Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Anies Baswedan, Antara Idealisme dan Peluang

28 September 2016   13:11 Diperbarui: 28 September 2016   20:35 1658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sbr. gbr. : life.idntimes.com

Siapa yang tidak kenal Anies Rasyid Baswedan (selanjutnya disebut Anies)  saat ini? Anies merupakan salah seorang tokoh muda berpengaruh. Mantan Rektor Universitas Paramadina dan Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) ini, menurut salah satu majalah terbitan luar negeri, yakni Majalah Foresight Jepang merupakan salah satu tokoh muda dari 20 orang yang diprediksi akan mengubah dunia dalam 20 tahun yang akan datang (lihat sumber). Sementara pada tataran Indonesia, versi Indoline menyatakan bahwa Anies merupakan salah satu dari 100 tokoh muda Indonesia paling berpengaruh tahun 2011 (lihat sumber).

Majalah Foreign Pollicy (2008) juga pernah menobatkan Anies sebagai salah satu dari 100 orang Intelektual Publik Dunia. Pada tahun 2013, Anies juga dinobatkan dan mendapat anugerah Hari Sastra Indonesia sebagai Tokoh Insipiratif. Selain itu masih banyak lagi penghargaan dan anugerah seabrek yang diterima seorang Anies, baik dari dalam dan luar negeri atas prestasi dan kemampuannya (lihat sumber).

***

Atas semua prestasi dan kecermerlangannya itu, serta dengan berbagai predikat yang dilekatkan padanya,  maka pada tahun 2014, seorang Anies mencoba peruntungan untuk maju menjadi salah satu bakal calon presiden (Capres). Akan tetapi, karena Anies adalah seseorang yang tidak berpartai, maka untuk mewujudkan mimpinya itu, ia harus “melamar” untuk dicalonkan melalui jalur partai politik (parpol).

Gayung pun bersambut, pucuk dicinta ulam tiba. Ketika niat mewujudkan mimpi itu membongkah, pada saat yang bersamaan Partai Demokrat sedang melakukan sebuah hajatan politik. Hajatan mana upaya menjaring bakal calon yang akan diusung menjadi Capres melalui konvensi. Meski konvensi itu ditengarai diselenggarakan oleh partai besutan mantan Presiden ke-6 RI, SBY, sebagai upaya untuk me-recovery citra partai yang babak belur akibat kader-kadernya terlibat tindak pidana korupsi (tipikor).

***

Sbr. gbr. : life.idntimes.com
Sbr. gbr. : life.idntimes.com
Anies kemudian melamar sebagai salah satu peserta konvensi Partai Demokrat. Langkah Anies ini tidak hanya mendapat dukungan, tapi sekaligus juga mendapat “cibiran”. Setidaknya terjadi pro kontra ketika Anies memutuskan maju mengikuti konvensi itu.

Kelompok pro  melihat pada rekam jejak dan kiprah Anies selama ini, khususnya di dunia pendidikan. Di samping karena semua prestasi dan penghargaan seabrek yang telah beliau terima, juga karena profilnya yang santun.

Paling kurang ada dua alasan bagi kelompok pro terhadap langkah Anies untuk maju mengikuti tahapan konvensi Capres ala Partai Demokrat. Yakni, pertama, prestasi beliau, dan kedua, ikhlas dan bersih (lihat sumber).  

Lain halnya dengan yang kontra terhadap ikhtiar Anies. Bagi mereka, ikhtiar Anies maju ke gelanggang pemilihan presiden (Pilpres) 2014 melalui konvensi Partai Demokrat merupakan tindakan “bodoh”. Karena sejak awal publik sudah tahu bahwa apa yang dilakukan Partai Demokrat itu adalah sebuah tindakan pura-pura.  

Konvensi hanya sebagai ajang untuk memperbaiki citra partai, setelah dihantam badai prahara korupsi para kader. Konvensi bukan merupakan “niat murni” mencari figur yang akan dikontestasi dalam sebuah kompetisi. Karena itu, langkah Anies yang mau masuk dan terjebak dalam kepura-puraan itu adalah sebuah tindakan tidak cerdas, yang sangat jauh dari profil Anies sebagai tokoh cerdas nan brillian. Dan waktu kemudian membuktikan dengan jelas, pemenang kontestasi konvensi ala Partai Demokrat, Dahlan Iskan, hanya “dipajang”, dan tidak pernah “diiklankan”, apalagi “dijual” dalam Pilpres 2014 kemarin.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun