Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Cawagub Poros Cikeas, Sylviana Murni, Sudah Mulai “Pintar”

11 Oktober 2016   13:41 Diperbarui: 11 Oktober 2016   17:24 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sbr. gbr. : http://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/08/15114721/sylviana.reklamasi.harusnya.pakai.kajian.orang.indonesia.bukan.belanda

***

Hal lain yang tak luput pula dari menyasar lawan tanding adalah menyinggung masalah kriteria pemimpin yang baik. Menurut Cawagub Poros Cikeas ini, bahwa pemimpin yang baik itu adalah mereka yang mau turun langsung menemui warga dan melakukan tatap muka dengan warga secara intens. Bukan hanya melihat kondisi lapangan di kantor secara digital (sumber), tapi harus berada di tengah masyarakat.

Dengan berada dan berbaur di tengah dan bersama warga masyarakat, seorang pemimpin dapat menyelami perasaan dan keinginan (aspirasi) mereka. Sehingga ketika program yang bersentuhan dengan hajat hidup warga, dapat diidentifikasi dengan jelas, berikut merumuskan solusinya secara tepat. Tapi, bila seorang pemimpin enggan turun ke bawah (turba), dan hanya mengandalkan laporan visual secara digital, maka akan berpotensi terjadi manipulasi (rekayasa laporan).

Lebih buruk lagi bila seorang pemimpin hanya mengandalkan laporan dari bawahannya. Bersikap pasif dan menunggu laporan, tidak berusaha secara aktif dan proaktif melakukan tinjauan ke lapangan untuk melihat realitas sesungguhnya yang dialami dan dirasakan warga, akan memunculkan budaya asal bapak senang (ABS). Karena sikap menunggu laporan akan membuka potensi memanipulasi laporan ABS. Dan hal itu bila dibiarkan berlangsung akan menjadi sesuatu yang dianggap lazim.

***

Tapi harusnya sebagai mantan Pejabat eselon Pemprov DKI, seorang Sylviana pasti tahu bahwa metode yang diterapkan oleh Ahok tidak asal mengandalkan laporan visual berbasis digital. Dalam berbagai kesempatan hajatan warga, berupa kawinan, sang petahana juga tak lupa hadir dan malah menyisihkan sebagian dari dana operasionalnya untuk kepentingan membeli 'kado'. Hal itu juga mesti dilihat sebagai salah satu strategi menyambangi warga langsung ke lapangan untuk menyerap, menyelami, dan merasakan perasaan dan keinginan (aspirasi) warga. Fakta itu juga menggambarkan sisi kemanusiaan (humanisme) seorang petahana.

Begitu pula dengan kehadiran langsung sang petahana untuk meresmikan berbagai program Pemprov yang bersentuhan langsung dengan kehidupan warga. Meski ketika hendak menghadiri dan meresmikan sebuah proyek dan atau program Pemprov yang telah rampung, sering kali menyeruak isu demo menolak, tapi hal itu tidak membuat Ahok surut langkah. Bagi Ahok, resistensi warga yang berusaha menolak kehadirannya, merupakan dinamika yang wajar dalam demokrasi.

Tapi, fakta pula membuktikan bahwa ternyata isu demo itu lebih banyak merupakan isapan jempol semata, daripada kenyataan yang terjadi. Mobilisasi massa untuk melakukan demo menolak kehadiran Ahok, ternyata tidak didukung oleh warga. Dalam banyak kasus, mobilisasi itu lebih banyak gagalnya daripada diikuti warga.

***

Bahwa metode laporan berbasis digital yang dipadu dengan metode menyambangi langsung warga adalah dua kombinasi apik untuk mengukur dan mengetahui nadi kehidupan warga. Dengan metode digital, maka memungkinkan setiap kejadian dapat terlaporkan secara cepat, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, laporan itu dapat direspons dengan sigap pula. Pertimbangan lain adalah masalah kepraktisan, efisiensi dan efektivitas. Baik berkaitan dengan laporan, analisis masalah, dan solusi cepat dan darurat, serta upaya tindak lanjut.

Mungkin berawal dari laporan berbasis digital respon yang muncul adalah melakukan tindak lanjut segera dengan mendatangi warga ke lapangan. Setelah berada di lapangan, seorang pemimpin dapat mengidentifikasi laoran masalah yang muncul, kemudian menganalisis, dan melakukan evaluasi, serta membuat kesimpulan. Maka kemudian langkah tindak lanjut dapat dirumuskan dengan cepat dan segera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun