Indonesia kembali berduka. Seorang putra bangsa, tokoh agama dan pesantren, sekaligus juga tokoh politik nasional, dan juga tokoh panutan bagi warga Nahdlatul Ulama (NU) kembali berpulang ke rahmatullah. Menyerah pada takdir dan ketentuan alam, memutus semua tali ‘perhubungannya’ dengan semua yang dicintai. Ya keluarga, santri dan komunitas pesantren, warga NU, dan tak terkecuali warga bangsa ini.
Sang tokoh itu adalah K.H. Hasyim Muzadi. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) NU, dan sampai ajal menjelang masih menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) tutup usia pada Kamis (16/3/2017) pagi, pukul 06.15 Wib (kompas.com).
Kepergian K.H. Hasyim Muzadi merupakan sebuah kehilangan bagi bangsa ini. Bangsa ini kehilangan seorang tokoh agama yang memiliki pandangan yang inklusif demokratis dan sangat menghargai pluralisme. Tutur kata dan pandangan keagamaan dan politiknya yang inklusif memberi kenangan yang tak akan mudah terlupakan.
Apalagi di tengah pergolakan dan atmosfir politik yang cenderung sangat rentan menimbulkan friksi dan konflik komunal saat ini. Kehadiran seorang K.H. Hasyim Muzadi ibarat oase di tengah gurun pasir. Maka kepergian K.H. Hasyim Muzadi karena sakit yang dideritanya, merupakan sebuah kehilangan bagi negeri dengan keragaman budaya ini.
Keragaman yang tidak hanya dipandang sebagai berkah, tapi malah dicoba-adukkan agar dapat tercerai berai oleh sekelompok orang yang sangat ambisius karena nafsu dan birahi kepentingan kelompok yang nyaris tak tertahankan. Dan seperti apa sosok almarhum sebenarnya di mata para tokoh negeri ini marilah kita rangkum pendapat mereka dari berbagai sumber.
K.H. Hasyim Muzadi di mata Presiden Jokowi jelas bukan orang sembarangan. Karena itu, ketika memastikan langkah akan menduduki singgasana istana, Jokowi melantik almarhum sebagai salah satu anggita Wantimpres. Sebuah lembaga dan jabatan prestisius yang menunjukkan kaulitas dan kompetensi K.H. Hasyim Muzadi.
Bagi Presiden Jokowi, almarhum K. H. Hasyim Muzadi adalah tokoh penjaga kebhinekaan. Karena dalam pandangan Jokowi, kepergian K.H. Hasyim Muzadi adalah sebuah kehilangan bagi bangsa ini. Dalam laman facebooknya, Jokowi menulis, “bangsa ini kehilangan seorang ulama, guru, penjaga terdepan kebhinekaan” (sumber). Di mata Jokowi, Hasyim Muzadi yang telah dengan sungguh-sungguh mendedikasikan sebagian hidupnya untuk agama dan bangsanya.
Penilaian juga datang dari mantan Presiden RI ke-5, Megawati Soekarno Putri. Hampir senada dengan Presiden Jokowi, di mata Mega, sosok K.H. Hasyim Muzadi adalah pembawa damai dan figur yang menjembatani persaudaraan umat beragama. Menurut Mega, "Beliau sosok yang mampu menciptakan suasana damai di tengah berbagai perbedaan" (sumber). Karena bagi Mega, almarhum memiliki pandangan yang moderat, toleran, dan penuh welas asih.
Dari kalangan internal NU juga menyembul ‘pujian’ untuk K.H. Hasyim Muzadi. Diwakili K.H. Masdar Mas’udi, PBNU menyebut "Almarhum adalah kiai yang sangat luwes dalam bergaul. Ia juga luwes dalam menyikapi berbagai hal. Di samping itu, menurut Masdar, almarhum juga merupakan seorang enterprenur” (sumber).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, juga mempunyai penilaian tersendiri terhadap K.H. Hasyim Muzadi. Menurut Mahfud MD, bahwa K.H. Hasyim Muzadi bukan hanya sekedar tokoh NU, melainkan juga tokoh bangsa (sumber). Maka wajar sebagai bangsa kita kehilangan sososk luwes dan inklusif seperti almarhum, apalagi di tengah hiruk pikuk Pilkada DKI saat ini.
Di mata Mahfud MD, almarhum K.H. Hasyim Muzadi adalah berpadu berbagai ‘keunggulan’. Bagi Mahfud MD, K.H. Hasyim Muzadi memiliki profil yang multi ragam ‘wajah’. Pada diri K.H. Hasyim Muzadi melekat kuat kediriannya yang toleran, harmonis tidak konfrontatif, dan sekaligus juga humoris.