Para saksi dan saksi ahli telah dihadirkan JPU untuk didengarkan kesaksiannya. Dari semua kesaksian ahli dalam rangkaian sidang selama 17 episode itu, ada sebuah frasa yang menjadi fenomena, yang diperkenalkan oleh saksi sehingga menjadi sangat familiar di telinga penonton maupun pemirsa TV. Yakni frasa lazim dan tidak lazim (lihat Gara-gara Frasa Tidak Lazim).
Episode ke-17 dari sinetron es kopi maut telah berakhir. Kesempatan JPU untuk membuktikan dakwaannya pun sudah usai. Kini giliran terdakwa “membela” diri dengan menghadirkan saksi meringankan. Termasuk menghadirkan saksi ahli untuk mematahkan argumen dari saksi ahli JPU. Argumen mana untuk mementahkan semua analisis ahli dari JPU atas tuduhan (dakwaan) ada racun sianida di dalam es kopi maut yang diminum korban.
***
Episode ke-18 kemarin, Senin (5/9/2016) dari sinetron kopi maut terdakwa dan Tim PH terdakwa menghadirkan saksi ahli Patologi Forensik dari Brisbane Australia. Kehadiran saksi ahli yang didatangkan “khusus” dari Brisbane Australia ini untuk didengarkan kesaksiannya berdasarkan keahliannya. Saksi ahli Patologi Forensik yang dihadirkan Tim PH terdakwa itu adalah Profesor Beng Beng Ong (BBO).
Hanya saja kehadiran sang Profesor ini malah berbuntut panjang. Inilah yang saya maksud dengan cerita lain yang menjadi pernak pernik dan aksesories yang menghiasi sinetron Ice “Sianida” Coffee ini. Hal yang membuat sinetron es kopi maut menjadi “daya tarik” sehingga menarik untuk diikuti dan disimak jalan ceritanya.
Saya tidak ingin masuk ke dalam persoalan yang berkaitan dengan hukum. Karena saya tidak memiliki kompetensi dalam bidang itu. Saya hanya ingin menyampaikan cerita di sekitar proses mengurai benang kusut masalah hukum yang sangat pelik seperti ditampilan dalam sinetron Ice “Sianida” Coffee itu. Ya seperti juga kisah sang profesor “ahli” BBO ini.
***
Pada persidangan episode ke-18 itu terlihat JPU mempersoalkan status saksi ahli BBO itu. Mulai dari visa yang digunakan sang ahli sampai pada legitimasi formal atas keahliannya sebagai Patologi Forensik.
Tentang visa, saksi ahli menjelaskan bahwa ia menggunakan visa kunjungan untuk masuk ke Indonesia. Bukan menggunakan visa tinggal terbatas untuk menjalankan profesi keahliannya. Bagi JPU, apa yang dilakukan BBO merupakan tindakan ilegal karena melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian. BBO diduga menyalahgunakan izin tinggal keimigrasian dan melakukan pelanggaran administratif (lihat sumber).
Mengapa JPU menyangsikan status saksi ahli dari Brisbane Australia ini? Menurut JPU, saksi ahli hadir untuk menjalankan profesi keahliannya, karena itu pasti mendapat fee, sementara ahli masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan.
Menurut UU Nomor 6/2011 tentang keimigrasian disebutkan bahwa bila seseorang warga asing yang masuk ke Indonesia untuk menjalankan tugas profesinya, maka harus menggunakan visa tinggal terbatas. Sementara BBO hadir di persidangan untuk didengarkan kesaksiannya, dalam rangka menjalankan profesi keahliannya tidak menggunakan visa tinggal terbatas melainkan visa kunjungan. Maka apa yang dilakukan BBO merupakan sebuah tindakan melanggar hukum (ilegal).