Terbukti sudah bahwa sinetron sidang Ice “Sianida” Coffee Vietnam hanya merupakan dagelan. Kemarin (Rabu, 7/9/2016), ketika persidangan memasuki episode ke-19, terjadi hal yang kurang patut di ruang sidang. Hal mana ketika pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan Penasehat Hukum (PH) terdakwa guna untuk didengarkan kesaksiannya sebagai ahli patologi forensik malah berujung “keributan”.
Keributan itu dipicu ketika pemeriksaan saksi ahli patologi forensik, Djaja Surya Atmadja. Ahli patologi forensik dari Universitas Indonesia (UI) ini terkesan ingin “mengatur” Jaksa Penuntut Umum (JPU). Beberapa kali ahli ini menyela pertanyaan JPU dengan mengatakan bahwa pertanyaan itu salah. Seakan ahli ingin mengarahkan JPU untuk bertanya sesuai dengan apa yang ahli ingin jawab. Ahli merasa apa yang disampaikan dalam persidangan itu adalah kebenaran mutlak.
Karena performa ahli yang demikian membuat JPU sedikit terpancing. Salah seorang JPU ketika mendengar beberapa kali ahli menyela dan menyalahkan (isi) pertanyaan jaksa, sontak mengatakan bahwa justru jaksa yang benar karena JPU berhak bertanya apa saja terkait persidangan.
Dengan sikap yang kurang mencerminkan sebagai seorang ahli, sehingga membuat atmofsir persidangan menjadi sangat panas. Sikap ahli yang cenderung ingin “mengatur” ini sehingga membuat jaksa terpaksa (harus) membentak ahli untuk segera menjawab pertanyaan yang diajukan. Puncaknya ketika antara JPU dan PH terdakwa terlibat “pertengkaran” yang berujung saling membentak. Melihat suasana sidang sudah tidak kondusif, Hakim terpaksa menskor sidang dan meminta pengunjung keluar ruang sidang (lihat beritanya di sini).
Insiden bentak membentak antara JPU dan PH memberi gambaran betapa sinetron Sidang Ice “Sianida” Coffee sudah tidak lagi mengindahkan norma dan rambu hukum acara persidangan.
Publik kembali disuguhi sebuah tontotan yang tidak menarik dan mendidik. Pihak-pihak yang berperkara malah menunjukkan tingkah pola yang tidak mencerminkan sebagai karakter kelompok terdidik yang beradab.
Kasus es kopi maut ini sejak awal memang menyedot perhatian banyak pihak. Animo dan antusiasme publik begitu tinggi untuk mengikuti insiden maut ini.
Sudah 19 episode dari sinetron es kopi maut ini. Namun dalam semua rangkaian episode itu, belum dapat menemukan benang merah sebagai simpul dari kasus ini. Malah setiap episode sidang terkesan hanya menampilkan drama-drama tak terduga. Bahkan lebih jauh menciptakan kesan bahwa apa yang terjadi dalam rangkaian persidangan yang sudah berlangsung tidak lebih dari dagelan yang tidak lucu.
Begitu pula dengan episode ke-19 kemarin (Rabu, 7/9/2016). Saksi yang dihadirkan PH untuk meringankan terdakwa tidak dapat pula menghindarkan diri dari kesan turut memberi kontribusi kelucuan (dagelan) sinetron ini.
Dagelan es kopi maut ini semakin sempurna dengan pola tingkah JPU dan PH yang “tidak beradab” itu. Meski sikap JPU dan PH seharusnya sudah mengindikasikan contempt of court (menghina pengadilan). Tapi, melihat episode ke-19 dari sidang es kopi maut ini, alih-alih telah mampu menguak misteri tersembunyi dari kasus tersebut, malah semakin menguatkan penilaian bahwa persidangan ini merupakan dagelan yang tidak lucu.
Saksi pertama yang dihadirkan PH untuk memberi kesaksian fakta sesuai dengan apa yang dia lihat dan dia dengar. Namun ada hal yang menarik, sehingga membuat saya juga ketawa geli. Karena sikap saksi fakta ini tidak dapat menghindarkan diri dari turut melakonkan peran lucu.