Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inikah 'Sisi Gelap' Integritas Ganjar Pranowo?

21 Maret 2017   15:48 Diperbarui: 22 Maret 2017   00:00 2356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Babak baru kasus dugaantindak pidana korupsi ‘proyek gagal’ Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP)memasuki babak baru. Setelah sekian lama melakukan penyelidikan, gelar perkara, penyidikan, memeriksa puluhan sampai ratusan saksi, hingga penetapan duaorang tersangka pejabat teras Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam kasuse-KTP, pada Kamis (9/3/2017), dua tersangka tersebut resmi naik ke ‘diakadnikahkan’menjadi terdakwa.

Proyek Gagal?

Pada sidang perdana kasus‘proyek gagal’ tersebut, duduk di ‘pelaminan’ sebagai terdakwa dua pejabatteras Kemendagri, yakni Irman dan Sugiharto. Irman merupakan mantan DirjenKependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan Sugiharto adalah mantan DirekturPengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil DitjenDukcapil Kemendagri. Kedua terdakwa diduga membancak dana anggaran e-KTP dalambentuk uang rupiah, dollar Singapura, dan US dollar.

Kedua terdakwa sesuaidakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK memperoleh ‘jatah preman’ dengan nilaiyang berbeda. Hal itu mungkin disebabkan oleh posisi dan jabatan merekamasing-masing. Sebagai Dirjen Dukcapil, Irman mendapat fulus dari bancakan danae-KTP dalam bentuk rupiah, dollar Singapura, sampai US dollar. Sedangkanterdakwa kedua, Sugiharto, yang hanya merupakan salah seorang direktur diDitjen Dukcapil, hanya kebagian fulus dalam bentuk dollar.

Mereka Diduga Terlibat

Dalam dakwaan JPU ikut puladisebut sebagian besar elit anggota DPR, khususnya Komisi II, periode 2009-2014yang menikmati dana bancakan ‘proyek gagal’ e-KTP itu. Tidak hanya itu, ikutpula terseret Ketua Umum (Ketum) dan Ketua DPR aktif yang sedang menjabat,Setya Novanto (Setnov) dan juga mantan Ketum partai yang saat ini sedang menjalanihukuman kurungan penjara, Anas Urbaningrum (AU).

Dalam daftar anggota KomisiII DPR periode 2009-2014 yang turut merasakan nikmatnya fulus ‘proyek gagal’e-KTP itu, terdapat pula kader dan elit PDIP. Sekurang-kurangnya ada empatkader dan elit PDIP, yang kebetulan saat ini sedang aktif menjabat sebagaiGubernur, Menteri, dan anggota DPR disebut dalam dakwaan JPU.

Empat kader dan elit PDIP,ketika pembahasan anggaran untuk proyek nasional e-KTP itu merupakan anggotaKomisi II. Dua kader dan elit PDIP yang sedang menjabat sebagai gubernur aktifyang disebut JPU dalam dakwaannya itu adalah Ganjar Pranowo (Ganjar), GubernurJawa Tengah (Jateng) dan Olly Dondokambey (Olly), Gubernur Sulawesi Utara(Sulut). Menteri aktif yang sedang menjabat saat ini adalah Menteri Hukum danHAM (Menkumham) Yasonna Laoly (YL). Sedangkan anggota DPR yang masih aktifadalah Arief Wibowo (AW) (lihat di sini).

Alibi Olly Dondokambey

Seperti sudah diduga, parakader dan elit partai yang disebut JPU ikut berpesta pora menikmati bancakandana e-KTP pasti membantah dan menolak dakwaan JPU. Mereka yang telah disebut,serta merta membantah keterlibatan mereka dalam kasus itu dengan alibimasing-masing. Termasuk Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan Gubernur Jateng,Ganjar Pranowo.

Gubernur Sulut OllyDondokambey membantah dengan mengajukan alibi bahwa dia tidak pernah mengenaldan bertemu dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dengan alibiseperti itu, Olly mempertanyakan, bahwa di mana logikanya, orang tidak salingmengenal, apalagi tidak bertemu, kemudian diduga menerima dana yang diantarkankepadanya oleh sang pengusaha itu? Atas logika tersebut maka Olly menolakseluruh dakwaan JPU (lihat di sini).

Olly juga beralibi bahwaselama bertugas di Badan Anggaran, menurut pengakuannya tidak pernah membahassecara detail proyek e-KTP. Jangan membahas masalah anggaran proyek e-KTP itusecara rinci, Olly juga mengaku bahwa tidak pernah bertemu secara khusus denganpihak-pihak terkait untuk membahas proyek e-KTP. Karena itu wajarbila Olly bertanya dengan bermain logika, "Bagaimana mau menerima uangproyek, tidak pernah ada pertemuan dengan orang-orang yang membahas proyek,bagaimana saya menerima," (sumber).

‘Teori’ Berkelit Ganjar Pranowo

Lain Olly, lain pulaGanjar. Meski begitu, karena Olly dan Ganjar memiliki ‘gen’ yang sama, lahirdari rahim PDIP maka juga memiliki alasan yang nyaris sama. Idem dito.

Setali tiga uang, Ganjarjuga beralasan bahwa dia tidak pernah mengenal pengusaha Andi Narogong. Bahkanmenurut pengakuan Ganjar bahwa dia baru tahu orang yang bernama Andi Narogongitu setelah dia dipanggil hadir untuk memberikan kesaksian di KPK (baca di sini).

Menurut Ganjar,sekurang-kurang ada tiga teori (baca : spekulasi) yang dapat digunakan untukmenghubungkan benang merah keterlibatan dirinya dalam kasus e-KTP. Spekulasi pertama,menurut Ganjar karena dia memiliki data. Di mana bila ada pembagian jatah, makapasti ada jatah untuk dirinya. Sayangnya menurut pengakuan Ganjar, bahwa jatahtersebut tidak pernah sampai ke dirinya.

Spekulasi kedua,bahwa Ganjar benar menerima ‘jatah preman’ dari proyek e-KTP. Dan untukmengesankan bahwa dugaan keterlibatannya seperti dakwaan JPU adalah keliru,maka dia harus terpaksa membantah. Dengan jurus membantah, maka secara sepintaspublik dapat ‘dikelabui’ untuk menerima logika dengan alibi yang sedangdibangun. Bahwa benar Ganjar tidak pernah menerima ‘jatah preman’ proyek e-KTPitu.

Spekulasi ketiga,bahwa Ganjar tidak pernah diberikan ‘jatah preman’ itu. Ganjar memang tidakpernah dikasih, karena itu dia tidak pernah mendapatkan fulus bancakan danae-KTP. 

By Design?

Rupanya jurus mengelakdengan berbagai alasan adalah cara jitu untuk mencoba membangun logikapembenar, bahwa apa yang didakwakan JPU dalam kasus e-KTP adalah tuduhan sumir.Bagi para tertuduh, dakwaan JPU, adalah sangat dipaksakan, karena ‘fakta’berdasarkan spekulasi adalah sebuah penghakiman yang zholim.

Zholim atau bukan, adalahsoal pembuktian. Jika sejak awal sudah ada fenomena sikap resistensi terhadapproses yang sedang diuji melalui sebuah sidang yang terbuka dan fair, maka halitu hanya menunjukkan sikap kekanak-kanakan.

Seharusnya para tertuduhbersikap lebih ‘ramah’ terhadap proses peradilan yang sedang berjalan, sehinggadapat membela diri secara bermartabat. Tidak bersikap reaktif seperti sekarangdengan mencoba membangun alibi dan logika pembenar untuk menolak semua dakwaanyang sedang akan diuji melalui sidang yang terbuka dan fair.

Apalagi membentuk opinibahwa masalah yang sedang berlangsung adalah by design untuk sebuah tindakan kriminalisasi.Bahwa memang sebuah kewajaran bila seseorang dalam posisi terjepit akan berusahasecara maksimal dengan berbagai cara untuk berkelit dan berusaha lolos darilubang jarum. Tapi, mestinya hal itu dilakukan dengan menggunakan logika yangbenar dan penuh perhitungan. Bila tidak, bisa jadi kondisi itu malah berbalikmenjadi bumerang, menyerang balik, dan melukai ‘tuannya’.

Mempertaruhkan Integritas GanjarPranowo

Kondisi itu yang harusdipahami oleh setiap orang yang sedang berada dalam posisi sulit. Sesulitapapun kondisinya, bila dapat dihadapi dengan pikiran yang tenang dan hati yang‘lapang’ akan sangat membantu menemukan jalan keluar dari benang kusut yangsedang membelit.

Pada posisi ini kita dapatmemahami ‘keprihatinan’ mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Mahfud MDterhadap dugaan keterlibatan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dalam kasus e-KTP.Bagi Prof. Mahfud, adalah representasi politisi PDIP sebagai sosok pemimpinmuda yang sangat dibutuhkan bangsa ini.

Dalam pandangan Prof.Mahfud, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo adalah orang yang berintegritas tinggi.Karena itu, Prof. Mahfud sampai begitu galau ketika mendengar nama Ganjardisebut dalam dakwaan JPU. Melalui akun twiternya, Prof. Mahfud berujar, “Kalauorang sebaik Ganjar terlibat dalam mega korupsi itu, habislah asa kita sebagaibangsa. Logikanya, kalau dia saja begitu, bagaimana dengan yang lain?” (baca di sini).

Jangan sampai ‘kegarangan’dalam memberantas korupsi sebagai cermin sikap jujur, kredibel, dan integritasGanjar hanya sebatas terlihat di media untuk kepentingan pencitraan semata. Dibalik itu, ternyata tersembunyi ‘birahi’ ketamakan yang tak pernah puas. 

Semoga harapan Prof. Mahfudbahwa bangsa ini tetap mempunyai asa untuk maju di tangan sosok pemimpin mudapotensial, seperti Ganjar, tidak hanya layu sebelum berkembang. Dan Ganjarharus membuktikan dirinya memang ‘pantas’ menerima amanah untuk tetapmemelihara asa bangsa ini. 

Jargon Partai Wong Cilik

Berkaca pada keprihatinanProf. Mahfud, maka publik juga harus memberikan perhatian khusus terhadap kasuse-KTP ini. Kita berharap, setiap kasus hukum, termasuk kasus e-KTP ini harusdiusut tuntas untuk mengurai benang kusut dan memastikan siapa saja, elitpolitik dan elit parpol yang bermental kemaruk sehingga sampai tega menggarongdana proyek, yang sejatinya untuk kepentingan rakyat. Rakyat mana, yang didalamnya termasuk mereka yang digolongkan dan dilabel sebagai wong cilik.

PDIP yang sejak awalmenjadikan nasib wong cilik sebagai jargon politik, hendaknya ikut pulamendorong agar kasus e-KTP ini dapat terungkap secara terang benderang. Tidakperlu mencoba melakukan ‘manipulasi’ untuk menutupi fakta-fakta yang mungkinmereka sendiri sangat tahu.

Proteksi apapun yangdilakukan untuk melindungi kader dan elit partai yang terindikasi kuatmelakukan tindakan pidana akan menjadi bumerang. Pertaruhannya sungguh sangatbesar bila mencoba ‘bermain’ untuk melindungi kader dan elit partai.

Identitas sebagai partaiwong cilik hanya akan menjadi jargon semata, tidak lagi menjadi ideologi yangharus terus diperjuangkan untuk diwujudkan bila mencoba ‘bermain’. Di sinilahmarwah partai dipertaruhkan!

Nasib Wong Cilik dan NafasPerjuangan PDIP

‘Keterlibatan’ empat kaderdan elit PDIP dalam dakwaan JPU dalam pesta pora dana bancakan e-KTP, harusnyamembuat publik bertanya ulang. Apakah PDIP masih perlu mempertahankan jargonsebagai partai wong cilik? Masih relevankah mengidentikkan PDIP dengan wongcilik? Masih percara-dirikah PDIP dengan gagah berani terus menerus meneriakkankepentingan wong cilik sebagai nafas perjuangannya?

Pertanyaan-pertanyaan ituwajar dikemukakan mengingat selama ini PDIP mengklaim sebagai partai yangpaling berempati dan care terhadap nasib wong cilik. Tapi hariini, sejauh dakwaan JPU dalam kasus ‘proyek gagal’ e-KTP telah menguak sisilain dari nafas perjuangan PDIP.

Ternyata klaim sepihak PDIPsebagai partai wong cilik hanya sebatas jargon politik semata (jika dakwaan JPUkemudian terbukti di pengadilan). Tidak pernah berwujud rupa dalam manifestasikekaryaan nyata bagi kemaslahatan dan kesejahteraan wong cilik. Nasib wongcilik ditelantarkan di tengah ‘nafsu birahi’ mengumpulkan harta demi memuaskankeserakahan dan ketamakan duniawi.

Wallahu a’alam bish shawab

Oleh :eN-Te

Makassar, 21/3/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun