapat membalikkan keadaan dan lolos ke babak berikutnya. Di mana, setelah melalui pertandingan yang dramatis dan ‘berkah wasit’, pasukan Enrique membenamkan mimpi PSG untuk melaju jauh di LC musim ini dengan memceploskan si kulit bundar ke gawang PSG sebanyak 6 kali.
Barcelona yang begitu digdaya mempecundangi lawan-lawannya pada pertandingan-pertandingan lain, tak berdaya ketika ‘berkah wasit’ menjauh. Ketika berjumpa Malaga di La Liga akhir pekan kemarin, bukan saja mereka keok, Barcelona juga harus menerima kenyataan pahit, di mana salah satu pemain andalannya, Neymar harus meninggalkan lapangan lebih awal karena mendapat kartu merah. Kartu merah tersebut merupakan kejadian yang pertama kali yang harus diterima sejak Neymar bergabung di La Liga.
Dampak menjauh ‘berkah wasit’ dirasakan Messi, dkk., ketika berjumpa Juventus di leg pertama semifinal LC (Rabu, 12/4/17) dinihari kemarin. Messi harus menerima kenyataan, seorang Dybala yang menjadikannya sebagai ‘patronnya’ membuat sepasang gol cantik ke gawang Barca. Ditambah satu gol Chiellini, seakan telah membenamkan asa Barcelona untuk melangkah jauh ke partai berikutnya LC musim ini.
Berkaca pada pengalaman menjamu PSG pada babak sebelumnya, Barcelona harus tetap optimis. Namun harus segera disadari bahwa Juventus bukanlah PSG, yang dengan begitu mudah membiarkan kesempatan menatap jauh LC musim ini berlalu begitu saja. Menyerah pada ‘berkah wasit’ melalui hadiah penalti dua kali yang diterima Barcelona, sehingga PSG harus tersingkir lebih awal.
Mestinya Barcelona jangan membiarkan asumsi ‘berkah wasit’ dapat merusak konsentrasi mereka ketika menjamu Juventus pada leg kedua di Camp Nou. Messi, dkk., harus segera melupakan pengalaman pahit dua kali beruntun mengalami kekalahan dari lawan-lawannya dan segera bangkit memulihkan kepercayaan diri. Jika gagal lagi, maka tanda-tanda kesuraman itu semakin dekat.
Syaratnya Barcelona harus dapat ‘membujuk’ petinggi UEFA agar mau membatalkan sanski terhadap wasit asal Jerman, Deniz Ayteki. Ayteki dihukum UEFA karena dinilai ‘bermasalah’ ketika memimpin pertandingan Barca vs PSG pada leg kedua babak perdelapanfinal LC. Hal mana, Ayteki telah bermurah hati memberi dua hadiah pinalti kepada tuan rumah sehingga Barca mempecundangi PSG 6-1 pada leg kedua perdelapanfinal yang mengantarkan Barca lolos ke babak berikutnya di LC musim ini.
Kemenangan pasukan el-Real di Allianz Arena menunjukkan sebuah tanda bahwa Zidane mempunyai pesona. Zidane mampu telah dengan sempurna menyerap ilmu ‘gurunya’, Carlo Ancelotti.
Carlo Ancelotti yang saat ini menukangi Bayern, adalah mantan pelatih Zidane selama berseragam Juventus dan Real Madrid ketika masih menjadi pemain. Begitu pula ketika beralih profesi menjadi pelatih, sebelum mengambil tampuk di el-Real, Zidane merupakan asisten pelatih Ancelotti.
Pada tahun  pertama setelah menerima estafet kepelatihan dari Ancelotti, Zidane langsung mempersembahkan trofi LC 2016 bagi Madrid. Trofi LC 2016 itu merupakan satu dari tiga trofi yang dikoleksi Madrid setelah ditukangi Zidane.