Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Memang Menistakan Agama, Dimas Kanjeng Tidak!

9 Oktober 2016   10:00 Diperbarui: 9 Oktober 2016   10:09 6022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : eN-Te

Taat Pribadi memang fenomenal. Hanya bermodalkan “kesaktian” sebagaimana diyakini oleh pengikutnya, ia dapat dengan mudah mengelabui banyak orang. Bahkan untuk menangkapnya saja, pihak kepolisian harus menurunkan berkompi-kompi pasukan yang dilengkapi pula pasukan kendaraan barakuda. Maka gegerlah Indonesia!

***

Tak ingin pamornya kalah dengan Taat Pribadi, Gubernur DKI Jakarta, yang juga berniat maju menjadi calon gubernur (Cagub) DKI pada Pilkada 2017, yang juga petahana, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok hendak pula membuat “geger”. Frase geger saya beri tanda kutip untuk membedakan geger ala Taat Pribadi.

Ketika berada di Kepulauan Seribu, di hadapan warga, Ahok berpidato dan menyinggung-nyinggung soal surah al-Maidah 51. Maka gegerlah publik Indonesia, bersamaan vedio pidato yang sudah dipotong mengikuti syahwat kepentingan, beredar di media sosial. Beramai-ramai pihak yang merasa “dirugikan” menyampaikan keberatan, bahkan melaporkan ke polisi dengan tuduhan penistaan agama.

***

Beberapa kelompok bereaksi keras terhadap pidato Ahok itu. Mereka langsung bergerak cepat melaporkan pidato Ahok kepada polisi. Delik yang ditujukan adalah penistaan agama.

Mereka antara lain Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) (lihat di sini), dan organisasi massa Pemuda Muhammadiyyah yang ikut kebakaran jenggot tersebut. Pimpinan Pusat ormas tersebut pun berniat melaporkan Ahok ke polisi dengan tuduhan penistaan agama (lihat di sini).

Ikut pula  Komisi Hak Azasi Manusia (HAM), tak mau kalah “menyalahkan” Ahok. Dengan alasan agar tidak terjadi “kerusuhan” maka Komnas HAM pun cawe-cawe menyarankan Ahok meminta maaf.

Entah Komnas HAM sudah melakukan penelitian dan menelaah secara menyeluruh isi vedio pidato lengkap itu atau tidak. Tapi sikap Komnas HAM yang dengan serta merta meminta Ahok harus menyampaikan permohonan maaf, rada aneh. Padahal isi (redaksi) pidato dan konteks ketika Ahok menyampaikan itu, tidak dalam maksud menistakan agama (Kitab Suci). Sementara pada kasus Taat pribadi, meski sangat banyak orang dikibuli dan menderita, Komnas HAM diam membisu.

Begitu pula dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut MUI bahwa bukan kali ini saja Ahok melakukan provokasi yang menyerempet masalah agama (running text Kompas TV). MUI lupa bahwa apa yang dilakukan Ahok merupakan reaksi balik terhadap semua provokasi dan aksi telanjang yang selama ini menyerang dan memojokkannya dengan sentimen agama. Kenapa pula, ketika orang yang diserang memberikan reaksi balik, malah dituduh provokatif (melakukan provokasi)? Apa tidak kebalik?

***

Meski berbeda nuansanya, geger ala Taat Pribadi dan geger ala Ahok menisbatkan pada satu hal, yakni menyoal isu agama. Sayangnya, pada kasus vedio surah al-Maidah 51 publik Indonesia seakan seiya sekata, kemudian bersepakat mengambil kesimpulan bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama.

Berbeda halnya dengan geger Taat Pribadi, yang telah melakukan pembodohan dan penipuan massal berkedok agama, tidak bahkan belum dikatakan sebagai penistaan agama.  Padahal, sudah jelas-jelas, praktek yang dilakukan itu, menunjukkan indikasi kuat terjadi penistaan agama.

***

Meski demikian, setelah tertangkap, banyak pula meyakini bahwa apa yang dilakukan Taat Pribadi itu merupakan upaya kamuflase semata. Melakukan penipuan, dengan modus penggandaan uang melalui pengadaan (tepatnya mengumpulkan uang) dengan mewajibkan pengikutnya membayar mahar.

Setelah memobilisasi pengikut membayar mahar, maka Taat Pribadi mulai menjalankan aksi “tepu-tepu”-nya.  Seakan-akan dia memilki “karomah” versi pengikutnya, Taat Pribadi mulai mempengerauhi isi batok kepala mereka dengan aksi demontratif menggandakan uang.

***

Pengikutnya mengakui bahwa ritual-ritual yang dijalankan di Padepokan Taat Pribadi tidak ada sedikit pun melanggar praktek dan syariah agama, apalagi masuk kategori penistaan. Melakukan sholat lima waktu, istigotsyah, majelis taklim, dan ibadah-ibadah lainnya.

Sementara para pengikutnya tidak hanya berasal dari satu kelompok agama tertentu, misalnya muslim seperti yang dianut Taat Pribadi. Di luar kelompok muslim, ada pula pengikutnya yang beragama lain. Terus ketika mereka melakukan majelis taklim, istigotsyah, dan ritual keagamaan lainnya, dan jelas itu dilakukan oleh pengikut dari kalangan Islam, pengikut agama lainnya pada berbuat apa? Apa ikut juga dalam acara istigotsyah tersebut?

***

Pengikutnya berdalih bahwa masing-masing kelompok agama dapat melakukan ibadah sesuai agamanya. Nah, ketika Taat Pribadi mengumpulkan pengikutnya yang berbeda keyakinan itu, dan membiarkan mereka melaksanakan ritual agama sesuai keyakinan mereka, tidakkah hal itu dapat menimbulkan kekacauan? Atau malah Taat Pribadi sedang membuat sebuah “jalan baru” bagi setiap pengikutnya itu, untuk bertemu pada satu titik. Katakan itu, sebagai mencampuradukkan ritual ibadah suatu agama dengan agama lainnya, atau sedang mencampuradukkan unsur budaya dengan ritual ibadah (agama)?

Tidakkah upaya untuk mencampuradukkan nilai budaya dan ritual agama (sinkretisme) itu sebagai sebuah upaya penistaan agama? Mestinya itu sudah seharusnya dapat dikategorikan penistaan agama, karena berusaha menipu dengan berlindung sebagai ritual ibadah keagamaan.  

Lain halnya dengan Ahok. Entah karena Ahok itu beretnis China, yang sejak awal distigmatisasi sebagai kelompok yang suka melakukan tindakan curang dan manipulasi, sehingga apapun yang keluar dari bacot Ahok dianggap salah. Termasuk pula celotehan Ahok tentang surah al-Maidah 51 itu. Ditambah lagi dengan keyakinan Ahok yang berbeda dengan keyakinan dari mayoritas warga bangsa ini. Maka lengkaplah sudah “derita” Ahok!.

***

Buntut dari pidato surah Al-Maidah 51 itu, maka membuat atmosfir politik ibukota dan juga Indonesia kembali geger. Karena isu tentang “penistaan” agama oleh Ahok ini lebih dapat memuaskan dahaga publik yang sejak awal menolak Ahok, maka geger ala Taat Pribadi seakan dilupakan. Rupanya daya magis Ahok lebih kuat ketimbang Taat Pribadi.

Taat Pribadi boleh membuat geger, tapi Ahok menang tidak boleh. Apapun alasan konstitusionalnya, Ahok yang China lagi kapir ini, tidak boleh mengatakan apa-apa tentang hal yang berkaitan dengan isu agama. Meski isu yang dikomentari Ahok itu merupakan reaksi balik terhadap aksi provokasi yang selama ini ditujukan kepadanya. Celakanya, sudah menjadi sasaran tembak, Ahok dipaksa pula harus meminta maaf, bahkan dilaporkan ke polisi atas tuduhan penistaan agama.

Sementara di pihak lain, meski sudah ditangkap, Taat Pribadi hanya dikenakan delik penipuan. Tidak ada sedikit pun yang bersuara menyatakan bahwa praktek yang dijalankan Taat Pribadi itu merupakan indikasi penistaan agama pula. Ata jangan-jangan karena Taat Pribadi dianggap memiliki “karomah” menurut versi pengkutnya, sehingga kita takut mencapnya juga sebagai penista agama?

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 09102016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun