Mengingat sejak awal Bang Rozi ini memang tidak memiliki “modal” apapun. Jika mengacu pada kriteria, 2K (kompetensi dan kapabilitas), dan 1A (akseptabilitas), maka Bang Rozi bukan siapa-siapa, dan bukan pula sebagai apa-apa. Dia tetaplah seorang “bidak catur” yang menjadi boneka mainan orang-orang dan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan figure dan kebijakan Ahok. Meski pada diri Bang Rozi melekat pula sebuah predikat yang sungguh sangat menjanjikan untuk memenangi pertarungan sekelas Pilkada DKI, yakni “gubernur petahana”.
***
Nasib Bang Rozi ibarat pion atau bidak catur itu. Maka wajar bila gegap gempita Pilkada DKI 2017 tidak membuat para bakal calon yang sudah bersileweran selama ini dan parpol mau melirik dan menyebut namanya hanya untuk sekedar meramaikan suasana. Sungguh sayang, Bang Rozi hanya dianggap sebagai bidak catur semata, yag mudah disetir, tak mempuyai sikap dan kemandirian sebagai makhluk bebas. Maka kemeriahan pesta Pilkada membuat nama Bang Rozi, si “giubernur petahana” semakin tenggelam dan tergulung dalam pusaran ambisi besar para elit dan petualang politik di negeri ini.
Beginilah jadinya kalau orang tidak mempunyai prinsip dan sikap! Tanya, adakah di antara kita yang ingin dan hendak mengikuti jejak Bang Rozi? Memperoleh ketenaran secara instan, tapi kemudian tenggelam dalam pusaran nafsu kuasa karena kedengkian semata. Dan fenomena seperti Bang Rozi ini banyak, hanya karena rasa syirik, dengki, dan benci, tidak dapat melihat realitas di sekitarnya yang sudah berubah, kemudian tidak berusaha bangkit bergerak menatap ke depan (move on), tapi malah terus menerus tenggelam dengan halusinasi, mengigau tak karuan, menghina sana sini, memaki dan mengumpat menjadi gaya hidupnya. Segala apa yang dilakukan seseorang yang bukan merupakan idola, dihina dina, tak melihat dirinya sendiri, apakah lebih mulia dari orang yang dihina dina itu. Tipologi orang yang bermental picik dan berjiwa sempit.
Kasus meme Presiden Jokowi yang mengunjungi Toba Samosir yang berbuntut panjang, harusnya menjadi cermin dari orang-orang bertipologi mental cupak dan berjiwa kerdil nan sempit ini. Bukan saja masyarakat biasa, tapi juga virus mental cupak dan berjiwa kerdil ini menyebar dan menjangkiti pula pada orang terdidik dan intelek, seperti anggota dewan yang terhormat, DPR. Maka doa pun bisa diplintir demi untuk memuaskan dahaga dan kehampaan hidup karena kekangan rasa syirik, benci, dan dengki yang tak berujung.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 28 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H